Benarkah Membaca Ta'awudz Ketika Berdalil Tidak Ada Salafnya?

Benarkah Membaca Ta'awudz Ketika Berdalil Tidak Ada Salafnya? - Kajian Medina
BENARKAH MEMBACA TA’AWUDZ KETIKA BERDALIL TIDAK ADA SALAFNYA ?

****
Beberapa kali saya mendengar sebuah pernyataan : “Bahwa ketika seorang istidlal (berdalil) dengan menyebutkan ayat dari Al-Qur’an, tidak disyari’atkan untuk mengawali dengan ta’awudz dan basmalah, karena tidak ada contohnya dari salaf (katanya).” Benarkah demikian ? Menurut saya, peryataan ini tidak tepat dan terkesan terburu-buru. Mari kita buktikan !

Telah diceritakan oleh Imam Al-Muzani dan Ar-Rabi’ bin Sulaiman –rahimahumallahu- : “Dulu, di suatu hari kami pernah duduk di samping Asy-Syafi’i. Tiba-tiba datanglah seorang syaikh lalu berkata : “Boleh aku bertanya ?” Asy-Syafi’i menjawab : “Silahkan bertanya.” Syaikh : “Apa hujjah (dalil ) dalam agama Allah ?”Asy-Syafi’i : “Kitabullah (Al-Qur’an)”.Syaikh : ”Apa lagi ?”Asy-Syafi’i : “Sunnah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-“Syaikh : “Apa lagi ?”Asy-Syafi’i : “Kesepakatan ulama’ umat.” Syaikh : “Dari mana anda menyatakan kesepakatan ulama’ umat ? dari kitabullah (Al-Qur’an) ?” Asy-Syafi’i sempat merenung beberapa saat. Syaikh : “Anda saya beri waktu tiga hari untuk menjawab.” Maka berubahlah warna muka imam Asy-Syafi’i (karena marah), lalu beliau pergi dan tidak keluar selama beberapa hari. Beliau keluar pada hari yang ketiga. syaikh-pun bergegas mendatangi beliau lalu mengucapkan salam dan duduk. Syaikh : “Aku datang untuk kebutuhanku (mendengar jawaban anda untuk pertanyaanku kemarin).” Maka Imam Asy-Syafi’i berkata :

نَعَمْ أَعُوذ بِاَللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: (وَمَنْ يُشاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَساءَتْ مَصِيراً ) . لَا يُصْلِيهِ جَهَنَّمَ عَلَى خِلَافِ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ، إلَّا وَهُوَ فَرْضٌ

“Ya, A’UDZUBILLAHIMINASY-SYAITHANIR-RAJIM BISMILLAHIR-RAHMANIR-RAHIM (Aku berlindung kepada Allah dari syetan yang terkutuk, dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Allah berfirman : “Barang siapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang yang beriman, Kami (Allah) biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami (Allah) masukkan ia ke dalam Neraka Jahanam dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.”[QS. An-Nisa’ : 115]. Tidak akan masuk Neraka Jahanam karena menyelisihi jalan orang-orang beriman kecuali hal itu (mengikuti jalan itu) merupakan perkara yang wajib.”

Syaikh : “Anda benar !”
Lalu syaikh tersebut berdiri kemudian pergi. Setelah itu imam Asy-Syafi’i berkata : “Aku membaca Al-Qur’an sehari semalam sebanyak tiga kali (tamat) sampai akhirnya aku berhenti pada ayat tersebut (An-Nisa’ : 115).” [Referensi : Ahkamul Qur’an Li Syafi’i yang dikumpulkan oleh Imam Al-Baihaqi –rahimahullah- (wafat : 458 H) juz : II halaman : 39-40 – Maktabah Al-Khanaji, Kairo – Mesir cetakan ke 2 tahun 1414 H].

