Ternyata, Zakat Fitrah Dengan Uang Boleh Menurut Madzhab Syafi’i

Ternyata, Zakat Fitrah Dengan Uang Boleh Menurut Madzhab Syafi’i - Kajian Medina
TERNYATA, ZAKAT FITRAH DENGAN UANG BOLEH MENURUT MADZHAB SYAFI’I !

Ternyata, zakat fitrah dengan uang dibolehkan oleh seorang ulama besar madzhab Syafi’iyyah yang bernama Imam Abdul Wahid bin Ahmad bin Muhammad Abul Mahasin Ar-Ruyani, yang lebih dikenal dengan imam Ar-Ruyani. Beliau adalah salah satu ashabul wujuh (salah seorang ulama besar madzhab Syafi’i) yang diperhitungkan akan pendapat-pendapatnya. Beliau salah satu pakar dalam madzhab Syafi’i. Sampai-sampai beliau mengatakan :

لَوْ أُحْرِقَتْ كُتُبُ الشَّافِعِيِّ لَأَمْلَيْتُهَا مِنْ حِفْظِيْ

“Seandainya kitab-kitab imam Syafi’i dibakar, sungguh aku akan diktekan semuanya dari hafalanku.”

Maka tidak heran, jika beliau dijuluki dengan “Imam Syafi’i nya zaman itu”. Menurut imam Ibnu Katsir (w. 774 H), beliau memiliki beberapa pendapat yang sedikit berbeda dengan pendapat yang masyhur di madzhabnya. Salah satunya, beliau “membolehkan” zakat fitrah dikeluarkan dalam bentuk uang sebagaimana madzhab Hanafi. Perhatikan, beliau tidak menyuruh untuk taqlid ke Imam Abu Hanifah,lho, ya. Tapi beliau “membolehkan” untuk zakat fitrah dengan uang. Artinya, beliau sebagai ulama madzhab Syafi’i berijtihad sendiri dalam masalah ini, bukan taqlid ke Abu Hanifah.

Dengan demikian, cara perhitungan dan jenis makanannya mengikuti madzhab Syafi’i ( 2,5 kg beras X harga beras per kilogram). Kalau misal harga beras per kilogram : Rp 12.000,00, maka kadar zakat yang harus dikeluarkan per orang adalah : 2,5 kg X 12.000,00 : 30.000,00.

Jadi, amaliah umat muslim yang memilih untuk membayar zakat fitrah dengan uang dengan cara perhitungan yang telah berjalan selama ini, sudah sesuai dengan madzhab Syafi’i, setidaknya menurut pendapat Imam Ar-Ruyani sebagai salah satu ulama besar di madzhab ini. Oleh karenanya, tidak perlu lagi untuk pindah ke madzhab Hanafi atau talfiq (mencampurkan) madzhab antara Syafi’i dengan Hanafi.

Sebagai pelajaran, jika kita mendapatkan amaliah kaum muslimin di Indonesia khususnya, yang telah berjalan puluhan atau bahkan ratusan tahun sekilas bertentangan dengan madzhab Syafi’i atau tidak ada dalilnya, jangan sampai kita gegabah untuk menyalahkannya apalagi sampai mengatakan tidak sah. Besar kemungkinan mereka punya sandaran dalil ataupun pendapat ulama dalam masalah tersebut, hanya saja mungkin kita yang belum tahu akan ilmunya.

Karakter muslimin di Indonesia itu polos, tidak akan berani macam-mcam tanpa punya sandaran kepada ulama. Dan kita harus sadar, bahwa apa yang belum kita ketahui masih lebih banyak dari apa yang sudah kita ketahui.

Demikian, semoga bermanfaat untuk kita semua. Wallahu a’lam bish shawab.

_@Abdullah Al-Jirani

-------
*Isyarat referensi kami dapatkan dari ust. Imaduddin Utsman. Adapun teks Arabnya, beserta juz, no halaman, serta cetakan kitab yang dipakai, dari usaha kami sendiri (penulis).

Abdullah Al Jirani
19 Mei 2020·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.