Berulang kali muncul tuduhan bahwa ar-Razi telah murtad atau berakidah buruk [pengikut ilmu kalam]. Kemudian mereka menyusun narasi dari ucapan adz-Dzahabi dan Ibn Katsir bahwa ar-Razi telah bertaubat dari ilmu kalam dan mengakhiri akidahnya dengan baik. Tapi sayang, tak satupun dari mereka yang mampu menukilkan pertaubatan ar-Razi dan celaannya kepada ilmu kalam sebagai ilmu yang sesat dalam Islam. Bukti ini sangat penting untuk mempertegas pendirian beliau terhadap ilmu kalam yang katanya telah ditaubati.
Sebagai mukaddimah jawaban, saya nukilkan ucapan adz-Dzahabi terkait kepakaran ilmu kalam Ibn Hurmuz, ulama' salaf yang juga guru dari Imam Malik.
كان (ابن هرمز) بصيرا بالكلام يرد على أهل الأهواء وكان من أعلم الناس بذلك
"Ibn Hurmuz adalah pakar ilmu kalam dan menolak aliran sesat. Dia juga termasuk yang paling alim dalam hal itu".
Nukilan ini seakan mempertegas bahwa mahir ilmu kalam tidak serta merta menjadikan tersesat menurut adz-Dzahabi. Dan komentar buruk adz-Dzahabi terhadap ar-Razi bukanlah terkait kepakaran ar-Razi dalam ilmu kalam, tetapi berkait perkara lain karena unsur kecenderungan mengikuti sang guru, Ibn Taimiyah.
Dan ingat pula komentar Ibn Hajar al-Asqallani dalam Fath al-Bari bahwa al-Bukhari dalam ilmu kalam selalu merujuk manhaj Ibn Kullab.
Dan sebagai informasi saja, bahwa ar-Razi dikukuhkan oleh banyak ulama' sebagai mujaddid kurun ke-6 dibidang kalam. Sebuah gelar yang prestisius dan tidak sembarangan dalam Islam.
Dan berikut jawabannya.
Pertama:
Ibn Taimiyyah dan adz-Dzahabi menulis pernyataan ar-Razi berikut:
لَقَدْ تَأَمَّلْت الطُّرُقَ الْكَلَامِيَّةَ وَالْمَنَاهِجَ الْفَلْسَفِيَّةَ فَمَا رَأَيْتهَا تَشْفِي عَلِيلًا وَلَا تَرْوِي غَلِيلًا وَرَأَيْت أَقْرَبَ الطُّرُقِ طَرِيقَةَ الْقُرْآنِ
“Aku telah menguji methode kalamiyah dan manhaj falsafah. Aku melihatnya tidak dapat menyembuhkan orang yang (akidahnya) sakit dan menyegarkan yang sedang haus (informasi akidah). Aku melihat jalan paling dekat adalah jalan al-Qur’an”.
Andai ini benar dan shahih dari beliau, maka ucapan ini sama sekali tidak menunjukkan beliau rujuk dari akidah Asy’ariyyah dan ilmu kalam secara umum, baik secara tersurat atau tersirat. Ucapan diatas hanya menunjukkan bahwa cara tepat dan mudah dalam menetapkan sifat-sifat Allah adalah mengikuti jalan al-Qur’an. Apalagi menurut satu analisis, dipenghujung hayat, pengaruh tasawuf telah merubah alur fikir ar-Razi sebagaimana yang dialami Hujjatul Islam al-Ghozali. Beliau menyesal; mengapa lebih banyak bergelut dengan ilmu kalam dan falsafat daripada methode al-Qur'an dalam menetapkan akidah. Yang demikian mirip seperti al-Asy'ari, yang pada akhir hayatnya lebih banyak memilih tafwidh daripada memperbanyak ta'wil. Tetapi bukan berarti ta'wil tercela secara absolut. Tetapi ketahuilah, bahwa ar-Razi sudah banyak berjasa mengembalikan ahlul bid'ah menjadi Ahlussunnah berkat kemahiran ilmu kalamnya. Dan karya-karyanya pun menjadi salah satu referensi unggulan ulama' setelahnya.
