Kisah beliau dalam rencana unifikasi madzhab dan akhirnya kandas pasca kuliah di Al-Azhar
Semenjak kecil, Aku menuntut ilmu. Aku mendengar di majelis ilmu, suatu masalah yang diajukan, lalu dijawab: Pendapat Abu Hanifah dalam masalah ini begini, Madzhab Syafii begini, Malik berfatwa dalam masalah ini begini, sementara Ahmad berpendapat begini dan begini.
Aku pun bertanya-tanya pada diriku sendiri: Bukankah al-Quran yang merupakan kitab pamungkas itu satu?
Bukankah Rasul yang menjadi pamungkas para nabi dan rasul itu satu? Yaitu Rasulullah Muhammad yang diutus untuk seluruh manusia sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan?
Lalu mengapa ikhtilaf ini terjadi?
Apa saja faktor-faktor dan sebab-sebabnya?
Dan apa saja motif dan premis-premisnya?
Saat itu, Aku berkali-kali menjawab dalam benak:
Mestinya ikhtilaf ini tidak terjadi dalam (tubuh) Umat Islam. Umat yang Allah telah muliakan dengan menjadikannya sebagai khoiro ummah (ummat terbaik) yang diwujudkan untuk kebaikan seluruh umat manusia sebagaimana dalam FirmanNya QS Ali Imran: 110
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّه
Dan juga umat yang Allah telah jadikan sebagai umat yang satu yang saling bersaudara dan saling bantu-membantu, sebagaimana dalam firmanNya QS. Al-Anbiya: 92
إِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
Allah juga telah memerintahkan Umat Islam agar menjadikan alQuran sebagai tempat perlindungan dan pegangan kuat, kitab yang tak ada kebatilan dari berbagai sisinya, sebagaimana dalam firmanNya QS. Al-Fushilat: 42 dan QS. Ali Imran: 103.
لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ ۖ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
Makna ini semakin menguat dalam jiwaku selama Aku membaca dan mendengarkan suara-suara lantang di sana-sini memanggilku dalam unifikasi madzhab dan membingkai umat Islam semuanya dalam satu pemikiran, tak ada jalan aneka-ragam dan ikhtilaf, bahkan (ikhtilaf) ini kadang-kadang saling bertentangan.
Karena kalianlah Aku tertarik lagi membara mendengarkan suara-suara nyaring ini hingga terbitnya mentari di hari yang kami tak lagi mendengar seseorang bermadzhab Syafii, Hanafi, maupun yang lain.
Dan karena kalianlah Aku dan kawan-kawan sebayaku bertekad kuat bekerja-keras untuk membungkam suara-suara yang mengajak ke dalam ajaran bermadzhab betapapun ragamnya baik itu moderat maupun ekstrim, tiap kali ada jalannya.
Keadaan ini berlangsung terus hingga akhirnya Aku mendapatkan kehormatan diterima di fakultas Syariah Universitas al-Azhar. Di sana, Aku mempelajari mata kuliah tafsir. Mata kuliah inilah yang menyiratkan perdebatan fuqaha -berdasar perbedaan mereka- terhadap fiqh yang mereka ambil dari al-Quran yang Allah turunkan sebagai penjelas, petunjuk, dan rahmat bagi umat manusia.
Aku juga mempelajari hadis-hadis hukum dalam kitab subulus salam karya ash-Shan’ani dan Nailul Authar karya Asy-Syaukani. Kitab itu oleh manajemen al-Azhar saat itu diberikan secara gratis kepada para Mahasiswa Fakultas itu, untuk membantu dalam menempuh jalan-jalan kedamaian dengan lebih mudah dan lebih praktis.
Kitab ini menghadapkan berbagai sudut pandang Ulama dalam menyimpulkan hukum dari hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat al-Quran.
Aku juga mempelajari fiqh perbandingan madzhab. Di sini, terdapat pemaparan yang baik dan menarik berbagai sudut pandang para Imam madzhab ketika mereka berhadapan dengan nash-nash (teks-teks) al-Quran dan as-Sunnah dalam rangka menyimpulkan hukum Allah yang bersumber dariNya. Mereka berusaha secara maksimal untuk mengetahui kebenaran yang haqiqi, meninggalkan hawa nafsu mereka, dan tak peduli kecuali apa yang diridhoi Allah dan RasulNya. Hingga lahirlah darinya hukum-hukum yang berbeda. Semua sesuai rencanaNya yang terinspirasi dari Syariah itu sendiri.
Dan tidaklah Aku menelaah hal-hal demikian itu hingga Aku merasa bahwa sikap melampaui batasku itu redup sedikit demi sedikit, sekaligus kebencianku terhadap sikap bermadzhab mulai lenyap perlahan-lahan.
Selanjutnya dalam disertasi inilah beliau buktikan kata-kata itu.
Rahimahullah.
Nur Hasim
24 Juni pukul 07.02 ·
Komentar :
Ali Mustofa : Beliau ini yang juga muallif fiqh manhaji ya kiai?
Nur Hasim : Betul, bersama Syekh Musthofa al-Bugho dan Syekh Ali asy-Syarbaji
Mul Anto : ada pdfnya yai
Nur Hasim : http://archive.org/download/WAQ15800/15800.pdf
Mul Anto : Nur Hasim mksh yai
#Nur Hasim