Benarkah Ahlus-Sunnah Tak Boleh Mencoblos?

Benarkah Ahlus-Sunnah Tak Boleh Mencoblos?
*“Benarkah Ahlus-Sunnah Tak Boleh Mencoblos…?”*

Telah ma‘rûf fatwa dari ngustad-ngustadnya GPK Kokohiyyun bahwa Ahlus-Sunnah itu "dilarang (harôm) untuk mencoblos dalam pemilu". Alasannya adalah karena sistem pemerintahan yang ada saat ini adalah "demokrasi", sedangkan demokrasi itu adalah paham kufur → ini alasan yang betul, demokrasi memang sistem materialisme yang bâthil, bahkan potensial kufur.

Namun akibatnya jika mengikuti fatwa tersebut, maka kaum Muslimîn potensial takkan terwakili dalam sistem perpolitikan sehingga ujung-ujungnya potensial terzhôlimi.

Solusinya dari GPK Kokohiyyun itu sangat tidak "down to earth", karena mereka hanya bergerak di tataran teoritis seperti dengan alasan: "pemimpin itu adalah cerminan rakyatnya" sehingga apabila terpilih pemimpin buruk, maka itu adalah karena rakyatnya lah yang buruk. Jadi idenya adalah "ganti rakyat dulu" untuk dapat pemimpin yang baik, dan untuk sementara "cukup sabar walau punggung dicambuk dan harta digasak dan do'a-do'a saja".

Sebenarnya pendapat mereka itu sangat aneh, ketika mereka mengatakan bahwa demokrasi itu adalah sistem kufur, tetapi itu ngustad-ngustad GPK Kokohiyyun itu jelas-jelas kekeuh mengatakan bahwa Indonesia adalah "Negara Islâm", dan lebih anehnya lagi, pemimpin yang terpilih dengan sistem kufur tersebut dianggap sebagai "ulil amri yang syar‘i" sehingga menurut mereka wajib diberikan keta'atan mutlak tanpa reserve, di mana jika menolak mengulilamrikannya maka berarti khowârij yang bughôt.

Kontradiksi bukan? Katanya sistem negara sistem kufur, tetapi ini "Negara Islâm" (walau tak sempurna), dan lebih konyolnya lagi penguasa yang terpilih dengan sistem bâthil tetapi diulilamrikan secara syar‘i.

Namun biarkan itu dulu, insyâ’Allôh akan kita bahas di lain waktu, dan untuk saat ini kita kembali ke permasalahan larangan mereka untuk mencoblos dalam pemilu tersebut…

Akibat dari seruan ngustad-ngustad GPK Kokohiyyun tersebut untuk meninggalkan pemilu, maka GPK itu selalu menyinyir mengenai masalah mencoblos ini. Mereka seakan tak peduli apabila posisi pemerintahan diisi oleh siapapun juga (bahkan oleh orang kuffâr sekalipun!), asalkan yang berkuasa bukan muslim yang mereka tuduh "harokiyyîn".

Itu adalah sikap yang sungguh sangat konyol…!

❓ Maka marilah kita selidiki apakah memang benar sikap dari para ‘ulamâ’ itu adalah seperti yang fatwa dari Ngibaroinnyad GPK Kokohiyyun itu? Ataukah itu hanyalah halusinasi orang mabuk yang lagi mimpi sambil ileran di siang bolong?

Berikut ini adalah video fatwa dari Syaikh Dr Shôlih ibn Fauzân al-Fauzân حفظه الله, yang merupakan guru besar dan pakar ‘ilmu ‘aqidah dan fiqih, dan saat ini beliau adalah syaikh yang paling senior di ‘Arab Sa‘ûdi. Syaikh al-Fauzân حفظه الله adalah anggota dari "اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء" (al-Lajnah ad-Dâ-imah lil-Buhûts wal-Iftâ’) dan "مجلس هيئة كبار العلماء" (Majlis Ha-iah Kibâr al-‘Ulamâ’).

