Ikhtilaf

Ikhtilaf - Kajian Medina
IKHTILAF

Syaikh Hamid Akram Al-Bukhari berhenti dan memberikan jeda cukup lama serta memberikan ta'liq yang cukup panjang, ketika sampai pada hadits qunut Shubuh dan shalat malam.

Dalil yang digunakan oleh para Ulama (di antaranya Imam Malik dan Imam Syafii) yang menyatakan sunnahnya qunut Shubuh adalah riwayat Imam Muslim, begitupula yang menyatakan bahwa qunut Shubuh telah terhenti (yakni Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad). Perbedaannya, Imam Malik dan Imam Syafii beranggapan qunut Shubuh bersifat mutlak, dan yang ditinggalkan Nabi setelah itu adalah qunut nazilah, sedangkan qunut Shubuh terus dilakukan.

Adapun Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad memandang, nabi berhenti melakukan qunut Shubuh beriringan dengan berhentinya qunut nazilah.

Kemudian, Syaikh menjelaskan panjang lebar terkait persoalan menyikapi perbedaan pendapat para Ulama. Dan hal yang mesti kita pahami adalah bahwa para Imam Mujtahidin dari kalangan Ulama Salaf, tidaklah berfatwa kecuali mereka memiliki dalil atasnya. Terlepas perbedaan pendapat mengenai keabsahan dalil tersebut. Bahkan, seringkali mereka berbeda pendapat dalam memahami dalil, sehingga dua pendapat yang berbeda muncul dari satu dalil yang sama. Hal inipun sudah berlangsung sejak masa para Sahabat.

Kisah yang masyhur bahwa Rasulullaah memerintahkan Sahabat untuk tidak shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah. Akan tetapi sebagian Sahabat melaksanakan shalat dalam perjalanan karena khawatir waktu Ashar habis, sedangkan sebagian lagi mengambil dalil tersebut secara tekstual, sehingga mereka tidak melaksanakan shalat Ashar kecuali saat telah sampai di Bani Quraizhah.

Maka, apakah Rasul menyalahkan salah satunya? Jawabannya, tidak. Bahkan Rasul memuji keduanya. Mereka telah berijtihad, dan karena para Sahabat itu telah mencapai derajat mujtahid, dua pahala bagi yang ijtihadnya benar dan satu pahala bagi yang keliru. Hanya saja, bahkan sampai saat ini kita tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang keliru di sisi Allaah Azza wa Jalla. Tugas kita hanya melakukan penelitian dan mengamalkan apa yang kita yakini.

Begitupun saat dua orang melakukan perjalanan dan tidak menemukan air. Maka, keduanya bertayammum untuk shalat. Lalu, mereka menemukan air sedangkan waktu shalat masih ada. Satu di antaranya berwudhu dan mengulang shalatnya, sedangkan yang lain tidak.

Saat tiba di hadapan Rasul, apa sikap beliau? Maka Rasul mengatakan, yang shalat sekali telah mencukupi dan diterima ibadahnya. Adapun yang shalat dua kali maka mendapat dua pahala.

Para Ulama setelahnya kembali berbeda pendapat. Bila yang shalat dua kali mendapat dua pahala, apakah yang shalat satu kali mendapat satu pahala?

Sebagian Ulama mengatakan, iya. Sedangkan sebagian yang lain berpendapat, bahkan yang shalat satu kali mendapat tiga pahala!

Satu pahala untuk shalatnya dan dua pahala untuk ijtihadnya yang benar. Sedangkan yang mendapat dua pahala adalah satu untuk shalatnya dan satu untuk ijtihadnya yang keliru.

Sampai sekarang pun kita tidak mengetahui, mana yang benar dan mana yang keliru di sisi Allaah Azza wa Jalla. Contoh yang lain adalah saat para Imam berbeda pendapat dalam memahami hadits ini:

عَنْ عَبَّادِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ أَمَرَتْ أَنْ يَمُرَّ بِجَنَازَةِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ فِي الْمَسْجِدِ فَتُصَلِّيَ عَلَيْهِ فَأَنْكَرَ النَّاسُ ذَلِكَ عَلَيْهَا فَقَالَتْ مَا أَسْرَعَ مَا نَسِيَ النَّاسُ مَا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى سُهَيْلِ بْنِ الْبَيْضَاءِ إِلَّا فِي الْمَسْجِدِ

"Dari Abbad bin Abdullah bin Zubair bahwa Aisyah menyuruh orang-orang agar membawa jenazah Sa'd bin Abu Waqash ke Masjid untuk dishalatkan di situ. Tetapi mereka tidak mengindahkan perintah tersebut, maka Aisyah pun berkata, "Alangkah cepatnya orang lupa, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah menshalatkan Suhail bin Baidla` di Masjid."

