“Kita menang!”, entah siapa yg pertama kali mengeluarkan ‘quick count’ ini. Tahu-tahu pasukan pemanah di atas bukit Ainain ini pun mulai ‘baper’. Mereka turun meninggalkan posisinya. Entah sekedar memastikan kemenangan pasukan Muslim atau faktor keduniaan.
Padahal jelas komando Jenderal sekaligus Panglima perang Sayyiduna Rasulullah Muhammad saw kepada 50 orang pasukan pemanah di bawah kendali Abdullah bin Zubair ra ini: “Jangan sekali-kali meninggalkan barisan! Jika kami menang, jangan datang. Jika kami kalah, jangan pula menolong!”
Namun, apalah daya. Sebagian besar pasukan pemanah telah turun meninggalkan posisinya di bukit Ainain. Abdullah bin Zubair sudah mengingatkan. Tapi, euforia ini mengalahkan akal sehat.
Pasukan kaum Muslimin pun malah dikepung jadinya. Pertahanan di bukit Ainain tiada. Pasukan kavaleri Khalid bin Walid (pada saat beliau belum memeluk Islam) menyerang dari belakang.
Quick response dari pasukan pemanah atas quick count bahwa perang telah dimenangkan menjadi awal yg membahayakan.
Dalam kesempatan lain berhembus pula quick count kedua: “Rasulullah wafat!”.
Pasukan terkesima. Sebagian besar saling menatap.
“Kita kalah!”, entah siapa juga yg pertama kali mengatakan ini. Pasukan pun kemudian kehilangan semangatnya. Baper. Lunglai.
Dalam kondisi lunglai inilah, Abu Sufyan bersama Ikrimah binti Abu Jahal kemudian memerintahkan pasukannya menyerang membabi buta.
Padahal, Baginda Rasulullah saw baik-baik saja. Memang tak terlihat karena beliau turun dari kudanya.
Quick response atas quick count Rasulullah saw wafat kemudian membuat 700 pasukan Uhud mengalami kekalahan. Banyak yg kemudian syahid menghadap Allah ta’ala, termasuk paman Sang Baginda: Hamzah bin Abdul Muthalib ra.
Perang Uhud mengajarkan kita mengenai manajemen respon kita atas sebuah ‘kabar cepat’. Baper atas kemenangan hingga baper atas kekalahan.
Quick count itu melahirkan quick responses. Dan inilah psywar-nya. Ini berbahaya jika salah kita mensikapinya. Hanya sabar (keep calm, focus on target) yg menjadi sikap dasar yg harus dimiliki setiap pasukan dalam medan tempur. Terutama dalam menerima kabar ‘quick count’.
Sabar adalah amunisi paling utama. Betapa banyak kekalahan terjadi di berbagai medan tempur hanya karena ‘baperan’, kehilangan amunisi sabar.
Itulah kenapa Allah swt mengajarkan doa pada saat bertempur, yg doa ini pertama kali dipanjatkan oleh pasukan Thalut ketika berhadapan dengan Jalut, dalam Al Quran Surah Al Baqarah ayat 250, yg isinya adalah meminta amunisi sabar.
“Rabbana afrigh ‘alaina shabran wa tsabbit aqdama wan shurna ‘alal qaumil kafirin”.
That’s it! Hentikan baper! Keep strong! Keep calm! Stay FOCUS and pray!
Stay with me!
#AMI
#SelamatkanIndonesia
#LintasanPikiran
Azzam Mujahid Izzulhaq
3 jam ·
#Azzam Mujahid Izzulhaq