Siapakah yang Berkata Allah Ada di Mana-mana?

Siapakah yang Berkata Allah Ada di Mana-mana?

Dari dulu saya langsung hilang mood diskusi ketika ada pendaku salafi yang menyanggah Asy'ariyah dengan mengatakan bahwa Allah tidak di mana-mana atau yang mengatakan Allah di mana-mana adalah sesat. Bagaimana tidak hilang mood, dia bagian paling dasar dari ajaran Asy'ariyah saja tak paham sehingga menelan hoax mentah-mentah dan melestarikannya ke anak cucunya. Meladeni mereka sama seperti meladeni ocehan balita yang merengek menyalahkan orang lain. 

Dari awal lahirnya, Asy'ariyah menganggap sesat siapa pun yang berkata bahwa Allah di mana-mana. Perkataan ini adalah perkataan khas Muktazilah yang jadi musuh bebuyutan Asy'ariyah. Selengkapnya silakan baca di sini:

https://islam.nu.or.id/post/read/95848/siapakah-yang-berkata-Allah-ada-di-mana-mana. 

Eh.. Tiba-tiba ada orang unyu-unyu yang tak pernah ngaji kitab Asy'ariyah mengatakan bahwa Asy'ariyah meyakini Allah di mana-mana lalu dengan jumawa mengutip sana-sini pernyataan ulama bahwa Allah tak boleh dibilang ada di mana-mana.

Menggelikan sekali bukan? Tapi bagaimana lagi, ulamanya sendiri juga rajin membuat hoax ini sih.

Siapakah yang Berkata Allah Ada di Mana-mana? - Kajian Medina

Siapakah yang Berkata Allah Ada di Mana-mana? - Kajian Medina

Abdul Wahab Ahmad
19 Juni 2020· Dibagikan kepada Publik

Fitnah bahwa ulama' Asy'ariyah berkeyakinan "Allah dimana-mana tempat" sudah dimulai dari ulama'-nya.

Hidayat Nur
18 Juni 2020 pada 15.19  · Dibagikan kepada Publik

beberapa komentar : 

Androw Dzulfikar : untuk menjawab pertanyaan anak (usia TK-SD) ttg dimana Allah, gimana 'enaknya', yi?

Abdul Wahab Ahmad
Androw Dzulfikar terserah enaknya. Dijawab Allah itu ghaib, Dia dekat dan memperhatikan kita adalah jawaban benar.
Dibilang di langit juga gak apa-apa, tapi disuruh jangan membayangkan Allah terbang dan semisalnya.
Yang ditekankan adalah sisi kehebatannya, pengawasannya, dan semacamnya. Bukan fisik atau lokasi.
Nanti kalau besar baru diajari bahwa membahas Allah tak boleh sama dengan membahas makhluk.

Ghazi Muhammad : Awal mulanya saya ingin membuktikan kepada mereka kalau Al Barbahari itu mujassimah yg beranggapan Allah mendudukan Nabi bersama Nya di arsy (seperti yg dikisahkan abu ya'la dalam kitab Thobaqot Hanabilah) untuk membantah kisah pertaubatan Imam Asy'ari dalam 3 fase. Tetapi setelah saya cek lagi, ternyata ada juga ulama lain yg menukil perkataan sama seperti AL Barbahari. Makanya saya masih ragu untuk menampilkannya. Setelah membaca artikel di situs tadi saya menjadi faham pembedanya. Syukron Stadz....

Abdul Wahab Ahmad 
Kusmanto Izzers
1. Imam Abul Hasan al-Asy'ari hanya punya 2 fase, tidak beberapa. Yakni fase muktazilah dan fase Ahlussunnah
2. Dinisbatkan ke beliau sebab beliaulah yang saat itu mempunyai banyak karangan yang membahas soal berbagai firqah secara lengkap disertai pembelaan yang canggih terhadap ajaran salaf. Canggih di sini maksudnya hujjahnya kuat dan sekaligus moderat.
Adapun tokoh lainnya tidak punya karangan khusus dalam bab teologi. Kalau pun ada hanya satu dua saja. Yang kita temui hanya pernyataan sepotong-sepotong dari mereka, itu pun kadang sepintas bertentangan dan ada juga yang diragukan validitasnya.

berikut artikel selengkapnya yang disadur dari islam.nu.or.id

Siapakah yang Berkata Allah Ada di Mana-mana? - Kajian Medina
Siapakah yang Berkata Allah Ada di Mana-mana?

Ada banyak misinformasi yang sengaja diedarkan oleh para kritikus manhaj Aqidah Asy’ariyah-Maturidiyah yang nota bene menjadi manhaj aqidah representatif Ahlusunnah wal Jama’ah selama satu milenium terakhir. Di antara informasi yang disebar oleh para kritikus itu, biasanya dari kalangan pendaku Salafi modern, adalah bahwa Asy’ariyah menyatakan Allah ada di mana-mana sehingga dalam setiap kesempatan dialog aqidah dengan Asy’ariyah, selalu saja mereka melontarkan kritik terhadap orang yang berkata bahwa Allah di mana-mana. Tak lupa, mereka menukil sekian banyak pernyataan ulama yang menolak pernyataan bahwa Allah ada di mana-mana. Benarkah Asy’ariyah berkeyakinan demikian?

