Zakat Fitrah Pakai Beras Atau Uang?

Zakat Fitrah Pakai Beras Atau Uang? - Kajian Medina
ZAKAT FITRAH PAKAI BERAS ATAU UANG ?
[BERSIKAP BIJAK DALAM MENGHADAPI PERBEDAAN PENDAPAT]

Pada asalnya, zakat fitrah ditunaikan berwujud makanan pokok. Kalau di Indonesia berupa beras. Dan ini lebih utama. Ini secara umum merupakan pendapat dari Jumhur (mayoritas) ulama, yaitu Madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Jika dikeluarkan uang, maka menurut mereka tidak sah. Kami katakan secara umum, karena jika diteliti, masing-masing madzhab tersebut masih ada silang pendapat. Dimana sebagian ulama dari ketiganya ada yang membolehkan zakat fitrah dengan uang. Mereka berasalan bahwa Nabi ﷺ dalam haditsnya menyebutkan jika zakat fitrah berupa makanan.

Adapun menurut madzhab Hanafi, zakat fitrah boleh dikeluarkan berwujud makanan pokok ataupun uang. Tapi jika dikeluarkan uang maka lebih utama. Pendapat yang membolehkan berupa uang, tidak hanya pendapat madzhab Hanafi saja, tapi juga sejumlah ulama, diantara mereka adalah : Hasan Al-Bashri, Sufyan Ats-Tsauri, Al-Bukhari, IBNU TAIMIYYAH (ketika ada hajat), Abu Ishaq As-Sabi’i, Ibnul Qosim dari mazhab Maliki, Ar-Ruyani dari madzhab Syafi’i, khalifah Umar bin Abdul Aziz, Ishaq bin Rahawaih, dan sejumlah ulama Malikiyyah (Ibnu Habib, Ibnu Abi Hazim, Ibnu Dinar), dan yang lainnya. Mereka berasalan bahwa inti dari tujuan zakat fitrah itu adalah memberi kecukupan kepada fakir miskin. Itu bisa terealisasi dengan makanan ataupun uang. Penyebutan makanan di situ tidak sebagai pembatasan, tapi hanya menyebutkan salah satu solusi saja.

Dengan demikian, zakat fitrah dengan beras boleh dan sah, dan ini (menurut kami pribadi) secara asal lebih utama. Adapun zakat fitrah dengan uang juga boleh dan sah. Oleh karena itu, hendaknya para panitia zakat atau amil zakat bisa lebih hikmah dalam menghadapi masyarakat muslim yang ingin berzakat fitrah. Tidak perlu membatasi hanya dengan beras saja dan menolak zakat dengan uang. Karena masalah ini masuk dalam katagori masalah khilafiyyah ijtihadiyyah. Hendaknya kita bisa bersikap hikmah dengan berlapang terhadap perbedaan pendapat yang ada, serta bisa merangkul semuanya. Toh perbedaan pendapat di sini termasuk khilaf mu’tabar (perbedaan pendapat yang diperhitungkan). Masing-masing punya dalil, argument yang kuat, serta ulama Salaf yang dijadikan sandaran.

Pemerintah pun lewat kementrian agama, MUI, dan BAZNAS juga membuka lebar dan menerima dua pendapat ini. Boleh dengan beras, dan boleh dengan uang. Demikianjuga ormas-ormas besar Islam, seperti Muhammadiyyah, NU, Persis, Dewan Dakwah, dan yang lainnya. Hal ini dilakukan dengan harapan kegaduah ataupun perselisihan pendapat dalam masalah ini dapat diminimalisir. Persatuan umat muslim lebih besar dibandingkan dengan perbedaan pendapat dalam masalah ini. Semoga Allah menerima amal shalih kita sekalian. Amin. Alhamdulillah Rabbil ‘alamin.

_@Abdullah Al-Jirani

****
Abdullah Al Jirani
21 Mei 2020

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.