Hukum berzikir dengan biji tasbih menurut ulama Salafi
Sekali-kali bolehlah untuk menampilkan pendapat para ulama Salafi. Terlebih, pendapat mereka berkesesuaian dengan pendapat ulama mazhab Syafi’i. Agar tidak ada prasangka, bahwa hukum dalam masalah tertentu hanya didominasi oleh ulama tertentu. Selain itu, juga sebagai sikap inshaf (adil) dalam menyikapi ulama dan pendapat mereka.
Kali ini kita akan menampilkan pendapat beberapa ulama Salafi dalam masalah hukum berzikir dengan biji tasbih, terkhusus dari mereka yang sering dijadikan rujukan. Karena selama ini, ada “sebagian” pihak yang mengklaim bahwa biji tasbih hukumnya bid’ah dan berlebihan dalam menyikapi saudaranya yang mengamalkannya. Padahal kalau kita cermati fatawa mereka, ternyata hal ini dibolehkan. Berikut fatawa mereka :
Syekh Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) rh berkata :
وَأَمَّا عَدُّهُ بِالنَّوَى وَالْحَصَى وَنَحْوُ ذَلِكَ فَحَسَنٌ وَكَانَ مِنْ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ وَقَدْ رَأَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ تُسَبِّحُ بِالْحَصَى وَأَقَرَّهَا عَلَى ذَلِكَ وَرُوِيَ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ كَانَ يُسَبِّحُ بِهِ.
“Adapun menghitung (zikir) dengan biji kurma, batu kerikil dan semisalnya, maka ini perkara yang baik. Dan ada sebagian para sahabatyang mengamalkan hal itu. Nabi ﷺ pernah melihat Ummul Mu’minin berdzikir dengan batu kerikil dan beliau menyetujuinya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa beliau juga berdzikir dengannya.” [ Majmu’ Fatawa : 22/506 ].
Syekh Abdul Aziz bin Baz rh berkata :
اِسْتِخْدَامُ السُبْحَةِ مِنَ الْأُمُوْرِ الْعَادِيَّةِ، وَاْلأَصْلُ فِيْهَا الجَوَازُ، وَلاَ نَعْلَمُ دَلِيْلاً يَدُلُّ عَلَى مَنْعِهَا
“Menggunakan biji tasbih ( untuk berdzikir ) termasuk perkara adat. Hukum asalnya adalah boleh. Kami tidak mengetahui adanya dalil yang melarangnya.” [ Fatawa Lajnah Daimah : 24/206 No fatwa : 4300. Lihat juga fatwa no : 17880].
Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rh berkata :
السُّبْحَةُ لَيْسَتْ بِدْعَةً دِيْنِيَّةً، وَذَلِكَ لِأَنَّ الإِنْسَانَ لاَ يَقْصُدُ التَّعَبُّدُ لِلَّهِ بِهَا، وَإِنَّمَا يَقْصُدُ ضَبْطَ عَدَدِ التَّسْبِيْحِ الَّذِيْ يَقُوْلُهُ، أَوْ التَّهْلِيْلِ، أَوْ التَّحْمِيْدِ، أَوْ التَّكْبِيْرِ، فَهِيّ وَسِيْلَةٌ وَلَيْسَ مَقْصُوْدَةً
“Biji tasbih, bukan termasuk bid’ah dalam agama. Karena seorang insan tidak memaksudkan untuk beribadah kepada Allah dengannya. Akan tetapi hanya dimaksudkan untuk memastikan hitungan tasbih, atau tahlil, atau tahmid, atau takbir yang dia ucapkan. Itu hanyalah sebagai wasilah ( perantara ) saja dan bukan tujuan.” [ Majmu’ Fatawa : 13/240 ].
Demikian fatawa mereka . Intinya, berzikir dengan biji tasbih hukumnya mubah (boleh) karena hanya termasuk perkara duniawi/adat. Kaidahnya : bahwa asal perkara dunia/adat adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya. Maka jika ada yang mengamalkannya, tidak boleh untuk diingkari.
Berzikir dengan jari hukumnya juga boleh, bahkan sebagian ulama memandang lebih utama. Maka dipersilahkan juga untuk diamalkan. Setelah itu, tersisa untuk saling menghormati dan menghargai pendapat orang lain yang mungkin berbeda dengan kita. Jangan sampai perkara khilafiyyah ijtihadiyyah seperti ini dijadikan ajang untuk menyemai permusuhan di antara kaum muslimin.
•| Abdullah Al-Jirani
***
Foto : Toko biji tasbih di sekitar masjid Haram, Mekkah, KSA
Abdullah Al Jirani
14 Oktober 2020 pada 19.55 ·