📍 Kata Syaikh Dr Shôlih ibn Fauzân al-Fauzân حفظه الله (terjemah bebas)…

===---===---===

Apabila kalian punya pengaruh untuk memperbaiki, di dalam mengemban amanah sebagai pejabat negara, maka masuklah untuk menjabat jabatan negara, dan lakukanlah perbaikan.

Sebagaimana kata Nabî Yûsuf kepada Aziz Mesir: "Jadikanlah aku sebagai bendaharawan negeri ini (Mesir), sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan."

Maka apabila kalian mempunyai peranan dalam perbaikan dan dalam rangka memberikan hidayah kepada manusia, maka masuklah kalian dalam jabatan negara, meskipun di dalam negara kâfir! Sebagaimana Nabî Yûsuf masuk dalam jabatan negara, sedangkan ia (negara Mesir) tidak berada di atas agamanya, untuk melakukan perbaikan. Dan itu tergantung pada niyat dan tujuan, serta hasilnya.

Apabila kalian mengetahui bahwa masuknya kalian itu lebih baik untuk kepentingan Ummat Islâm, maka masuklah ke dalam jabatan negara!

===---===---===

Adalah fakta bahwa di masa kini yang namanya jabatan pemerintahan itu adalah institusi legislatif (parlemen), institusi yudikatif (peradilan), dan eksekutif (instasi pemerintahan). Sedangkan untuk bisa masuk ke dalam ketiga institusi tersebut, maka harus sebagai élite politik, bukan?

Pada video itu sangat jelas Syaikh حفظه الله menyuruh untuk masuk ke pemerintahan, walau itu di negeri kâfir sekalipun!

Di mana fatwa Syaikh Fauzân حفظه الله itu dilandaskan pada firman الله Subhânahu wa Ta‘âlâ.

📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ:

قَالَ اجْعَلْنِي عَلَىٰ خَزَائِنِ الْأَرْضِ ۖ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ

(arti) _“Berkata (Yûsuf): 'Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir), karena sungguh aku ini adalah orang yang amanah lagi berpengetahuan. '”_ [QS Yûsuf (12) ayat 55].

⇛ Intinya, pemerintahan itu harus diisi oleh muslim yang amanah dan memiliki kemampuan, sekalipun pemerintahan saat itu bukanlah pemerintahan Islâm.

Begitulah fatwa ‘ulamâ’ kibâr yang punya gelar PhD, yang berkedudukan sangat terhormat dan diakui oleh para ‘ulamâ’ sedunia.

☠ Bukan sekedar waham dan igauan mimpi ileran di siang bolong dari mantan TKI yang sering mengaso di Masjid sambil mendengarkan ceramah masyaikh, lalu diaku-aku sebagai "murid besar" dari syaikh, atau dari seorang yang hanya belajar secara otodidak dengan membaca-baca buku di perpustakaan tanpa bimbingan dari guru, lalu digadang-gadang sebagai "ustâdz kibar" bahkan "‘ulamâ’" segala.

Sebagai tambahan, berikut fatwa dari beberapa syaikh tentang mencoblos dalam pemilu:
- Syaikh Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî رحمه الله – link: https://youtu.be/IlZLfQyrB4Y
- Syaikh Muhammad ibn Shôlih al-‘Utsaimîn رحمه الله – link: https://youtu.be/8Bf-p6bsWa8

Juga fatwa dari al-Lajnah ad-Dâ-imah lil-Buhûts wal-Iftâ’ tentang mengikuti mencoblos dalam pemilihan umum pada negara-negara yang tidak berhukum dengan Syari‘at – link: http://bit.ly/2IpA7Uw

❓ Maka pertanyaannya adalah: apakah masih mau merujuk masalah agama kepada GPK Kokohiyyun itu?

▪ IQ itu given, stupid itu pilihan.

Demikian, semoga dapat dipahami.

نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ

Sahabat Acad Syahrial

Sumber : https://www.facebook.com/sahabatacad/videos/183912798947559/

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.