Adapun alasan sebagian ulama Ahlussunnah sibuk dengan mempelajari falsafah dan ilmu kalam dalam mengokohkan akidah Islam adalah karena dharurat dalam menghadapi syubhat Muktazilah, kaum Falsafah dan lain-lain.
Imam Nawawi dalam syarah Muslim berkata:
قال العلماء البدعة خمسة أقسام واجبة ومندوبة ومحرمة ومكروهة ومباحة . فمن الواجبة نظم أدلة المتكلمين للرد على الملاحدة والمبتدعين وشبه ذلك
"Kata ulama' bid'ah ada lima bagian. Wajib, sunat, haram, makruh dan mubah. Dan diantara yang wajib adalah menyusun dalil-dalil ahli kalam untuk menolak kelompok yang melenceng, ahli bid'ah, dan yang semacamnya".
Kedua:
Ibn Taimiyyah dalam Majmu’ al-Fatawa menghajar ar-Razi dengan ucapan berikut:
وَهَذَا مَوْجُودٌ فِي كَلَامِ مُتَقَدِّمِي الْجَهْمِيَّة وَمُتَأَخَّرِيهِمْ مِثْلُ مَا ذَكَرَهُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ الرَّازِي الجهمي الْجَبْرِيُّ وَإِنْ كَانَ قَدْ يَخْرُجُ إلَى حَقِيقَةِ الشِّرْكِ وَعِبَادَةِ الْكَوَاكِبِ وَالْأَوْثَانِ فِي بَعْضِ الْأَوْقَاتِ . وَصَنَّفَ فِي ذَلِكَ كِتَابَهُ الْمَعْرُوفَ فِي السِّحْرِ وَعِبَادَةِ الْكَوَاكِبِ وَالْأَوْثَانِ
“Ini wujud dalam ucapan Jahmiyyah periode mutaqaddimin dan mutakhirin, seperti yang disebutkan Abu Abdillah Muhammad bin Umar ar-Razi yang berfaham Jahmiyyah dan Jabriyyah. Meskipun dia juga telah keluar menuju hakekat syirik dan menyembah bintang-bintang dan berhala dalam sebagian waktu. Ar-Razi dalam hal itu menulis kitabnya yang terkenal dalam sihir, ibadah kepada bintang-bintang dan berhala”.
Masuk akalkah seorang penulis kitab tafsir besar Mafatih al-Ghaib menulis kesesatan dan kekufuran? Sungguh sangat tidak mungkin! Jika ini pandangan Ibn Taimiyyah kepada salah satu imamnya kaum muslimin dengan tuduhan Jahmiyyah dan Jabriyyah, maka sangat mungkin penilaian ini ikut mempengaruhi cara pandangan beberapa murid dan pengikutnya.
Tegasnya, Ibn Taimiyyah menyimpan kebencian yang kuat kepada ar-Razi walaupun dia sendiri pernah mengajarkan salah satu kitab ar-Razi kepada murid-muridnya. Bahkan dalam satu kesempatan, Ibn Taimiyyah menuduh ar-Razi tidak memiliki kemampuan melihat kalam-kalam shahabat, tabi’in, ulama ahli hadits, ulama ahli tafsir dan ulama tashawwuf. Padahal siapapun tahu, kitab tafsir beliau dipenuhi nukilan-nukilan dari mereka. Termasuk tuduhan, bahwa orang-orang Nasrani lebih hormat kepada rasul dan nabi dari pada orang-orang seperti ar-Razi. Juga tuduhan, bahwa ar-Razi adalah pendusta dan telah kafir.
Mungkin karena ini adz-Dzahabi dan ath-Thufi al-Hanbali yang pernah menimba ilmu dihadapan Ibn Taimiyyah ikut-ikutan menyerang ar-Razi.
Dan pada faktanya, itulah yang pendapat yang dianut ulama Salafi kontemporer. Ibn Ghannam dalam kitab Tarikh Najd (hlm. 348) dan Muhammad bin Abdil Wahhab juga latah ikut-ikutan mengkafirkan ar-Razi.
