Saya tidak pernah menyalahkan mereka yang menargetkan anak-anaknya jadi hafizh Al-Quran. Bagus sekali dan memang begitulah dulu para ulama memulai belajar agama.
Cuma yang perlu diperhatikan bahwa hafal Al-Quran itu bukan satu-satunya bekal agama. Masih ada pelajaran yang tidak kalah pentingnya, yaiti belajar hukum-hukum agama.
Lho, apa Al-Quran itu bukan hukum agama? Al-Quran itu kan lengkap. Bukankah semua urusan agama juga bersumber dari Al-Quran?
Benar sekali bahwa Al-Quran itu sumber agama. Tapi yang namanya sumber, tentu masih harus dilalukan proses pengolahan dulu, baru bisa dipakai.
Bensin yang kita pakai buat bahan bakar itu sumbernya memang dari minyak bumi. Tapi minyak mentah itu tidak bisa langsung dituang ke dalam tanki bensin mobil kita. Malah rusak nanti mesinnya.
Minyak mentah itu kudu diolah dulu lewat proses yang panjang. Kalau sudah jadi premium atau pertamax, baru bisa dimanfaatkan.
Jadi maksudnya tidak cukup anak itu cuma disuruh hafal, hafal dan hafal Al-Quran saja. Justru yang wajib itu mereka tahu hukum-hukum agama. Kalau cuma hafal doang, dijamin tidak paham hukum-hukum agama.
Maka masukkan anak pesantren yang justru mengajarkan hukum-hukum agama itu, selain juga menghafal. Tapi kalau harus pilih salah satu, mana yang lebih utama?
Jawabnya bukan hafal Al-Quran. Justru paham dan tahu hukum agama. Hafal Al-Quran sifatnya nilai plus saja. Tapi menguasai ilmu-ilmu seputar hukum agama justru wajib dan mutlak tidak boleh diabaikan.
Keliru besar kalau hanya melahirkan generasi hafal Al-Quran, tapi jahiliyah dalam hukum-hukum agama. Ini namanya beragama secara nyungsang.
Bagaimana wudhu, mandi janabah, tayammum, termasuk semua rukun-rukunnya, wajib diajarkan kepada anak. Sejak dini anak itu harus bisa membedakan mana najis mughallazhah, mutawassithah dan mukhaffafah. Mereka harus tahu bagaimana cara mensucikan najis itu. Juga harus tahu mana saja najis yang dimaafkan dan mana yang khilafiyah.
Jangan sampai anak sudah baligh, tapi keliru fatal dalam cara mandi janabah, bahkan tidak tahu apa saja yang menyebabkan hadats besar.
Apalagi terkait dengan gerakan dan bacaan shalat termasuk rukun-rukunnya, mutlak kudu diajarkan.
Jangan sampai anak kita tidak bisa niat shalat, tidak tahu bahwa surat Al-Fatihah itu rukun shalat yang wajib dibaca juga oleh masing-masing makmum, bukan cuma diam saja.
Apa saja yang termasuk sunnah hai'at dan ab'adh dalam shalat dan mana saja perbuatan yang membatalkan shalat, juga kudu mengerri. Jangan sampai tidak tahu urusan begituan. Dosa besar ayah dan ibunya kalau lalai dalam urusan mengajarkan hukum-hukum agama.
Mereka juga harus tahu bahwa shalat yang terlewat itu masih tetap wajib dikerjakan. Dan bahwa sakit itu tidak menggugurkan kewajiban shalat.
Jadi bukannya melarang anak ikut program tahfiz. Jangan salah paham dulu. Silahkan tahfiz. Tapi jangan lalai untuk mengajarkan mereka hukum-hukum syariah. Biar tahu mana yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.
Jangan alergi belajar fiqih.
Ahmad Sarwat, Lc.MA
Ahmad Sarwat
29 Juni pukul 14.39 ·
#Ahmad Sarwat