Seseorang menegur sang mantan preman ini tanpa tedeng aling-aling. Bahwa bersalaman selesai shalat itu tidak ada contohnya, bid'ah. Shaf harus rapat bersentuhan jemari kaki dan bahu, serta celana isbal yg haram.
Bukannya menerima, sahabat satu geng dulu (waktu zaman muda walau sekarang masih muda, saya ikut geng motor), ngamuk. Baju sang 'penasehat' diangkat. Perkataan yg diingat sampai sekarang adalah kurang lebih seperti ini:
"Kumaha aing weh siah, Anying! Nu penting aing geus sholat. Geus tobat! Sia kamana wae pas aing mabok? Sia kamana wae pas aing tara sholat? Ari aing geus sholat meni riweuh nyalahkeun aing. Beungeut maneh tah bid'ah!
Terserah saya, (sensor, menyebut kata binatang). Yg penting saya sudah shalat. Saya sudah taubat! Kamu kemana di saat saya mabuk-mabukan? Kamu kemana saja di saat saya tidak pernah shalat? Di saat saya sudah mau shalat kamu sibuk menyalahkan apa yg saya lakukan. Mukamu itu yg bid'ah!"
Saya senyum saja dipojokan tidak mau ikut-ikutan. Sugan weh kapok (semoga saja kapok) yg ujug-ujug men-taushiyah-i sang preman. Bahwa dakwah itu bukan gebyah uyah menyamaratakan pemahaman.
Sejak saat itu, sang 'penasehat nekad' tak lagi kelihatan shalat di masjid tersebut.
Demikian juga dengan menangnya, Khabib Nurmagomedov pada pertandingan UFC kemarin (7/10), dari sekian banyak yg memuji ghirahnya, ada juga yg mencelanya. Mending kalau yg mencela itu adalah kaum McGregor, lah ini yg mencela Khabib adalah saudara Muslimnya sendiri.
Baik itu tentang haramnya UFC, olah raga sabung ayam, aurat dan lainnya. Padahal, euforia kemenangan Khabib adalah BUKAN trntang UFC-nya. Melainkan tentang ghirah terhadap Islamnya.
Jika saudara kita itu meributkan UFC-nya karena haram, kenapa tidak memprotes Kerajasaan Saudi Arabia yg malah berinvestasi hingga USD 400 Juta di sana? Kenapa juga tidak protes dengan ratusan warga Saudi yg juga ikut menjadi atlitnya? Ke apa harus kepada Khabib?
Maksud saya begini, hargailah proses dakwah dan hijrah seseorang. Karena dakwah itu bukanlah paksaan lalu kemudian melabeli seseorang. Perubahan pun ada tahapan. Berproses, bukan instan.
Adalah betul kita harus mendakwahkan aqidah yg lurus dan ibadah yg benar sesuai dengan tuntunan, namun menyampaikannya dengan mengabaikan kaidah-kaidah Fiqh Dakwah malah akan menjadi masalah. Itulah kenapa Allah memberikan panduan dalam berdakwah melalui firman-Nya:
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yg baik, dan bantahlah mereka dengan cara yg lebih baik” (QS. An Nahl : 125).
Dr. Ali Abdul Halim Mahmud menyimpulkan (dari kesimpulan secara bahasa maupun syara' yg dikemukanan para ahli tafsir seperti Ath Thabary dan Ibnu Katsir), bahwa yg dimaksud dengan hikmah di dalam dakwah adalah berbuat yg tepat dengan cara yg tepat pada waktu yg tepat. Sedangkan Muhammad Abul Fathi Al Bayanuni menyebutkan, di antara aplikasi hikmah dalam dakwah adalah menyusun prioritas (aulawiyat) gerakan, bertahap dalam merealisasikan prioritas gerakan, serta memilih metode yg tepat untuk kondisi dan kapasitas mad’u yg tepat.
Mari perhatikan juga sabda Baginda Rasulullah Muhammad saw terkait adanya tahapan dalam berdakwah yg disampaikan melalui Aisyah ra:
“Sesungguhnya yg diturunkan mula-mula dari surat-surat pendek (Makkiyah) berisi di dalamnya peringatan tentang surga dan neraka. Sampai ketika manusia telah teguh kepada Islam, barulah diturunkan tentang halal dan haram. Seandainya yg diturunkan mula-mula dari segala sesuatu adalah, “Jangan kamu minum khamr”, maka sungguh (orang-orang) akan berkata, “Kami tidak akan meninggalkan khamr selamanya.” Atau seandainya yg diturunkan mula-mula adalah, “Jangan kamu berzina”, sungguh (orang-orang) akan berkata, “Kami tidak akan meninggalkan zina selamanya” (HR. Bukhari).
Hargai usaha dakwah Ahbab Jamaah Tabligh yg dari pintu ke pintu mengajak orang kembali ke jalan Allah. Hargai Liqa' Tarbiyah yg membina pribadi-pribadi Muslimnya. Hargai Nahdhatul Ulama dengan dakwah kulturalnya. Hargai Muhammadiyah dengan dakwah pendidikannya. Hargai FPI dengan nahyi munkarnya. Hargai para ustadz dan ustadzah, para da'i dari mana pun dengan gaya apa pun yg telah beramal. Hargai Khabib dengan dakwah olahraga dan ghirahnya. Jangan merasa paling benar.
Sementara dari hal ghirah, bahkan saya pun belum bisa seperti Khabib. Bahkan, mereka yg juga nyinyir. Kemana mereka saat Islam dinistakan? Malah nuduh persatuan kebun binatang, halal ditumpahkan darahnya dan lainnya. Kesel, kan?
Bersinergilah. Jangan menjadi duri dalam tubuh umat Islam sendiri. Tapi, jika memang tak mau bersinergi dan inginnya menjadi duri, cabok siah ku aing! Pianyingeun pisan maneh mah (punten ah, esmosi atuh da).
***
Sempat ada yg tanya apa halusnya anying? Saya jawab: "Halusnya anying, bubuk anying. Kalau kurang halus, diayak (disaring). Kalau kurang halus lagi, direndos! (ditumbuk)" :D
#AMI
#SelamatkanDuniaIslam
#LintasanPikiran
Azzam Mujahid Izzulhaq
Kemarin pukul 13.20 ·
#Azzam Mujahid Izzulhaq