𝐌𝐚𝐧𝐡𝐚𝐣 𝐋𝐮𝐫𝐮𝐬 𝐉𝐚𝐦𝐢𝐧𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐦𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧?
Sebagaimana juga terjadi pada tahun-tahun yang telah lalu, ketika Kolonial Yahūdi Zionist menyerang rakyat Filisthin dengan keji sehingga banyak jatuh korban dari kaum Muslimīn Filisthin, maka gerombolan Neo Murji-ah Pendaku Salafiy pun langsung menyalahkan Hamas.
Gerombolan Neo Murji-ah Pendaku Salafiy menyalahkan Hamas karena melakukan perlawanan tanpa "manhaj yang benar" sehingga pasti akan kalah perang. Iya, karena bagi gerombolan Neo Murji-ah Pendaku Salafiy yang berafiliasi ke Sa‘ūdi itu, kemenangan hanya akan tercapai apabila peperangan dilakukan oleh pasukan yang 100% terdiri dari Muwahhidūn Salafiyyūn 24 Karat, sehingga mereka pun menyinyir kepada para Mujahiddīn di seluruh Dunia, baik dari Syām, Afghan, Rohingnya, Kashmir, Uyghur, dlsb, karena menganggap manhajnya para Mujahiddīn itu belum lurus.
❔ Maka muncul pertanyaan: memangnya kapan ya kelompok Salafiy afiliasi Sa‘ūdi itu menang perang? Bukankah raja terakhir Imāroh ad-Dir‘iyah I, ‘Abdullāh ibn Sa‘ud (cucu dari Muhammad ibn Sa‘ud), itu berhasil ditangkap oleh pasukan Kholīfah Turkiy ‘Utsmāniy yang dipimpin oleh Ibrōhīm ibn Muhammad ‘Āliy Pasha, lalu ia dibawa ke Istanbul, kemudiaan dieksekusi dengan dipenggal lalu kepalanya dijadikan sebagai proyektil meriam?
Pun ketika ‘Abdul-‘Azīz al-Sa‘ud berhasil mendirikan Kerajaan ‘Arab Sa‘ūdi yang sekarang dengan bantuan pasukan Ikhwān Salafiy, maka setelah berhasil mencapai tujuannya, ternyata Banī Sa’ud pun mengkhianati Ikhwān dan membantainya di perang Sabilla pada tahun 1929?
⁉ Jadi yang begitukah ‘aqīdah dan manhaj yang mereka gadang-gadang lurus itu…???
Maka tentunya akan menjadi pertanyaan, apakah kelurusan manhaj pasti menjadi jaminan kemenangan?
Untuk menjawabnya, biarkan catatan sejarah yang menjawab…
Coba saja lihat sejarah para Nabiyullōh عليهم السلام, maka kurang apa lurus dan kurang benar apa ‘aqīdahnya mereka? Akan tetapi Nabī Mūsā عليه الصلاة و السلام yang bergelar "Kalīmullōh" saja tidak diberikan kemenangan (untuk merebut Baytul Maqdis) pasca ditenggelamkannya Fir‘aun…
Coba lihat Ash-hābul-Ukhdud, maka kurang lurus apa ‘aqīdah mereka? Namun mereka gugur sebagai syuhadā’ di parit yang dibakar…
Atau Ash-hābul-Kahfi, maka kurang lurus apa ‘aqīdah mereka? Namun mereka sampai harus pergi meninggalkan kaumnya…
⚠ Gerombolan Neo Murji-ah Pendaku Salafiy itu lupa bahwa kemenangan itu bukanlah tujuan, akan tetapi kewajiban menegakkan perintah amar ma‘rūf nahyi munkar lah yang menjadi tugas hidup bagi setiap diri Muslim.
Kemenangan itu juga bukan berarti tanda ridhō dari Allōh ﷻ. Tidak, karena ridhō Allōh tidak ada hubungannya dengan kemenangan. Sebab sebagaimana orang Mu’min diberikan kemenangan, maka orang Kuffār pun diberikan kemenangan oleh Allōh ﷻ. Sebaliknya, sebagaimana orang Kuffār ditimpakan kekalahan, maka orang Mu’min pun juga ditimpakan kekalahan. Tidak kah mengambil pelajaran dari sejarah perang-perang Baginda Nabī ﷺ?
❗ Kata kuncinya adalah pahala itu ada para proses, BUKAN pada hasil.
Jadi kalau gerombolan Neo Murji-ah Pendaku Salafiy menyinyiri para Mujahiddīn, maka tak usah emosi, tapi katakan kepada mereka:
Kalau kalian terlalu pengecut untuk berjuang dan beralasan belum ada perintah Waliyyul-Amri, maka tak usah mengaku-ngaku dan merasa-merasa sebagai "singa yang tertahan sunnah", karena kalian hakikatnya hanyalah "hyenna lapar yang ngiler bangkai anak kambing cacat"!
Demikian.
نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ
#IsraelBinasa
Arsyad Syahrial
14 Mei 2021 pada 11.10 ·