Oleh : Ahmad Sarwat, Lc.MA
Di masa kenabian, dakwah itu mulia sekali, yaitu memberi inspirasi, informasi dan motivasi, bagaimana mengajak orang kafir masuk Islam. Dengan ramah, lembut dan santun, satu per satu Allah perkenankan hati yang keras berubah menjadi lunak, siap terima hidayah dan melafazkan syahadatain.
Sayangnya di masa kita, dakwah itu nampaknya agak bergeser jauh menjadi mengajak orang untuk masuk kelompok-kelompok yang bejibun jumlahnya.
Bukan lagi dakwah ilal Islam tetapi dakwah ilal ahzab al-mutafarriqah almutanazi'ah, kelompok-kelompok yang berserakan dan saling bersitegang.
Habis mau gimana lagi? Mau ajak masuk Islam, kan sudah muslim. Mau ajarkan ilmu-ilmu keislaman, yang ngajak sama yang diajak sama-sama nggak punya ilmunya juga.
Jadilah dakwah itu cuma urusan tarik menarik antar kelompok umat Islam sendiri. Malah saling ejek, saling sindir, saling buli, saling kemplang, saling umbar aib dengan sesama kelompok dalam tubuh umat Islam sendiri.
Ditambah lagi masuk ke wilayah politik dan kekuasaan. Lengkap lah sudah cakar-cakaran atas nama : dakwah.
Di tangan kita saat ini, dakwah yang positif dan sehat memang jadi tantangan tersendiri yang rada sulit mewujudkannya.
* * *
Bagi saya sendiri dakwah masih sama dengan di masa kenabian, yaitu bagaimana memberi inspirasi, informasi dan motivasi tentang profil agama Islam secara keseluruhan, khususnya anatomi hukum syariah dan fiqih.
Sasarannya memang bukan non muslim secara spesifik, tetapi kepada sesama umat Islam juga, yang belum mendapatkan kesempatan belajar hukum-hukum syariah. Sudah muslim tapi belum selesai belajar.
Sebenarnya agak kurang pas kalau disebut dakwah, mungkin lebih ngepasnya disebut ngajar saja. Sebut saja taklim atau kajian ilmu.
Dan karena saya tidak mewakili kepentingan kelompok manapun, maka yang saya sampaikan murni ilmu-ilmu akademik yang saya dapat dari bangku kuliah. Masuk ke kelompok mana saja tidak jadi masalah. Bisa ada dimana-mana tidak jadi masalah juga.
Ahmad Sarwat
5 Juli pukul 04.22 ·
#Ahmad Sarwat