Sebenarnya adanya anggapan tersebut disebabkan karena minimnya pengetahuan tentang manhaj aqidah Asy’ariyah sehingga mereka salah paham. Tak ada satu pun ulama Asy’ariyah yang mengatakan bahwa Allah ada di mana-mana sebab ini bertolak belakang dengan aqidah mereka. Dalam keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah yang diperjuangkan oleh Asy’ariyah, Allah bukanlah jism sehingga Ia terlepas dari seluruh sifat-sifat jismiyah. Bertempat di mana pun, di atas, di bawah, di depan, di belakang, di samping dan apalagi di mana-mana adalah sifat khas jism sehingga ditiadakan sepenuhnya oleh para Ulama Asya’irah. Ini adalah pernyataan mereka di kitab-kitab aqidah yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Banyak kutipan mereka dinukil di NU Online ini pada sub-kajian ilmu tauhid dan tak perlu dikutip ulang kali ini.

Lalu siapakah yang berkata bahwa Allah ada di mana-mana yang ditolak keras oleh para ulama itu? Nukilah berikut ini akan menjawabnya:

كان الجعد بن درهم من أهل الشام وهو مؤدب مروان الحمار، ولهذا يقال له: مروان الجعدي، فنسب إليه، وهو شيخ الجهم بن صفوان الذي تنسب إليه الطائفة الجهمية الذين يقولون: إن الله في كل مكان بذاته تعالى الله عما يقولون علوا كبيرا،

“Ja'd bin dirham adalah warga Syam, dia adalah gurunya Jahm bin Sofwan yang kepadanya dinisbatkan golongan Jahmiyah yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah ada di tiap tempat dengan Dzat-Nya’.” (Ibnu Katsir, al-Bidâyah wan-Nihâyah, juz X, halaman 19)

أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فِي السَّمَاءِ عَلَى الْعَرْشِ مِنْ فوق سبع سموات كَمَا قَالَتِ الْجَمَاعَةُ وَهُوَ مِنْ حُجَّتِهِمْ عَلَى الْمُعْتَزِلَةِ وَالْجَهْمِيَّةِ فِي قَوْلِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فِي كُلِّ مَكَانٍ وَلَيْسَ عَلَى الْعَرْشِ

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla di langit di atas Arasy di atas tujuh lapis langit seperti yang dikatakan oleh Jamaah ulama. Pernyataan ini adalah argumen mereka untuk melawan Muktazilah dan Jahmiyah yang berkata bahwa sesungguhnya Allah Azza wa Jalla ada di mana-mana dan tidak [istiwâ’] di atas Arasy.” (Ibnu Abdil Barr, at-Tamhîd, juz VII, halaman 129).

Jadi, perkataan bahwa Allah ada di mana-mana adalah pendapat resmi dari kelompok Jahmiyah yang kemudian diikuti oleh Muktazilah. (Jahmiyah merupakan pengikut Jahm bin Shafwan yang mengatakan bahwa Allah tak mempunyai sifat apa pun, red). Mereka mengatakan itu sebab menolak sifat istiwâ’ sebagaimana difirmankan Allah. Ahlussunnah wal Jama’ah (Asy’ariyah-Maturidiyah) sepakat bahwa Allah bersifat istiwâ’ atas Arasy dan senantiasa demikian. Tak ada satu pun dari mereka yang menolak sifat ini. Sebab itulah, sejarah mencatat bahwa Asy’ariyah-Maturidiyah adalah rival terkuat bagi Muktazilah yang akhirnya memusnahkan ajaran Muktazilah secara total di masa lalu setelah sebelumnya menjadi ajaran resmi dinasti Abbasiyah di bawah pemerintahan Al-Makmun, Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq.

Sungguh aneh apabila dewasa ini justru sebagian masyarakat menganggap Asy’ariyah-Maturidiyah sebagai Jahmiyah atau Muktazilah yang berkata bahwa Allah ada di mana-mana, padahal faktanya justru mereka yang terdepan memusnahkan keyakinan ini dan keyakinan Jahmiyah-Muktazilah lainnya. Kitab-kitab Asy’ariyah hingga kini seluruhnya menempatkan Jahmiyah atau pun Muktazilah di kategori aliran menyimpang dan ini adalah fakta yang tak terbantahkan. Sayangnya, beberapa orang dewasa ini tak mempelajari aqidah Asy’ariyah dari kitab resmi mereka sendiri melainkan hanya mendengar dari kitab-kitab golongan anti-Asy’ariyah yang penuh misinformasi sehingga menganggap itu adalah fakta sesungguhnya, padahal tidak. Wallahu a'lam.

Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember & Peneliti Aswaja NU Center Jember.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/95848/siapakah-yang-berkata-Allah-ada-di-mana-mana

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.