Imam Syafii dan Imam Ahmad berdalil dengan hadits di atas mengenai bolehnya shalat jenazah di masjid. Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik berdalil dengan hadits di atas makruhnya shalat jenazah di masjid, dengan tiga alasan:

1. Perkataan Bunda 'A-isyah yang menyatakan bahwa orang-orang telah lupa. Artinya shalat jenazah di dalam masjid bukan sesuatu yang sering dilakukan, kalau sering dilakukan tidak mungkin dilupakan.

2. Pengingkaran para Sahabat, menunjukkan bahwa shalat jenazah di dalam masjid bukanlah sesuatu yang disukai.

3. Dalam riwayat tersebut, Bunda 'A-isyah tidak menyebutkan contoh shalat jenazah di dalam masjid kecuali satu kasus saja. Maka, hal ini tidak bisa menjadi hujjah.

Lihatlah bahwa para Ulama Salaf dengan keluasan pemahaman dan kedalaman ilmu mereka, telah melampaui apa-apa yang tidak terlintas oleh generasi belakangan dalam beristidlal (mengambil dalil). Dan uniknya, di tengah perbedaan itu, tidak pernah kita temukan mereka saling mencela satu dengan yang lainnya.

Bandingkan sikap tersebut dengan sebagian penuntut ilmu hari ini. Mereka bahkan mungkin tidak benar-benar paham bahasa Arab, namun sudah berani mengambil dalil secara langsung dan meninggalkan ijtihad para Imam Mujtahidin dari kalangan Ulama Salaf. Bahkan kemudian di antara mereka mudah sekali menyalah-nyalahkan pendapat para Imam Mujtahidin, dengan mengatakan bukan sunnah, bahkan bid'ah..!

Mereka mengatakan, "Ini bukan sunnah..!" Bila ditanyakan kepada mereka sunnahnya siapa, maka jelas bahwa sunnah yang dimaksud di sana adalah sunnah menurut versi mereka sendiri.

Syaikh mencontohkan di antaranya sikap sebagian pemuda yang mudah sekali menuduh bid'ah pada kaum muslimin yang mengamalkan qunut setiap Shubuh. Padahal ini adalah ijtihad para Imam Mujtahidin, dan diamalkan oleh para Tabiin di Makkah dan Madinah.

Begitupula persoalan shalat tarawih 20 rakaat. Sebagian pemuda mengingkari tarawih lebih dari 11 rakaat dan mengatakan menambah jumlahnya adalah bid'ah. Padahal para Sahabat dan generasi setelahnya, bahkan sampai hari ini kaum muslimin melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat. Dan tidak ada para Imam Salaf yang mengingkarinya. Tidak ada para Ulama selama kurun waktu berabad-abad mengingkari perbuatan ini, kecuali di zaman ini saja.

Sebagian di antara mereka mengatakan, "Semua ini bertentangan dengan dalil..!" Padahal hakikatnya hanya bertentangan dengan akal mereka yang belum cukup ilmu dalam memahami dalil..!

Tidak heran bila dikatakan,

"Siapa yang sedikit ilmunya, akan banyak pengingkarannya.. Dan siapa yang banyak ilmunya, akan sedikit pengingkarannya..."

"Dan semakin luas wawawasan seseorang, akan semakin mudah menerima pendapat para Ulama..."

Wallaahu a'lam.

-Laili Al-Fadhli-
Semoga Allaah mengampuninya dan mengampuni keluarganya.

Repost 22 Juni 2018

#faidahmajlissamashahihmuslim
#syaikhhamidakramalbukhari
#wadimubarak

Laili Al-Fadhli
14 Agustus pukul 05.16 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.