Mereka Pun Bermadzhab

Mereka pun bermadzhab

_@Abdullah Al-Jirani

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah bermadzhab, demikian juga murid beliau, Ibnul Qayyim. Para ulama Salafy di KSA mayoritas atau bahkan mungkin semuanya juga bermadzhab, seperti Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Syaikh Bin Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Abdul Muhsin, Syaikh Sa’ad Asy-Syatsri, Syaikh Luhaidan, Syaikh Bakr Abu Zain, Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh, dan yang lainnya. Mereka semua berjalan di atas madzhab Hanbali.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menyatakan :

يجوز أن يتنسب الإنسان إلى أن يكون شافعيًا أو حنبليًا أو مالكيًا أو حنفيًا؛ لأنه نشأ على ذلك، وتعلم على مشايخهم.. ونحو ذلك؛ لا بأس أن ينتسب، الانتساب لا يضر

“Boleh bagi seorang insan untuk menisbatkan diri untuk menjadi syafi’i (pengikut madzhab Syafi’i), atau Hanbali, atau Maliki, atau Hanafi. Karena ia berkembang di atas hal itu. Dia belajar kepada guru-guru mereka....dan semisalnya. Boleh dan tidak mengapa seorang untuk menisbatkan diri ke suatu madzhab .”
[ Majmu’ Fatawa Syaikh bin Baz ].

Syaikh Shalih Al-Fauzan menyatakan :

التمذهب بمذهب واحد من المذاهب الأربعة مذاهب أهل السنة الأربعة المعروفة التي بقيت وحفظت وحررت بين المسلمين، والانتساب إلى مذهب منها، لا مانع منه، فيقال: فلان شافعي، وفلان حنبلي، وفلان حنفي، وفلان مالكي. ولا زال هذا اللقب موجودًا من قديم بين العلماء، حتى كبار العلماء، يقال: فلان حنبلي، يقال مثلًا: ابن تيمية الحنبلي، ابن القيم الحنبلي، وما أشبه ذلك، ولا حرج في ذلك

“Bermadzhab dengan salah satu madzhab yang empat, yaitu empat madzhab Ahlu Sunnah yang telah dikenal, yang tetap eksis, terjaga, dan ditahriri (diperiksa) diantara umat muslim, menisbatkan diri kepada salah satu darinya, tidak ada halangan (boleh). Maka dinyatakan : Fulan Syafi’i, fulan Hanbali, fulan Hanafi, dan fulan Maliki. Gelar ini terus menerus di kalangan para ulama sejak zaman dulu, sampaipun kepada para ulama kibar. Dinyatakan : fulan Hanbali. Misal dinyatakan : Ibnu Taimiyyah Hanbali, Ibnul Qayyim Hanbali, dan yang semisal hal itu. Tidak ada kesempitan dalam hal ini.” [ Majmu’ Fatawa : 2/701 ].

Syaikh bin Baz menyatakan bahwa beliau bermadzhab, dan madzhab beliau adalah Hanbali :

مذهبي في الفقه هو مذهب الإمام أحمد بن حنبل رحمه الله، وليس على سبيل التقليد ولكن على سبيل الاتباع في الأصول التي سار عليها.

“Madzhabku dalam masalah fiqh, adalah madzhab Imam Ahmad bin Hanbal – rahimahullah -, bukan dalam bentuk taqlid, akan tetapi dalam bentuk mengikuti ushul yang beliau berada di atasnya.” [ Majmu’ Fatawa : 4/166 ].

Dalam salah satu ceramahnya, Syaikh Shalih Al-Fauzan menasihatkan untuk mengikuti salah satu madzhab dari empat madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yaitu Hanafi, atau Maliki, atau Syafi’i atau Hanbali. Walau beliau seorang Hanbali, tapi beliau menasihatkan umat Muslim untuk mengikuti madzhab mayoritas di negerinya masing-masing. Dalam arti, tidak mengajak untuk mengikuti madzhab Hanbali yang beliau ikuti. Kalau di Indonesia, madzhab mayoritas penduduknya adalah Syafi’i.

Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata : “Apabila penduduk suatu negeri di atas madzhab yang shahih, yaitu salah satu madzhab dari madzhab Ahlus Sunnah, maka janganlah dia memisahkan diri darinya. Di atas madzhab yang shahih, dari madzhab Ahlus Sunnah, seperti Syafi’iyyah, Hanafiyyah, Hanabillah, dan Malikiyyah. Madzhab-madzhab ini, Alhamdulillah madzhab sunniyyah dan (direkomendasikan) untuk dipelajari. Maka janganlah seorang keluar dari (madzhab) mereka, janganlah memisahkan diri dari mereka, dan jangan membuat kekacauan kepada mereka.” [ Majmu’ Fatawa ].

Akhirnya muncul beberapa pertanyaannya : Kenapa sebagian penuntut ilmu yang berkiblat ke Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah, muridnya (Ibnul Qayyim), serta para ulama Saudi tidak bermadzhab ? atau seandainya bermadzhab, kenapa bermadzhab tarjih ? Dimana madzhab tarjih ini keluar dari madzhab fiqh yang empat, yang Syaikh Shalih Fauzan pun tidak pernah merekomendasikannya ?

Sebagai bahan renungan, bukan bahan untuk diperdebatkan. Terima kasih !

Wallahu a’lam bish shawab.

Abdullah Al Jirani
25 Januari pukul 17.16 ·

Mereka Pun Bermadzhab - Kajian Medina

Menurut hemat saya, aktifitas mentarjih (menguatkan suatu pendapat) di zaman ini, lebih kepada suatu aktifitas memilih salah satu pendapat dari berbagai pendapat yang telah ada sebelumnya. Lalu disampaikan berbagai argumentasi untuk pendapat yang dipilih, yang hakikatnya juga hanya dinukil dari empunya. Karena tarjih yang sebenarnya sebagaimana dilakukan para ulama terdahulu, hanya mampu dilakukan oleh mereka yang sampai derajat ahli ijtihad. Karena hakikatnya tarjih itu sendiri juga merupakan bentuk ijtihad. Dan ini sangat sulit atau mungkin mustahil untuk terwujud di zaman ini. Salah satu level mujtahid tarjih ala madzhab Syafi'i, adalah imam An-Nawawi - rahimahullah - (w.676 H). Di manakah di zaman ini untuk mencari ulama semisal beliau ?Wallahu a'lam.
Abdullah Al Jirani21 Januari pukul 16.56 · 


Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.