Sebagian orang meyakini, tafwidh dan itsbat hanya ikhtilaf lafzhi atau khilaf yang tidak haqiqi. Kata mereka, methode itsbat yang menetapkan tangan Allah atau turun Allah [misalnya] sebagaimana zhahir lughowi-nya [bahasanya], tetapi dengan keyakinan tidak sama seperti makhluk atau dengan keyakinan tangan atau turun Allah sesuai dengan keagungan-Nya adalah doktrin yang sama dengan tafwidh; dalam makna tidak memiliki pengaruh besar apapun. Kataku, ini adalah keyakinan dangkal dan bahasa halusnya ketidak tahuan.
Men-tasybih-kan Allah [menyerupakan Allah dengan makhluk] bisa dalam tataran [1] ta'rif, dhabith [batasan-batasan] atau kaidah dan bisa dalam tataran [2] pengaruh, penerapan, atau efek dari ta'rif, dhabith atau kaidah tersebut.
Dalam tataran ta'rif, kaidah atau dhabith, misalnya mentaq'id [membuat kaidah] sifat Allah [khabariyah] diberlakukan sebagaimana zhahir lughowi atau hakiki lughowi sebagaimana di atas, tentu tidak sampai keluar tuduhan sebagai musyabbihah atau mujassimah, karena itu masih tataran debat atau hujjah ilmiyah. Kita hanya akan mengatakan, yang demikian melazimkan tasybih atau tajsim dan fasid. Tetapi jika kaidah tersebut diterapkan, maka itulah bahaya sesungguhnya dan potensi tasybih-nya sudah betul-betul nyata.
Contoh adalah seperti pernyataan berikut:
"Tangan Allah ada kanan dan kiri"
"Tangan Allah untuk mengambil dan memberi?"
"Jari Allah ada lima?"
"Yang berada di atas gunung lebih dekat kepada Allah daripada yang dibawah?"
"Ketika Allah turun, maka arsy menjadi kosong?"
"Turun-nya Allah adalah berpindah dari tempat atas ke bawah?"
"Allah bergerak-gerak, karena yang hidup pasti bergerak dan yang mati akan diam"
Dan lain-lain.
Ini semua adalah pernyataan-pernyataan konyol yang tercatat dalam kitab-kitab mereka. Dan ini saja level yang diulama'-kan, lalu bagaimana dengan awam-nya.
Saya mencintai mereka untuk tidak memiliki akidah dan keyakinan seperti itu. Saya berharap mereka kembali ke tafwidh atau ta'wil yang tanzih.
Hidayat Nur
19 November pukul 06.58 ·
#Hidayat Nur