Asbabun Nuzul Official

Asbabun Nuzul Official - Kajian Medina
Asbabun Nuzul Official 

Dalam ilmu Al-Quran, kita mengenal salah satu cabangnya yang bernama : asbabun-nuzul. Secara hukum ilmu ini bicara tentang latar-belakang turunnya suatu ayat. 

Sumbernya tentu saja Rasulullah SAW dan para shahabat juga. Tidak harus selalu Rasulullah SAW juga, bisa saja komentar tentang turunnya suatu ayat itu hasil dari analisa atau kesimpulan di level shahabat.

Misalnya seorang shahabat menyebutkan bahwa ketika ayat tertentu turun, kejadiannya saat itu begini dan begitu, lengkap dengan latar-belakangnya.

Tentu saja para shahabat berhak menyebutkan latar-belakang turunnya suatu ayat, sebab mereka memang jadi saksi bagaimana suatu ayat diturunkan, malah dalam beberapa kasus, justru diri shahabat itu sendiri yang jadi penyebabnya.

Misalnya ayat yang turun untuk membersihkan nama baik Aisyah radhiyallahuanha dari segala macam tuduhan keji. Wajar sekali bila Aisyah mengaku bahwa turunnya ayat itu oleh karena sebab dirinya.

Pendeknya, selama ada riwayat dari shahabat, maka bisa dijadikan dasar tentang latar-belakang turunya suatu ayat. Itulah yang sudah baku di tengah para ulama ahli Al-Quran.

Namun saat ini muncul sebuah pertanyaan menggelitik, yaitu bolehkah kita di masa sekarang ini menghubung-hubungkan sendiri turunnya suatu ayat di masa kenabian, dengan latar-belakang penyebabnya, padahal tidak ada satu pun keterangan dari Nabi SAW atau pun dari para shahabat?

Secara umum pastinya banyak yang menolak hal itu, kalau pun nyambung, tidak bisa diklaim sebagai asbabun nuzul, tetapi mungkin hanya sampai pada munasabah atau penggambaran suasana di masa itu. Tetapi tidak terkait sebab akibat, karena tidak ada penjelasan dari saksi sejarah sendiri.

Contoh paling sederhana adalah ketika turun ayat ketiga surah An-Nisa' yang terkait dengan bolehnya poligami. Kalau dilihat riwayat kapan turunnya, ayat ini turun setelah kejadian Perang Uhud tahun ke-3 hijriyah. Riwayat yang masyhur menyebutkan saat itu gugur 70 syuhada' dari kalangan muslimin. 

Misalnya mereka masing-masing punya 3 anak, setidaknya ada 210-an anak yatim.  Pertanyaannya, bolehkah peristiwa banyaknya gugur para syuhada’ dengan segala akibat turunannya itu dinyatakan sebagai sababun nuzul ayat tentang poligami di atas, padahal tidak ada satu riwayatpun yang menyebutkankannya?

Kalaupun ada yang membolehkan, maka gugurnya 70 syuhada' dan fenomena banyaknya anak yatim merupakan sebab nuzul, tapi sifatnya tidak official, alias tidak resmi. Lebih merupakan cocokologi. 

Apalagi kalau dikaitkan dengan pendapat Shahrur, bahwa poligami dalam Islam hanya dibolehkan, hanya ketika istri baru itu para janda yang punya anak, dimana anak mereka itu adalah anak yatim. 

Walaupun kalau mau dicocok-cocokkan sepertinya memang agak cocok. Perhatikan terjemahan ayatnya : 

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. (Q.S. An-Nisâ’ 4:3)

Ahmad Sarwat
30 Mei 2020 pada 17.53  · Dibagikan kepada Publik

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.