Muhammad Hafidh Al-bakrii
2 Maret pukul 06.41 ·
WAHABIKAH AL AZHAR
Oleh: Bashiruddin Rahmat
“المؤسسة الوحيدة التي تمثل روح السنة والجماعة من ساداة الأشاعرة والماتوريدية هي الأزهر الشريف”
Singkatnya, untuk pertanyaan di atas tentu jawabannya “tidak”. Wal’iyāżubillāh. Sedangkan untuk memulai uraiannya, rekan-rekan kita dari kalangan Wahabi tentu sangat diuntungkan dari isu seperti itu. Jadi seolah-olah Azhar saja dituduh Wahabi, apalagi mereka. Jadi memang kalau tidak suka ya begitu. Itu dalihnya mereka. Padahal, Wahabi sendiri aslinya menuding Azhar sebagai lembaga yang punya hubungan mesra dengan Syi’ah. Nah, jadi Azhar itu Syi’ah atau Wahabi nih? Maka mari kita berhenti tuding-menuding sobat. Fokus pada masalah. Betulkah Azhar itu Wahabi?
Kemudian, setahu saya isu ini muncul di hampir seluruh kawasan muslim di Asia Tenggara. Namun saya tulis ini karena memang baru-baru ini muncul kasus di Aceh. Bisa jadi di luar Aceh kasusnya berbeda. Jadi yang di luar Aceh, kalau mungkin anda punya pandangan lain, ya silahkan saja. Betul, saya juga di luar Aceh sekarang. Tapi kan saya putra Aceh juga? Aceh Tengah tepatnya. Lahir di Aceh, besar di Aceh, nyantri di Aceh. Jadi susah senangnya keluarga saya di Aceh itu penting buat saya.
Lalu, yang barangkali merasa bahwa kami ini tidak tahu masalah, tolong agar bersabar dulu. Karena bisa jadi, anda yang tidak tahu masalah, sehingga mengganggap orang lain sama tidak tahunya seperti anda. Mari kita saling mendengar dan membaca untuk bisa saling memahami, apa masalah yang tersembunyi. Kalau kita tidak pernah mau tahu dengan masalah, mau mengakui masalah, maka kita akan begini-begini terus. Tidak ada yang berubah menjadi lebih baik, karena kita merasa tidak ada yang perlu diperbaiki.
Selanjutnya, kami dari dulu sudah mewanti-wanti sahabat-sahabat kami yang membawa gelar Lc dari Azhar tapi tidak ikut membawa spiritnya. Alias numpang gelar doang. Kami berkali-kali mengingatkan mereka untuk tidak mengatasnamakan ajaran Azhar untuk menyebarkan pemahaman mazhabnya. dan itu sah-sah saja bukan? Kalau mau berdakwah, ya silahkan saja berdakwah. Jujur, bahwa yang mereka ajarkan dan dakwahkan itu bukan ajaran Azhar. Itu saja. Meski pada kenyataannya, wahabi ini lebih sering menghukumi orang daripada berdakwah. Alasannya sih berdakwah. Walhasil, alih-alih tujuan dakwah yang ingin menyatukan malah memecah belah.
Sahabat-sahabat sekalian, kita seharusnya berbesar hati masih memiliki Al Azhar sebagai basis perkembangan Asya’irah dan Maturidiyah. Ingat, bukan Asya’irah saja. Karena Asya’irah sendiri menurut klaim rekan-rekan Wahabi sudah menyalahi imam Asy’ari. Tapi Maturidiah kan belum disikapi dengan isu begitu oleh mereka. Padahal kalau mau jujur, antara Wahhabi, Taymi dan Hanabilah pun banyak sekali bedanya. Hanya saja, sebagai lembaga pendidikan milik umat, Al Azhar tidak mau membatasi pelayanan hanya untuk yang Shufi-Shufi saja. Meskipun acapkali dikafirkan oleh Wahhabi, kaum Shufi di Azhar tetap melayani para mahasiswanya yang Wahhabi. Bahkan sekitar lima belas tahun yang lalu, sempat ada proyek taqarrub bainal madzahib antara Sunni dan SYi’ah, yang di situ juga melibatkan Imam Qardhawi bahkan. Ada juga Salim ‘Uwa yang digadang-gadang sebagai calon presiden kuat saat itu. Namun pada wawancara tahun 2012 kalau tidak salah, Syekh Ahmad Thayyib selaku Imam Besar mengaku bahwa proyek itu dibatalkan karena Syi’ah justru memanfaatkan proyek itu untuk menyebarkan pahamnya di Mesir.
