1. Mengulil amrikan setiap penguasa yg mengaku Muslim, kendati ia terang2an membela kafirin, menyebarkan pluralisme agama, menolak berlakunya hukum-hukum Allah, membela agama syiah dan beraneka aliran sesat. Bagi murjiah kontemporer, siapapun penguasa asal ber-KTP muslim, wajib dicintai dan diberikan loyalitas secara mutlak.
2. Menerapkan al-wala' wal bara' berdasarkan kelompok dan afiliasi pengajian.
3. Menolak takfir muayyan secara mutlak kepada pelaku kekufuran akbar yg mengaku Muslim, meskipun kekafiran tersebut adalah terang benderang bagi siapapun, seperti kekafiran para penyembah Nyi Rara Kidul, penyembah kerbau kiai slamet, penyembah kuburan keramat, penyembah keris dll. Namun di saat bersamaan teramat gampang memvonis sesama Muslim sbg mubtadi'.
4. Tidak ada kecemburuan ketika hukum Allah dicampakkan. Mereka lbh marah ketika penguasanya yg berhukum dgn undang2 warisan kolonial dihina ketimbang Syariat Allah yg dicampakkan.
Pemahaman murjiah kontemporer berkembang pesat pasca Perang Teluk II tahun 1991 sbg reaksi atas menguatnya paham takfiri yg gemar mengkafirkan para penguasa Arab yg dinilai ikut membantu amerika dlm Perang Teluk II. Sayangnya, kaum mujikom itu kebablasan dlm membantah takfiriyyun sehingga mereka terjatuh pd kesalahan aqidah yg bisa jd lebih parah drpd kaum takfiriyyun.
Perdana Akhmad,S.Psi
22 September pukul 09.38 ·
#Perdana Ahmad Lakoni