ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻲْ ﺃَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫﺬَﺍ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ
>> Hadits diatas👆ada yang memaknai : "Barang siapa yang berbuat hal baru yang tidak ada perintahnya, maka ia tertolak."
🤔 BENARKAH hadits tersebut bermakna dan atau bila maknai demikian itu ???
BERIKUT dibawah ini uraian hadits di atas ditinjau dari sisi ilmu bahasa (lughat)/ i'rab nahwunya : 👉👉ْﻣَﻦ : ismu syarthin wa jazm mabniyyun 'alas sukun fi mahalli raf'in mubtada' wa khabaruhu aljumlatus syartiyyah ba'dahu. 👉👉َأَﺣْﺪَﺙ : fi'lu madhin mabniyyun 'alal fathah fii mahalli jazmin fi'lu syarth wal fa'il mustatir jawazan taqdiruhu huwa. 👉👉ﻓِﻲ : harfu jar. 👉👉أَﻣْﺮٍﻧَﺎ : majrurun bi fii wa amatu jarrihi alkasrah, wa naa dhamirun muttashil mabnyyyun 'alas sukun fii mahlli jarrin mudhaafun ilaihi. 👉👉ﻫَﺬَﺍ : isim isyarah mabniyyun alas sukun fi mahalli jarrin sifatun liamrin. 👉👉ﻣَﺎ : isim mabniy fii mahhli nashbin maf'ul bih. 👉👉لَيْسَ : fi'il madhi naqish yarfa'ul isma wa yanshabul khabar, wa ismuha dhamir mustatir jawazan taqdiruhu huwa. 👉👉ُﻣٍﻨْﻪ : min harfu jarrin wa hu dhamir muttashil mabniyyun alad dhammi wahuwa littab'iidh. 👉👉َﻓَﻬُﻮ : al-faau jawab syarth. "Huwa" dhamir muttashil mabniyyun alal fathah fi mahalli raf'in mubtada. 👉👉ٌّﺭَﺩ : khabar mubtada marfuu'un wa alamatu raf'ihi dhammatun dhaahiratun fi aakhirihi. Wa jumlatul mubtada wa khabaruhu fi mahalli jazmin jawabus syarth.
>> Dilihat dari uraian nahwunya diatas maka HADITS TERSEBUT bermakna : "Barang siapa yang melakukan perkara baru dalam urusan kami yaitu urusan syari'at kami yang bukan termasuk darinya, tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan hadits, maka perkara baru itu ditolak."
Setelah hadits kita uraikan, kita tahu, sesuailah (tidak bertentangan dengan makna haditsnya) apa yang disampaikan Imam Syafi'i yang sudah masyhur kita kenal :
ﻣﺎ ﺃُﺣﺪِﺙَ ﻭﺧﺎﻟﻒ ﻛﺘﺎﺑﺎً ﺃﻭ ﺳﻨﺔ ﺃﻭ ﺇﺟﻤﺎﻋﺎً ﺃﻭ ﺃﺛﺮﺍً ﻓﻬﻮ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﺍﻟﻀﺎﻟﺔ، ﻭﻣﺎ ﺃُﺣْﺪِﺙَ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻭﻟﻢ ﻳﺨﺎﻟﻒ ﺷﻴﺌﺎَ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻓﻬﻮ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﺍﻟﻤﺤﻤﻮﺩﺓ
"Perkara baru yang menyalahi Al-Qur'an, Sunnah, Ijma' atau Atsar, maka itu adalah bid'ah dhalalah (sesat). Dan perkara baru yang baik yang tidak menyalahi dari itu semua adalah bid'ah mahmudah (baik)."
DAN APA yang disampaikan Imam Syafi'i, ditunjang/ ditinjau dengan hadits lainnya pun juga tidak bertentangan, yaitu sebuah hadits :
ﻣَﻦْ ﺳَﻦَّ ﻓِﻲْ ﺍﻹِﺳْﻼَﻡِ ﺳُﻨَّﺔً ﺣَﺴَﻨَﺔً ﻓَﻠَﻪُ ﺃَﺟْﺮُﻫَﺎ ﻭَﺃَﺟْﺮُ ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﺑِﻬَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻣِﻦْ، ﻏَﻴْﺮِ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﻘُﺺَ ﻣِﻦْ ﺃُﺟُﻮْﺭِﻫِﻢْ ﺷَﻰْﺀٌ، ﻭَﻣَﻦْ ﺳَﻦَّ ﻓِﻲْ ﺍﻹِﺳْﻼَﻡِ ﺳُﻨَّﺔً ﺳَﻴِّﺌَﺔً ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭِﺯْﺭُﻫَﺎ ﻭَﻭِﺯْﺭُ ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﺑِﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِﻩِ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﻘُﺺَ ﻣِﻦْ ﺃَﻭْﺯَﺍﺭِﻫِﻢْ ﺷَﻰْﺀٌ
"Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yg baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yg melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yg melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa² mereka sedikitpun." (HR. Muslim).
