Dakwah Dalam Keterbatasan

Dakwah Dalam Keterbatasan - Kajian Medina
Dakwah Dalam Keterbatasan

Ada yang menceritakan ketidaksukaannya pada lagu Aisyah yang kini sedang viral. Menurutnya lagu itu kurang sopan, kurang sreg di telinganya bila Ummul mukminin digambarkan seperti itu. Saya bilang, betul memang lagu itu tidak ideal. Tapi ia menginspirasi banyak orang yang awalnya tak tahu menahu tentang Istri Rasulullah dan tentang bagaimana Rasulullah berlaku baik pada istrinya.

Mereka yang disasar oleh lagu itu banyak yang tak pernah ikut pengajian dan bahkan tak pernah tersentuh ajaran agama. Kalau pun membuka youtube pasti bukan konten para ustad yang dilihat. Tapi dengan adanya orang yang membuat lagu itu yang membawanya ke dunia mereka, akhirnya mereka mendapat satu pesan penting yang sebelumnya asing dan sulit sampai bila lewat mimbar khutbah. Bahkan beberapa non-muslim pun suka mendengarnya. Bukankah ini awal dari hidayah?

Demikianlah dakwah ini, memang seringkali dilakukan dengan kondisi tidak ideal, bahkan penuh keterbatasan. Lihat saja bagaimana hijab menjadi trend di Indonesia saat ini, bukankah awalnya ia diperkenalkan di dunia fashion yang tidak ideal secara fikih? Bukankah hijab-hijab itu awalnya lebih seperti mode atau formalitas yang kurang sesuai dengan kaidah hijab dalam islam? Tapi kondisi kurang ideal itu justru membuka jalan bagi para Da'i lain secara pelan memperkenalkan hijab yang standar.

Lihat juga para ustadz pemilik mushalla di kampung-kampung, bukankah banyak dari mereka yang hanya mampu mengajar shalat dan membaca al-Qur’an? Bahkan kadang pelajaran shalatnya kurang tepat dan bacaan al-Qur’annya kurang baik. Sama sekali tak ideal untuk seorang Da'i. Tapi justru dari merekalah orang-orang kampung yang jauh dari pesantren bisa tahu cara shalat dan membaca al-Qur’an. Dari didikan merekalah hingga akhirnya ada yang mau lanjut ke pesantren.

Demikian juga dengan orang-orang yang menghabiskan waktunya di medsos untuk berdakwah atau bahkan berdebat. Itu hal yang sangat tidak ideal bahkan kadang negatif. Tapi karena ada yang mau melakukan itu akhirnya medsos tak hanya diisi konten tak berguna. Tak jarang juga pengaruhnya malah luas melebihi usaha yang ideal.

Seringkali dakwah ini dilakukan oleh orang yang punya keterbatasan dan dengan kondisi tidak ideal pula sehingga hasilnya juga tidak ideal. Tapi kadang justru itu yang banyak manfaatnya. Mereka yang berdakwah dengan bekal ideal berupa ilmu tinggi, banyak yang lambat bergerak sebab umurnya banyak habis untuk belajar. Tentu saja berilmu tinggi dan berusaha ideal itu penting, penting sekali, tapi meremehkan atau mudah mengkritik proses yang tidak ideal bukanlah hal yang tepat. Tanpa mereka yang tidak ideal itu, para Da'i yang ideal harus memulai semuanya dari titik nol, dan ini sulit.

Ketika Allah berfirman yang artinya "maka berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan", itu tidak ditujukan hanya bagi mereka yang pintar, yang berilmu tinggi, yang kaya atau yang ideal. Itu adalah perintah umum yang berlaku untuk semua orang sebab Allah tahu bahwa semuanya punya potensi yang bisa dipergunakan untuk berlomba-lomba dalam meraih ridha-Nya.

Abdul Wahab Ahmad
9 April pukul 02.37 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.