Berbuat curang itu tidaklah gratis, karena ada konsekwensinya.
Perhatikanlah peringatan dari Robbul-‘Âlamîn Subhânahu wa Ta‘âlâ tentang orang-orang yang curang…
📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ:
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ ۞ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ ۞ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ ۞ أَلَا يَظُنُّ أُولَٰئِكَ أَنَّهُم مَّبْعُوثُونَ ۞ لِيَوْمٍ عَظِيمٍ ۞ يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ ۞ كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الْفُجَّارِ لَفِي سِجِّينٍ ۞ وَمَا أَدْرَاكَ مَا سِجِّينٌ ۞ كِتَابٌ مَّرْقُومٌ ۞ وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِينَ ۞ الَّذِينَ يُكَذِّبُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ ۞ وَمَا يُكَذِّبُ بِهِ إِلَّا كُلُّ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ ۞ إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ ۞ كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ ۞ كَلَّا إِنَّهُمْ عَن رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّمَحْجُوبُونَ ۞ ثُمَّ إِنَّهُمْ لَصَالُو الْجَحِيمِ ۞ ثُمَّ يُقَالُ هَٰذَا الَّذِي كُنتُم بِهِ تُكَذِّبُونَ
(arti) _“Amat sangat celaka orang-orang yang curang! (Yaitu) Orang-orang yang apabila menakar takaran dari orang lain (untuk dirinya), mereka minta dipenuhi, namun apabila mereka menakar untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang yang curang itu menyangka, bahwa sungguh-sungguh mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang sangat besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Robb Alam Semesta? Sekali-kali janganlah curang, karena sungguh-sungguh kitâb catatan ‘amal orang yang curang tersimpan dalam Sijjîn. (Wahai Muhammad,) Tahukah kamu apakah Sijjîn itu? (Sijjîn adalah) Kitâb yang bertuliskan (catatan segala ‘amal yang tersimpan rapi dan bernomor di Lauhul-Mahfuzh). Sungguh sangat celaka pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakannya, (yaitu) orang-orang yang mendustakan hari Pembalasan ‘Amal. Dan tidak ada yang mendustakan hari Pembalasan ‘Amal itu melainkan setiap orang yang durhaka lagi berdosa, yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, mereka malah berkata: "Itu hanyalah dongengan orang-orang yang terdahulu!". Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. Sekali-kali tidak (benar demikian), sungguh-sungguh mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Robb mereka. Kemudian, sungguh-sungguh mereka benar-benar masuk ke dalam Neraka. Kemudian, dikatakan (kepada mereka oleh para Malâ-ikat): "Inilah adzab yang dulu selalu kalian dustakan!"”_ [QS al-Muthoffifîn (83) ayat 1-17].
❗ Ini adalah ancaman akan adzab yang pedih oleh الله Subhânahu wa Ta‘âlâ terhadap orang-orang yang mencurangi hak orang lain, baik itu dalam bentuk timbangan, takaran, maupun hitungan. Catatan kejahatan orang-orang yang curang itu dicantumkan dalam Sijjîn, yaitu kitâb yang mencatat segala ‘amalan kecurangan mereka, kitâb yang diberi nomor dan tersimpan rapi di Lauhul-Mahfuzh. Mereka akan diadzab di Neraka Jahannam dengan adzab yang sangat keras.
Adapun perintah berlaku adil itu jelas di dalam al-Qur-ân.
📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ:
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ
(arti) _“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.”_ [QS al-An‘âm (6) ayat 152].
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
(arti) _“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”_ [QS al-Isrô’ (17) ayat 35].
وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ
(arti) _“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi timbangan itu!”_ [QS ar-Rohmân (55) ayat 9].
Kaum yang curang itu pernah diadzab dengan sangat keras di Dunia oleh الله, yaitu sebagaimana kisah kaumnya Nabî Syu‘ayb عليه السلام.
📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ mengisahkan:
وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ قَدْ جَاءَتْكُم بَيِّنَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ ۖ فَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
(arti) _“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’ayb. Ia (Syu‘ayb) berkata: "Wahai kaumku, ‘ibâdahilah Allôh, sekali-kali tiada sesembahan bagi kalian selain dari-Nya. Sungguh-sungguh telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Robb-mu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka Bumi sesudah Robb-mu memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman!"”_ [QS al-A‘rôf (7) ayat 85].
وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
(arti) _“Dan (Syu‘ayb) berkata: "Wahai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka, dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka Bumi dengan membuat kerusakan."”_ [QS Hûd (11) ayat 85].
Tetapi, penduduk Madyan itu nekad, mereka tidak mengindahkan nasihat dari Nabî Syu‘ayb عليه السلام, malah mengikuti pemimpin-pemimpin mereka yang tukang berbuat curang, kemudian malah ikut-ikutan berbuat kecurangan.
📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ mengisahkan:
وَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن قَوْمِهِ لَئِنِ اتَّبَعْتُمْ شُعَيْبًا إِنَّكُمْ إِذًا لَّخَاسِرُونَ ۞ فَأَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دَارِهِمْ جَاثِمِينَ ۞ الَّذِينَ كَذَّبُوا شُعَيْبًا كَأَن لَّمْ يَغْنَوْا فِيهَا ۚ الَّذِينَ كَذَّبُوا شُعَيْبًا كَانُوا هُمُ الْخَاسِرِينَ
(arti) _“Pemuka-pemuka kaum Syu‘ayb yang kâfir berkata (kepada sesamanya): "Sungguh apabila kamu mengikuti Syu‘ayb, tentu kamu jika berbuat demikian (jadi) orang-orang yang merugi!". Kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka, (yaitu) orang-orang yang mendustakan Syu‘ayb seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota itu (menjadi kota mati). Orang-orang yang mendustakan Syu‘ayb mereka itulah orang-orang yang merugi!”_ [QS al-A‘rôf (7) ayat 90-92].
☠ Berbuat licik lagi curang dengan mengurangi takaran, timbangan, dan hitungan itu bisa mengundang adzab yang sangat mengerikan di Dunia… yaitu gempa yang dahsyat.
Bahkan di dalam sebuah hadîts shohîh yang diriwayatkan oleh Imâm Ibnu Mâjah…
📌 Kata Baginda Nabî ﷺ:
يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ … وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَؤُنَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ
(arti) _“Wahai kaum Muhâjirîn, ada lima hal yang kalian akan diuji atasnya, dan saya berlindung kepada Allôh semoga kalian tidak menemui zaman itu … Tidaklah mereka mencurangi timbangan dan takaran melainkan mereka akan dilanda paceklik dan krisis ekonomi, dan penindasan oleh penguasa.” [HR Ibnu Mâjah no 4019; al-Hâkim, al-Mustadrok IV/549 no 8536].
☠ Kecurangan dalam timbangan, takaran, maupun penghitungan itu akan mengundang adzab dari الله berupa paceklik, krisis ekonomi, dan penindasan oleh penguasa.
Orang-orang yang curang itu sangat merusak, mereka berbuat kerusakan di atas Bumi, sehingga dikeluarkan oleh Baginda Nabî ﷺ dari ummat Beliau.
📌 Kata Baginda Nabî ﷺ:
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
(arti) _“Siapa saja yang mencurangi kami, bukanlah termasuk dari golongan kami.”_ [HR Muslim no 101; Ibnu Mâjah no 2225; Ahmad no 9027].
☠ Orang yang curang itu dikeluarkan oleh Baginda Nabî dari ummatnya sekalipun ia terlihat rajin sholât, sering mempertontonkan jadi imâm sholât di mana-mana, mengaku-ngaku rajin puasa Senin-Khamis, atau bahkan di‘ulamâ’kan sekalipun. Tetapi merekan tidak diakui oleh Baginda Nabî ﷺ sebagai ummatnya apabila tukang berbuat curang!
❓ Bagaimana dengan penguasa yang curang?
Ini bahkan lebih-lebih ngeri lagi…!
📌 Kata Baginda Nabî ﷺ:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
(arti) _“Tidaklah seorang hamba yang Allôh berikan beban kepemimpinan atas orang lain, lalu ia mati dalam keadaan berbuat curang terhadap orang-orang yang dipimpinnya, melainkan Allôh akan mengharômkan atasnya Syurga!”_ [HR Muslim no 142; ad-Dârimî no 2838].
Bahkan, ia tidak akan diacuhkan oleh الله dan tidak akan disucikan dari dosa-dosanya!
