Eksistensi Al-Quran
Prof. Thaha Jabir Ulwani menjelaskan dalam bukunya “Ma’alim fi al-Manhaj al-Qurani” bahwa Al-Quran memiliki dua eksistensi; eksistensi realitas eksternal yang terwujud dalam ayat-ayatnya mulai dari Al-Fatihah sampai An-Nas, dan eksistensi maknawi internal, yaitu makna terdapat di dalam ayat-ayat tersebut.
Sederhananya, Al-Quran memiliki dua sisi; sisi lahir dan sisi batin. Sisi lahir adalah ayat-ayat yang bisa dibaca dengan mudah oleh semua orang. Sementara sisi batin adalah makna dan pengertian yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut. Contoh sederhananya dalam kehidupan sehari-hari adalah lampu lalu lintas. Semua orang bisa melihat warna lampu-lampu tersebut (tentunya jika penglihatannya sehat). Itu sisi lahir. Sementara arti dan apa yang ditunjukkan oleh masing-masing lampu tersebut, inilah batin, dan tidak semua orang yang mengerti artinya dengan modal penglihatan yang sehat saja.
Untuk membaca sisi batin ini diperlukan kemampuan dan kompetensi tertentu. Proses pembacaan sisi batin inilah yang dikenal dengan tafsir.
Karena proses pembacaan ini dilakukan oleh manusia yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda (dari segi kepribadian, pendidikan, pola pikir dan sebagainya) maka setidaknya ada 3 bahaya (afat) pembacaan terhadap sisi lahir Al-Quran yang mesti dihindari:
Pertama: berpihak (tahayyuz), ketika seorang pembaca memiliki kecenderungan-kecenderungan tertentu sebelumnya lalu berusaha membaca Al-Quran berdasarkan kecenderungan tersebut. Maka pembacaan yang dilakukan sulit untuk objektif.
Kedua: pembacaan parsial (juz`iyyah), ketika seorang pembaca hanya membaca bagian-bagian yang ‘dibutuhkannya’ saja dan tidak mau berletih-letih mengkaji secara keseluruhan atau komprehensif.
Ketiga: pembacaan ideologis (mu`adlajah), ketika ayat-ayat Al-Quran dibaca sebagai justifikasi atau pembenaran dari ideologi pembaca, terlepas benar atau salahnya ideologi tersebut.
Semoga Allah merahmati Prof. Thaha Jabir atas karya-karya berharganya.
Yendri Junaidi
4 Desember 2020 pada 18.18 ·