-@Abdullah Al Jirani
Kafir, sebuah istilah yang dipakai oleh syari’at Islam untuk menamakan siapa saja yang tidak beragama dengan agama Islam. Mereka yang tidak mau mengimani kenabian Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- serta apa yang beliau bawa (agama Islam).walau di sana ada beberapa jenis kafir, seperti kafir dzimmi, kafir musta’min, kafir harbi, dan kafir mu’ahhid, tapi pada intinya mereka golongan kafir. Adapun orang Islam yang keluar dari Islam disebut murtad.
Istilah kafir, merupakan istilah yang telah baku/paten, jelas, dan dimaklumi oleh kita semua sebagai umat Muslim, bahkan oleh mereka yang di luar Islam. Di dalam Islam, hanya ada istilah muslim, kafir, munafiq, dan murtad. Penggunaan istilah kafir ini termaktub di dalam Al-Qur’an dan hadits nabi dalam jumlah yang sangat banyak. Demikian pula digunakan oleh para ulama’ Ahlus Sunnah wal Jama’ah di dalam kitab-kitab mereka dari masa ke masa tanpa adanya pengingkaran sama sekali.
Penetapan istilah kafir bagi non muslim, dilihat dari sisi eksistensi mereka dalam hal aqidah yang berada di luar Islam. Ini merupakan masalah yang sangat prinsipil bagi umat Islam sebagai “furqan” (pembeda) antara kita dengan mereka. Pembedaan dua golongan ini, merupakan perkara yang ditetapkan oleh Allah secara langsung. Jadi bukan sebuah istilah yang dibuat-buat oleh umat muslim untuk menyudutkan mereka. Lantas kenapa sebagian pihak seakan alergi dengan hal ini ? kenapa saat ini sebagian orang merasa phobi dengan istilah ini ?
Penetapan status “kafir” bagi mereka yang non muslim, bukan berarti dalam bermuamalah dengan mereka dalam hidup bermasyarakat, kita sebagai umat Muslim akan memanggil mereka dengan panggilan “wahai kafir !”, atau yang semisalnya. Kafir itu Ini status hukum mereka dalam agama kita. Adapun masalah panggilan, faktanya umat muslim tidak memanggil dengan sebutan kafir kepada mereka. Kami pribadi pun belum pernah memanggil tetangga atau teman sekolah kami dulu yang nashrani dengan panggilan “kafir”.
Kalau status hukum “kafir” bagi mereka akan digeser kepada “warga negara”, menurut hemat kami hal ini tidak tepat. Karena kita semua sudah maklum, bahwa seluruh rakyat Indonesia termasuk yang non muslim itu berstatus sebagai “warga negara”. Sehingga hal ini tidak perlu untuk dimunculkan ke publik apalagi sampai dikeluarkan fatwa resmi secara khusus. Karena sangat dikhawatirkan masalah ini akan menjadi bias dan menimbulkan salah paham. Sehingga sedikit demi sedikit istilah “kafir” akan tergeser kemudian akan hilang yang akan berujung kepada pemahaman bahwa status seluruh manusia dan agama itu sama di hadapan Allah. Inilah hakikat paham liberal yang sangat berbahaya.
Kalau menurut sebagian pihak status hukum “kafir” ini menyinggung atau menyakiti perasan mereka yang non muslim, apakah lantas kita harus mengubah status hukum ini menjadi “warga negara” hanya berdasar hal seperti ini ? tentu tidak bisa. Karena status itu merupakan konsekwensi atas penentangan mereka untuk mengimani nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan masuk ke dalam Islam yang telah disahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ini dalam hal status hukum, bukan panggilan. Sehingga ungkapan yang paling tepat, (“Non muslim itu kafir, walaupun mereka warga negara Indonesia”). Dan status "kafir" bagi non muslim ini tetap relevan dengan domisili mereka di negara Indonesia.
Tulisan ini sekedar koreksi dan sebuah usaha untuk saling mengingatkan, tidak ada tendesi lain insya Allah. Demikian, semoga bermanfaat bagi kita sekalian. Wallahu yahdi ila aqwamith thariq. Alhamdulillah rabiil ‘alamin.
Solo, 24 Jumadil Akhir 1440 H/1 Maret 2019
Abdullah Al Jirani
1 Maret pukul 22.18 ·
#Abdullah Al Jirani