📌 Kata Baginda Nabî ﷺ:
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ شَيْخٌ زَانٍ وَمَلِكٌ كَذَّابٌ وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ
(arti) _“Tiga orang yang Allôh tidak mau berbicara dengan mereka pada hari Qiyâmat kelak. (Allôh) Tidak sudi memandang muka mereka, (Allôh) tidak akan membersihkan mereka daripada dosa, dan bagi mereka disiapkan adzab yang sangat pedih. (Mereka adalah: ) Orang tua yang berzina, penguasa yang tukang dusta, dan orang miskin yang takabur.”_ [HR Muslim no 107; an-Nasâ-î no 2575; Ahmad no 9837].
Pemimpin yang naik dengan kecurangan itu sebenarnya akibatnya sangat-sangat buruk, bukan hanya bagi dirinya dan kelompoknya saja, akan tetapi bagi keseluruhan rakyat negeri tersebut.
Mengapa?
☠ Karena manusia akan sangat membenci orang culas yang tukang berbuat kecurangan, manusia tidak mau bergaul dengannya. Perbuatan curang merupakan perbuatan khianat kepada ummat dan sikap menyia-nyiakan amanah, dan melemahkan kepercayaan manusia kepadanya. Manusia akan selalu menaruh kecurigaan kepadanya, tidak mempercayainya. Legitimasi si penguasa itu sangat rendah, maka tak heran ia akan diremehkan, dilecehkan, bahkan sangat dibenci karena kecurangannya itu. Sebab, curang itu adalah salah satu tanda-tanda dari kemunâfiqkan, sedangkan orang munâfiq itu secara fithroh dibenci oleh manusia.
📌 Kata Baginda Nabî ﷺ:
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
(arti) _“Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munâfiq tulen. Jika ia memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunâfiqkan sampai ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu: ⑴ apabila diberi amanah, berkhianat; ⑵ apabila berbicara, berdusta; ⑶ apabila membuat perjanjian, tidak ditepati, dan ⑷ jika berselisih, ia akan berbuat fajir (curang / jahat).”_ [HR al-Bukhôrî no 34, 2459, 3178; Muslim no 58; Abû Dâwud no 4688; at-Tirmidzî no 2632; an-Nasâ-î no 5020; Ahmad no 6479].
Terakhir…
❓ Bagaimana dengan orang-orang yang bebal yang kekeuh mendukung penguasa yang naik dengan curang, bahkan ikut-ikutan dalam kecurangannya itu?
📌 Kata Baginda Nabî ﷺ:
إِنَّهُ سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ بَعْدِي أُمَرَاءٌ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهمْ ، فَلَيْسُ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ ، وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ حَوْضِي ، وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ ، فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَسَيَرِدُ عَلَيَّ الْحَوْضَ
“Akan ada setelahku nanti para pemimpin yang tukang dusta. Siapa saja yang datang kepada mereka lalu membenarkan (menyetujui) kedustaan mereka dan mendukung kezhôliman mereka, maka dia bukan termasuk dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan dia takkan bisa mendatangi al-Hawdh (telaga)ku, dan siapa saja yang tidak datang kepada mereka (penguasa tukang dusta) itu, dan tidak membenarkan kedustaan mereka, dan (juga) tidak mendukung kezhôliman mereka, maka dia adalah bagian dari golonganku, dan aku adalah dari golongannya, dan ia akan mendatangi al-Hawdh ku.” [HR at-Tirmidzî no 2259; an-Nasâ-î no 4208; Ahmad no 17424].
Jadi…
☠ Mendukung dan membela penguasa tukang dusta yang naik dengan kecurangan dan kedustaan itu tidak pernah gratisan juga, karena akan tertolak dari menjadi bagian ummat Baginda Nabî dan diusir dari mendekati al-Hawdh.
❤ Kita berdo'a:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ
{allôhummaghfirlanâ wa lilmu’minîna wal-mu’minâti wal-muslimîna wal-muslimâti wa allif bayna qulûbihim wa ashlih dzâta baynihim wan-shurhum ‘alâ ‘aduwwika wa ‘aduwwihim}
(arti) "Wahai Allôh, ampunilah kami, kaum mu’minîn dan mu’minât, muslimîn dan muslimât, persatukanlah hati-hati mereka, perbaikilah hubungan di antara mereka, dan menangkanlah mereka atas musuh-Mu dan musuh mereka."
Arsyad Syahrial
5 jam ·
#Arsyad Syahrial