DARI HADITS tersebut SUDAH BISA difahami, bahwa yg dimaksud sunah (SANNA) adalah dari segi lughawi/ bahasa, yg artinya adalah PERBUATAN, baik itu di ridhai ataupun tidak.
Sunah (SANNA) dlm konteks hadits tersebut, tidaklah mungkin dimaknai sunnah SECARA Istilah dalam ilmu hadits yaitu : SEGALA SESUATU yg datang dari Nabi SAW baik berupa ucapan, perbuatan ataupun ketetapan/ pengakuan.
KARENA KALAU sunah dalam konteks tersebut dimaksudkan dengan pengertian sunnah menurut istilah ilmu hadits, MAKA akan rancaulah pengertiannya.
Bagaimana tidak rancau, dlm hadits tersebut ada DUA KALIMAT YANG BERLAWANAN yaitu : PERTAMA : Man Sanna Fil Islami Sunnatan Hasanatan. YANG KEDUA : Man Sanna Fil Islami Sunnatan Sayyiatan.
Bagaiamana jadinya ????
Kalau Sunnah di situ dimaksudkan Sunnah Rasul Saw, akan memberi pengertian, BERARTI ADA Sunnah Rasul Yang Hasanah Dan Ada Sunnah Rasul Yang Sayyiah, MUNGKINKAH ITU ??? Tentu saja tidak mungkin kan.
Maka dari itu Imam An-Nawawi MENEGASKAN bahwa hadits tersebut MEMBATASI jangkauan keumuman dari hadits : Kullu Bid'atin Dhalalah. Meskipun asbabul wurud hadits tersebut tentang ANJURAN SADAQAH.
Dalam ilmu Ushul Fiqih dikenal ada kaidah :
العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب
"Peninjauan makna dalam suatu teks itu tergantung keumumannya lafaz (kalimat), bukannya melihat pada konteksnya yang khusus.
👉👉 SEKARANG MARILAH kita cermati makna hadits yg pertama dari sudut pemahaman salafi wahhabi dalam memaknai :
ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻲْ ﺃَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫﺬَﺍ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ
MEREKA, SEBAGIAN SALAFI WAHHABI mengartikan : "Barang siapa yang berbuat hal baru dalam agama, maka ia tertolak "
Jika mereka mengartikan demikian, maka mereka sengaja membuang kalimat MAA LAITSA MINHU-l (Yang bersumber darinya).... Maka haditsnya menjadi :
ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻲْ ﺃَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫﺬَﺍُ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ
ADAPULA YANG MENGARTIKAN : "Barang siapa yang berbuat hal baru yang tidak ada perintahnya, maka ia tertolak"
Jika diartikan seperti itu, berarti salafi wahhabi dengan sengaja telah merubah makna hadits MAA LAITSA MINHU, dan MENJADI 👉"MAA LAITSA MA-MUURAN BIHI (Yang tidak ada perintahnya)". Maka haditsnya menjadi :
ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻲْ ﺃَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫﺬَﺍ ﻣَﺎ ﻟﻴَْﺲَ ﻣَﺄﻣُﻮْﺭﺍً ﺑﻪِ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ
.... Sungguh ini sebuah pemutar balikan fakta kebenaran dalam makna hadits dan sebuah pengelabuan pada umat muslim.
Na'udzu Billahi Min Dzalik....
KESIMPULAN :
Orang yang mengartikan hadits :
ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻲْ ﺃَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫﺬَﺍ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ
Dengan :
"Barang siapa yang melakukan hal baru maka itu tertolak" atau "Barang siapa yang melakukan hal baru tanpa ada perintahnya maka ia tertolak".
👉Maka orang tersebut berarti telah berbuat bid'ah dholalah karena tidak ada dasarnya sama sekali baik dari al-Qur'an, Hadits maupun Atsarnya.
Orang yg mengartikan seperti itu, berarti telah sengaja merubah makna hadits Nabi SAW, dan kita semua mengetahui sanksi bagi orang yang telah berdusta atas nama Nabi SAW.
Na'udzu Billahi Min Dzaalik Tsumma Na'udzu Billahi Min Dzalik.
Syahrul Al Sigambuthi bersama Munir Mahyudin Munir dan 48 lainnya.
7 Oktober 2020·
Pengalaman adalah Pelajaran, Mengapa Saya Tinggalkan Wahabi :
1. Kenapa Saya Meninggalkan Salafi (Wahabi).
3. Pendalaman dan Kajian Hadits
4. Pendapat Wahabi Tentang Mazhab