Meskipun seluruh golongan kaum muslimin ini tetap dilayani oleh Azhar, namun tentunya Azhar tidak mau bertoleransi dengan munculnya potensi-potensi yang berpeluang mengubah spirit Azhar itu. Buktinya, Grand Syekh Al Azhar sendiri membatalkan proyek dengan Syi’ah. Begitu juga halnya dengan Wahabi. Beberapa tahun lalu, salah seorang mahasiswa S2 di Azhar terpaksa diberhentikan karena isi tesisnya bersifat tendensius terhadap kurikulum yang diajarkan di Azhar. Bahkan konon ceritanya kalau anda berminat nyantri di Darul Ifta, sendangkan anda berewokan, maka anda akan ditanya dulu tentang pandangan fiqih yang melatarbelakangi berewok anda. Namun tenang saja. Wahabi akan tetap menikmati kebebasan berdakwah di Mesir, yang itu tidak akan dirasakan oleh kaum Asya’irah di Saudi atau Maturidiyah di Iran. Itu poin nya.
Yang tidak kalah menggelitik itu saya lihat justru sikap sahabat-sahabat kita para Aswaja di Asia Tenggara ini. Di pondok, dayah dan pesantren, mereka mengkhatamkan kitab Hasyiyatul Bayjuri, Al Iqna’, Mughnil Muhtaj, Asybah wan Nadzair, Fathul Bari, Tuhfatul Murid, yang itu pengarangnya adalah para masyaikh dan pimpinan Azhar semua. Tapi di waktu yang sama, mereka dengan mudahnya percaya bahwa Azhar itu Wahhabi. Jadi dari mana mereka mendapatkan spirit Aswaja selama ini?
Memang betul tidak kita pungkiri bahwa banyak juga alumni Azhar yang sekembalinya dari Azhar mereka tidak cermat dalam bersikap sesuai dengan jiwa ke-Azhari-an yang seharusnya dipanggul di atas pundaknya. Itu wajar saya rasa. Karena begini, dulu sebelum Husni Mubarak turun, gerak Azhar selain dalam kegiatan formal pendidikan itu sangat dibatasi. Talaqqi dan kajian selain di perkualiahan itu belum semarak pasca revolusi 2011. Terutama di wilayah provinsi seperti Damanhur, Mansurah bahkan Dimyath tempat saya belajar. Sedangkan kajian-kajian yang diprakarasi oleh saudara-saudara kita para penganut paham Wahhabi, sudah sangat marak. Jadi mahasiswa yang haus akan kajian ini, dari pada mengisi waktu kosong mereka untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, lebih baik mereka mengaji, meskipun bukan dengan lulusan atau ulama Azhar.
Lalu kemudian, apakah Azhar memusuhi Wahabi? Tentu tidak. Al Azhar tidak pernah merobohkan masjid-masjid Wahabi dengan alasan ajaran menyimpang, meskipun Wahabi mengajarkan untuk merobohkan masjid-masjid Shufi yang ada kuburannya. Al Azhar sangat moderat dalam menyikapi banyak hal, termasuk dengan Ibnu Taymiyah. Awal kedatangan kami ke Mesir tahun 2005, muqarrar Akidah itu terang-terangan menjelaskan bantahan terhadap konsep tri tawhidnya Ibnu Taymiyah. Di waktu yang bersamaan, Syekh ‘Ali Jum’ah juga lah yang memprakarasi proyek penelitian tentang pemikiran ekonomi Ibnu Taymiyah. Saya tidak yakin ulama Saudi pernah membuat proyek sebesar itu untuk Ibnu Taymiyah. Kenapa Syekh ‘Ali Jum’ah membuat proyek seperti itu? Karena Azhar sangat menyadari bahwa benar atau salahnya seorang ulama, pemikirannya tetap merupakan produk budaya intelektual yang harus dijaga dan dihargai. Biarkan dia berkembang, agar bantahannya pun terus berkembang. Jangan biarkan pola fikir generasi kita nanti berhenti sampai pada batas yang mereka pelajari saja.
Pada akhirnya, saya ini bingung juga sebenarnya. Oleh rekan-rekan saya yang sesama orang dayah dan keluarga santri, kadang kami alumni Azhar ini dituding selundupan Wahabi. Sedangkan oleh Wahabi sendiri, kami dikata TTM-an dengan Syi’ah. Teman Tapi Mesra. Hanya karena kami tidak mau mengkafirkan Ibnu Taymiyah, di sisi lain kami juga tidak mau mengikuti logika berfikirnya Ibnu Taymiyah untuk ikut mengkafirkan Syi’ah.
Wallahu’musta’anu ‘ala ma tashifun.
Bashiruddin Rahmat
14 Juni 2019
#Bashiruddin Rahmat