Sisi pendalilan : Saat imam Asy-Syafi’i menyebutkan dalil bahwa ijma’ termasuk sumbur hukum Islam dari surat An-Nasa’ aya 115, beliau mengawali dengan “Ta’awudz” dan “Basmalah”. Dugaan kuat kami, beliau mengamalkan hal ini, berdasarkan keumuman ayat yang menganjurkan untuk “ta’awudz” setiap akan membaca Al-Qur’an. Karena “berdalil”, juga termasuk “membaca”. Allah berfirman :

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Maka apabila kamu hendak membaca Al-Qur’an, berta’awudzlah (berlindunglah) kamu kepada Allah dari syetan yang terkutuk.”[QS. An-Nahl : 98].

Imam Al-Qurthubi –rahimahullah- (wafat : 671) berkata :

هَذَا الْأَمْرُ عَلَى النَّدْبِ فِي قَوْلِ الْجُمْهُورِ فِي كُلِّ قِرَاءَةٍ فِي غَيْرِ الصَّلَاةِ. وَاخْتَلَفُوا فِيهِ فِي الصَّلَاةِ...وَأَبُو حَنِيفَةَ وَالشَّافِعِيُّ يَتَعَوَّذَانِ فِي الرَّكْعَةِ الْأُولَى مِنَ الصَّلَاةِ وَيَرَيَانِ قِرَاءَةَ الصَّلَاةِ كُلِّهَا كَقِرَاءَةٍ وَاحِدَةٍ

“Perintah ini bersifat anjuran di dalam setiap bacaan (Al-Qur’an) di selain shalat menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama’). Mereka berselisih dalam masalah ini di dalam shalat....Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i berpendapat untuk berta’awudz di rekaat pertama dari shalat karena beliau berdua memandang bahwa bacaan shalat seluruhnya seperti satu bacaan.”[Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an : 1/86].

Kalimat “di dalam setiap bacaan Al-Qur’an”, sifatnya umum, meliputi “membaca” ataupun “istidal” (berdalil).karena intinya, keduanya termasuk dalam makna “qira’ah”. Walaupun mungkin penggunaan lafadz “ta’awudz” dalam istidlal (penyebutan dalil) tidak ada contohnya secara langsung dari nabi, akan tetapi amaliah ini telah ditunjukkan –secara umum- oleh Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 98. Karena dalil itu ada yang bersifat “langsung” dan ada yang bersifat “tidak langsung”. Terbukti, imam Asy-Syafi’i mengamalkannya. Jika semua amaliah harus ada contohnya dari nabi secara langsung, akan banyak amaliah yang akan divonis bid’ah, termasuk apa yang dilakukan oleh imam Asy-Syafi’i dalam hal ini.

Faidah lain, untuk menemukan dalil tentang ijma’ dari Al-Qur’an, imam Asy-Syafi’i butuh waktu tiga hari untuk menemukannya dengan cara membaca dan mentadaburi sebanyak tiga kali (tamat, 30 Juz) per hari. Berarti dalam kurun tiga hari beliau telah khatam sebanyak sembilan kali. Ini sangat berbeda dengan anak-anak zaman now yang begitu sok alim. Bisa menemukan dalil dalam hitungan menit dengan cara minta bantuan “mbah google” alias modal copy - paste, lalu digunakan untuk membantah berbagai artikel ilmiyyah. Padahal, artikel-artikel tersebut disusun dalam waktu berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan dengan mengumpulkan berbagai referensi serta mengeluarkan seluruh kemampuan ilmu alat yang dimiliki. Dimana penulisnya sudah kenyang makan asam garam dan pedihnya duduk bertahun-tahun di hadapan para ulama’. Wallahul musta’an.

Surakarta, 1 Safar 1440 H

Abdullah Al-Jirani
[Pembina dan pengasuh Lembaga Dakwah dan Bimbingan Islam LDBI “Darul Hikmah”, Solo – Indonesia]

Abdullah Al Jirani
41 menit ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.