Perbedaan Hawa (Hawa Nafsu) Dengan Syahwat (Daya Offensif)

Perbedaan Hawa (Hawa Nafsu) Dengan Syahwat (Daya Offensif) - Kajian Medina
PERBEDAAN HAWA (HAWA NAFSU) DENGAN SYAHWAT (DAYA OFENSIF)

Dalam diri manusia (self/ nafs) telah terinstal banyak hal yang berfungsi untuk menujang kehidupannya. Namun, seluruhnya itu ada pada jiwa untuk menguji sejauh mana manusia taat pada Rabb-Nya.

Menurut Al-Ghazali, pada masa alam Ruh, manusia merupakan sosok yang bersih, tanpa ada keinginan untuk melakukan apapun yang bersifat duniawi. Namun, saat ruh telah bersatu dengan jasad, muncullah daya ofensif (syahwat) yang berfungsi menarik segala hal yang bermanfaat, menyenangkan, atau mengenyangkan. Allaah berfirman:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap syahwat (apa-apa yang diinginkan), berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. (QS. Aali Imran: 14)

Jadi, Allaah sendiri yang menanamkan pada diri manusia daya ofensif (syahwat) sehingga manusia tertarik pada perempuan, anak-anak, atau harta benda yanh berupa emas, perak, tunggangan, ternak, sawah, atau ladang. Jadi syahwat adalah ketertarikan manusia atas berbagai kenikmatan dunia.

Mengapa Allaah menanamkan syahwat? Agar manusia bisa bertahan hidup dan melanjutkan keturunan.

Syahwat terhadap perempuan dan kecintaan anak-anak yang membuat generasi baru terlahir setiap saat. Dan syahwat terhadap harta benda membuat manusia bekerja dan berusaha. Allaah telah mengizinkan manusia mendapatkannya, selama berada di atas jalur yang halal, dan tidak membuatnya lalai dari urusan akhirat.

Bersamaan dengan itu, Allaah juga menanamkan pada diri manusia kecenderungan untuk berbuat fujur (keburukan), sebagaimana firman-Nya:

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا

maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, (QS. Asy-Syams: 8 )

Kecenderungan untuk berbuat fujur diistilahkan Al-Hawa (Hawa Nafsu; hawa = kecenderungan, nafsu = jiwa). Secara bahasa, hawa artinya kecenderungan jiwa, bisa terhadap sesuatu yang baik, bisa terhadap sesuatu yang buruk. Namun, secara istilah, hawa artinya adalah kecenderungan jiwa manusia yang menyelisihi kebenaran.

Karena sifatnya selalu menyelisihi kebenaran, maka hawa diperintahkan untui dicegah dan dilawan. Bahkan, Allaah menjanjikan surga bagi siapa saja yang sanggup menahan tarikan hawa:

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya,

فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ

maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya). (An-Naziat: 40-41)

Jadi, ada sedikit perbedaan antara syahwat dan hawa. Syahwat digambarkan sebagai daya ofensif atau dorongan dalam diri manusia terhadap hal-hal yang disukainya. Sedangkan hawa merupakan dorongan yang selalu menyelisihi kebenaran.

Saat syahwat telah dikuasai hawa, maka tidak ada yang tersisa kecuali keburukan. Karenanya, syahwa mesti dikendalikan agar senantiasa berada di atas tracknya. Yakni menyalurkannya pada tempat-tempat yang halal.

Bila syahwat mulai mendorong kita untuk makan dengan memunculkan rasa lapar, maka makanlah makanan yang halal. Bila syahwat mulai mendorong kita untuk mencintai harta dunia, maka carilah jalan-jalan yang halal. Bila syahwat mendorong kita untuk berhasrat kepada wanita, maka salurkanlah keinginan tersebut hanya pada yang halal.

Demikianlah tugas kita, senantiasa mencegah diri dari dorongan hawa, serta mengendalikan syahwat agar ia tidak keluar dari track kebenaran. Siapa yang bisa menahan hawa dalam dirinya dan berhasil mengendalikan syahwatnya hanya pada yang halal, maka jaminannya surga.

Untuk itu, kita mesti bisa melatih jiwa dengan sabar agar tidak terbiasa menuruti hawa. Kita mesti bisa melatih jiwa untuk mengendalikan syahwat. Jangan sampai syahwat dikendalikan oleh hawa yang pada akhirnya ia mencari apa yang disukai tanpa menimbang mana baik mana buruk, mana benar mana salah.

Wallaahu a'lam.

Laili Al-Fadhli
14 jam ·

Sumber : https://www.facebook.com/alfadhli87/posts/1655691304559370?__tn__=K-R

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.