Zakat Fitrah Pakai Uang, Haruskah Perhitungannya Ikut Madzhab Hanafi?

Zakat Fitrah Pakai Uang, Haruskah Perhitungannya Ikut Madzhab Hanafi? - Kajian Medina
ZAKAT FITRAH PAKAI UANG, HARUSKAH PERHITUNGANNYA IKUT MADZHAB HANAFI ?

Oleh : Abdullah Al Jirani

Pembayaran zakat fitrah dengan uang yang berjalan di masyarakat kita, menggunakan ukuran sha’ dan jenis bahan makanan menurut madzhab Syafi’i, bukan Hanafi. Misal harga beras per kilo Rp 12.000,00, maka zakat fitrahnya sebesar : 2,5 kg x 12.000 = Rp 30.000,-. Besarnya nominal zakat tiap daerah mungkin berbeda sesuai perbedaan harga beras. Berarti, cara seperti ini mengikuti madzhab Hanafi dari sisi bolehnya zakat fitrah dengan uang, tapi perhitungannya ikut madzhab Syafi’i.

Menurut hemat kami, pembayaran zakat dalam wujud uang dengan metode perhitungan seperti ini sudah sah secara syari’at dengan beberapa alasan, diantaranya :

(1). Dalam perhitungan di atas terjadi talfiq (mencampurkan dua pendapat dari madzhab yang berbeda dalam satu amalan). Tapi talfiq sendiri tidak mutlak dilarang, ada yang dibolehkan dan ada yang dilarang. Bahkan dalam internal madzhab Syafi’i sendiri juga ada pendapat yang membolehkan. Syaikh Muhammad bin Abdul Adzim Ar-Rumi Al-Hanafi (w.1061 H) menyatakan :

فقد تلخص من الْمَنْقُول عَن الْأَئِمَّة أَن التلفيق جَائِز وَهُوَ الصَّحِيح كَمَا صرح بِهِ فِي مَذْهَب الشَّافِعِيَّة أَن التلفيق عِنْدهم أَيْضا جَائِز

“Dapat disimpulkan dari berbagai keterangan yang sudah dinukil dari para imam, sesungguhnya talfiq diperbolehkan. Ini merupakan pendapat yang shahih sebagaimana dijelaskan hal tersebut dalam madzhab Syafi’iyyah, sesungguhnya talfiq diperbolehkan juga menurut mereka.” [Al-Qulu As-Sadid, hlm. 113 ].

Dalam Hasyiyah Ad-Dusuqi ‘ala Asy-Syarhil Kabir (1/20) disebutkan :

وَبِالْجُمْلَةِ فَفِي التَّلْفِيقِ فِي الْعِبَادَةِ الْوَاحِدَةِ مِنْ مَذْهَبَيْنِ طَرِيقَتَانِ: الْمَنْعُ وَهُوَ طَرِيقَةُ الْمَصَارِوَةِ وَالْجَوَازُ وَهُوَ طَرِيقَةُ الْمَغَارِبَةِ وَرُجِّحَتْ.

“Secara global, dalam masalah talfiq di dalam satu ibadah dari dua madzhab ada dua metode, (pertama) dilarang, dan ini metode almashariwah. Dan (kedua) boleh, ini metode dari Al-Magharibah, dan ini yang dikuatkan.”

(2). Pembayaran zakat dengan cara seperti ini, merupakan amaliah mayoritas (kalau tidak dikatakan semuanya) umat muslim di Indonesia sejak puluhan tahun bahkan mungkin lebih tanpa ada pengingkaran dari para ahli fiqh di zaman itu. Jikalau memang tidak sah, tentu para fuqaha di zaman itu akan bangkit untuk menjelaskannya. Diamnya para fuqaha di dalam kondisi yang seperti ini dalam kurun waktu yang panjang(puluhan tahun bahkan lebih), menjadi satu indikasi kuat bahwa mereka menyetujuinya. Sebagaimana dalam pelajaran ushul fiqh, bahwa ijma sukuti itu hujjah di sisi jumhur ulama. (walaupun di sini bukan ijma sukuti, tapi mirip dari sisi esensi masalahnya).

