Hari Ini Shalat Jumat Nggak Ya?

Hari Ini Shalat Jumat Nggak Ya? - Kajian Medina
Hari Ini Shalat Jum'at Nggak Ya?
by. Ahmad Sarwat, Lc.,MA

Ustadz, masuk era new normal ini banyak saya dapat postingan yang menyerukan kita mulai hari ini sudah wajib shalat Jumat di masjid. Sebab katanya MUI yang tadinya melarang, sekarang sudah mewajibkan.

Tapi kalau menilai fakta di lapangan, khususnya kita di Jakarta ini, sebenarnya kita belum aman sama sekali. Kurva kita belum melandai dan konteks kita belum seperti Saudi Arabia.

Mohon penjelasan, apakah kami boleh mengadakan sholat jum'at sendiri, misalnya di aula kantor, mengingat kalo mau gabung di masjid umum, khawatir..

Kira-kira syarat apa saja yang harus dipenuhi? Syukron

JAWABAN :

KAlau melihat kurva kita yang masih tinggi, memang sebaiknya kita belum boleh Jumatan di masjid. Alasannya jelas sekali, karena umumnya masjid-masjid kita itu merupakan tempat publik, yang tidak bisa dijamin ketertiban dan kepatuhannya dalam memenuhi prosedur.

Apalagi nanti ada kemungkinan ledakan jumlah jamaah Jumatan, maka physical distancing yang menjadi syarat dan prosedur akan mudah sekali diterjak seenaknya.

Ledakan jumlah jamaah itu terjadi karena dua hal :

1. Belum semua masjid mengadakan shalat Jumat. Berarti konsentrasi jamaah akan tumpah ke masjid-masijd yang mengadakan Jumatan.

2. Di hari-hari normal saja, Jumatan di masjid-masjid di Jakarta ini sudah dijejali orang begitu banyak. Seringkali sampai melebar ke halaman dan jalanan. Maka shafnya dibikin rapat sekali.

Kalau shaaf jamaah hari dipisah-pisah dengan jarak 2 meteran, maka daya tampung masjid hanya 1/5-nya saja. Misalnya daya tampung normal 500 orang, maka yang boleh shalat di situ hanya 100 orang.

Bagaimana kalau yang datang 1.000 orang? Bagaimana kemudian takmir masjid akan bertanggung-jawab bila ledakan jumlah jamaah ini terjadi?

Beranikah takmir menyuruh pulang jamaah? Pasrah dan tawakkal kepada Allah SWT saja? Berdoa biar tidak saling menulari?

Dan seluruh ulama 4 mazhab sepakat tidak shahnya shalat jumat yang pakai sistem bergelombang-gelombang. Jadi jangan sekali-kali mengotak-atik syarat yang sudah baku.

Alternatif

Sedangkan bila mengadakan shalat jumat sendiri di kantor internal atau di tempat tertentu yang benar-benar bisa dikontrol 100%, juga bukan berarti masalahnya selesai.

Sebab para ulama betulan, maksudnya ulama fiqih 4 mazhab dalam kitab klasik mereka telah mencantumkan syarat-syarat yang amat berat untuk syahnya penyelenggaraan shalat Jumat.

Setidaknya untuk sahnya Jumatan, harus memenuhi dua prosedur inti yaitu masalah peserta dan status tempat shalat Jumat.

1. Masalah Tempat Shalat

Dalam mazhab Syafi'i ada ketentuan yang mengeaskan shalat Jumat tidak sah, kalau dilakukan secara terpisah-pisah, harus di satu titik saja.

Oleh karena itulah kita sering mendengar bahwa setelah shalat jumat dikerjakan, mereka lalu mengerjakan lagi shalat Zhuhur.

Mengapa demikian?

Dalam mazhab Syafi'i, bila ada dua tempat berdekatan saling melaksanakan shalat jumat, maka salah satunya tidak sah. Mengingat doktrinnya bahwa shalat Jumat itu hanya boleh dikerjakan di masjid utama, bahkan di masjid kecil-kecil pun tidak sah.

Sedangkan dalam mazhab Hanafi, izin untuk melaksanakan shalat Jumat dari pemerintah mutlak dibutuhkan. Tanpa izin itu maka shalat jumatnya tidak sah.

Kita berada pada situasi dimana mau pakai mazhab yang mana saja pun tidak dibenarkan untuk shalat Jumat. Hanya sah bila dikerjakan di masjid saja.

2. Masalah Peserta Shalat Jumat

Dalam mazhab Syafi'i, shalat Jumat tidak sah apabila kurang dari 40 orang jumlahnya. Seluruhnya itu harus muslim, laki-laki, aqil, baligh, dan ini yang paling runyem, statusnya musthautin.

Ini yang sering diperdebatkan para kiyai di pondok, apakah karyawan kantor yang rumahnya jauh dari kantor itu termasuk mustautin apa bukan?

Kalau dianggap mustautin, masalah selesai. Tapi kalau dianggap bukan mustautin, keberadaan mereka itu belum mencukup syarat sahnya shalat Jumat. Ini memang urusan khilafiyah di kalangan para kiyai.

Saya pribadi selama ini tidak mempersoalkan kalau Jumatan dikerjakan di perkantoran, sebab saya tahu penduduk lokalnya pasti pada ikut jumatan disitu juga.

Namun dalam usulan di atas, kantor mau mengadakan Jumatan secara internal, berarti tanpa kehadiran penduduk lokal, maka seluruh jamaahnya dianggap bukan mustautin. Maka jangan kaget kalau ada yang bilang itu tidak sah Jumatannya, karena tidak memenuhi syarat syah.

Solusi

Lalu apa solusinya?

Kalau mau yang benar, bukan bikin Jumatan sendiri, tapi Jumatan di masjid. Itu jelas sudah sah 100%.

Namun sebagaimana kita tahu shalat jumat di masjid itu di musim wabah ini tentu sangat-sangat beresiko besar. Jadi kita ini kesana mentok, kesini mentok.

Maka saya pribadi -ini opini saya pribadi, silahkan tidak setuju, tidak mengapa- kita masih tetap tidak shalat Jumat dulu. Jelas pasti pendapat saya ini banyak yang tidak setuju. Saya sendiri pun juga tidak setuju juga.

Tapi mau bagaimana lagi?

Yang penting tetap shalat zhuhur. Alasannya jelas, tidak ada masjid yang menyelenggarakan Jumatan. Kalau pun ada, resikonya tinggi.

Ahmad Sarwat
29 Mei 2020· 

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.