(3). Mayoritas Lembaga-lembaga fatwa yang ada di dunia Islam juga memakai metode ini, seperti Darul Ifta’ Al-Mishriyyah, Al-Majma Al-Fiqh –Mekah, Darul Ifta’ – Jordan, dan yang lainnya. Dalam fatwanya, Darul Ifta’ – Jordan menyatakan :

ويجوز إخراج الرز أيضا لأنه من القوت الغالب في البلد كما يجوز إخراج قيمة ال(2,5) كغم من الرز أو القمح نقدا

“Dan boleh juga untuk mengeluarkan beras (sebagai zakat fitrah) karena merupakan makanan pokok keumumuman berbagai negara. Sebagaimana juga dibolehkan untuk mengeluarkan nilai dari zakat (2,5 kg) dari beras ataupun gandum berupa uang.”

Perlu untuk diketahui, bahwa secara umum Darul Ifta’ – Jordan membangun berbagai fatwanya di atas madzhab Imam Asy-Syafi’i. Silahkan baca juga fatwa dari Darul Ifta’ Al-Mishriyyah (yang juga bermadzhab Syafi’i) dalam masalah ini.

(4). Penyataan tidak sah terhadap cara pembayaran zakat fitrah di atas, akan mengakibatkan jatuhnya vonis tidak sah terhadap zakat fitrah yang dilakukan oleh jutaan umat muslim di Indonesia. Ini bukan masalah kecil. Dalam praduga kami, pihak yang mengharuskan zakat fitrah dengan uang harus mengikut ukuran dan jenis makanan di dalam madzhab Hanafi tidak akan berani menyatakan tidak sah. jika praduga kami ini benar, berarti mereka sendiri tidak konsisten. Karena kalau konsisten, harusnya berani untuk menyatakan tidak sah.

(5). Pihak yang mengharuskan mengikuti madhzab Hanafi dalam hal ukuran dan jenis makanan jika akan berzakat fitrah dengan uang, dalam praduga kuat kami, mereka tidak akan konsisten untuk melaksanakan kaidah ini di masalah yang lain (jika mau jujur). Biasanya, orang yang menolak talfiq secara mutlak, dia akan jatuh ke dalam talfiq tanpa sadar. Sebagaimana orang yang menolak qiyas, dia akan jatuh dalam qiyas.

(6). Jika harus mengkuti cara perhitungan dan jenis makanan dalam madzhab Hanafi, maka jumlahnya akan besar sekali. Misal pakai gandum, hasilnya : RP 478.000,- per orang. Padahal zakat fitrah diwajibkan kepada orang kaya ataupun miskin. Tentu ini tidak sesuai dengan maqashid syari’ah.

(7). Pehitungan zakat fitrah dengan uang sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan keputusan resmi dari pemerintah lewat kementrian agama Republik Indonesia dan juga BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional). Kementrian agama dan BAZNAS dalam memutuskan hal ini, tentunya tidak gegabah. Telah diperhitungkan secara matang dan dikaji dengan detail dan ilmiyyah dari berbagai sisi oleh para ahli. Apalagi memutuskan masalah penting dan menyangkut ibadah umat muslim di Indonesia yang jumlahnya jutaan.

Dengan keterangan di atas, kami menghimbau masyarakat muslimin tidak usah bingung dalam menunaikan zakat. Ikuti saja keputusan kementrian agama RI dan juga BAZNAS. Insya Allah sudah sah dan sesuai dengan syari’at. Tapi jika ada yang mau menunaikan zakat fitrah dengan uang sesuai dengan perhitungan madzhab Hanafi, silahkan saja. Tapi kami pribadi ikut pemerintah dan amaliah mayoritas muslimin di Indonesia. Ikut yang masyhur-masyhur saja. Simpel, praktis, realistis dan tidak ruwet. Wallahu a’lam bish shawab

****
(Maaf, tidak menerima perdebatan. Budayakan sikap saling menghormati dalam masalah khilafiyyah ijtihadiyyah.Terima kasih)

Abdullah Al Jirani
18 Mei 2020· 

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.