Muhammad bin Abdil Wahhab dalam Rasail Syakhsiyyah-nya berkata:
وتأمل تصريحه بحكاية الإجماع على ردة الفخر الرازي عن الإسلام
“Pikirlah penjelasannya tentang hikayah ijma atas kemurtadan Fakhruddin ar-Razi dari Islam”.
Ar-Razi telah kufur secara ijma'? Astaghfirullahal Azhiim. Semoga Allah mengampuni kita semuanya!
Ketiga:
Salafi dalam isu pertaubatan ar-Razi dari Asy’ariyyah dan ilmu kalam berhujjah dengan ucapan adz-Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala berikut:
وقد بدت منه في تواليفه بلايا وعظائم وسحر وانحرافات عن السنة، والله يعفو عنه، فإنه توفي على طريقة حميدة
“Dan tampak dari karya-karyanya beberapa bala' (bagi umat), perkara besar, sihir, dan melenceng dari sunnah. Semoga Allah memaafkan dia. Sesungguhnya dia meninggal dalam keadaan yang terpuji”.
Mauqif adz-Dzahabi terhadap ar-Razi hampir sama seperti Ibn Taimiyyah. Bahkan, bukan hanya ar-Razi yang tertampar celaan. Adz-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal juga menuduh al-Amidi sebagai tariku-sholat (meninggalkan shalat). Dan yang demikian tentu sangat kontras dengan pujian melangit dari ulama'-ulama Islam kepada al-Amidi.
Dan berikut komentar Tajuddin as-Subki Thabaqat Syafi’iyyah:
ويكفيك شاهدا على تعصب شيخنا عليه ذكره إياه في حرف الفاء حيث قال الفخر الرازي ولا يخفى أنه لا يعرف بهذا ولا هو اسمه أما اسمه فمحمد
“Cukup sebagai bukti atas kebencian guru saya (adz-Dzahabi) kepada ar-Razi adalah penyebutannya dalam huruf fa’ (nama-nama yang dimulai dengan huruf fa’). Dia berkata: “al-Fakhr a-Razi”. Dan tiada kesamaran bahwa beliau tidak dikenal dengan itu dan nama itu. Namanya adalah Muhammad”.
Tajuddin as-Subki juga berkata:
ليس لذكره في هذا المكان معنى ولا يجوز من وجوه عدة : أعلاها أنه ثقة حبر من أحبار الأمة .وأدناها أنه لا رواية له ،وذكره في كتاب الرواة مجرد فضول وتعصب ،وتحامل تقشعر منه الجلود
“Penyebutan beliau (ar-Razi) di tempat ini tiada artinya. Dan itu tidak tepat karena beberapa hal: Yang paling utama, bahwasannya ar-Razi adalah seorang yang tsiqah dan termasuk salah satu dari pakar agama umat ini. Paling minimal, ar-Razi tidak memiliki riwayat hadits. Dan menyebutkan beliau dalam kitab yang memuat para perawi adalah berlebihan, ta’assub, dan kebencian yang dapat mengerutkan kulit”
Keempat:
Salafi yang menyesatkan ar-Razi juga berdalih dengan ucapan adz-Dzahabi [mengikuti Ibn Taimiyyah] dalam Mizan al-I’tidal berikut:
رأس في الذكاء والعقليات، له كتاب السر المكتوم في مخاطبة النجوم، سحر صريح، فلعله تاب من تأليفه إن شاء الله، وله تشكيكات على مسائل من دعائم الدين تورث حيرة
“Ar-Razi unggul dalam hal kecerdasan dan ilmu logika. Dia memiliki kitab as-Sir al-Maktum fi Mukhathabatin Nujum yang merupakan sihir dengan jelas. Mungkin dia telah bertaubat dari karangannya tersebut, insya Allah. Dia juga memiliki konsep uraian yang menjadikan keraguan (tasykikat) pada masalah pondasi agama sehingga menjadikan kebingungan”.
Namun, Tajuddin as-Subki menolak persepsi adz-Dzahabi di atas. Dalam Thabaqat-nya, beliau membantah:
وأما كتاب السر المكتوم في مخاطبة النجوم فلم يصح أنه له، بل قيل إنه مختلق عليه
“Adapun kitab as-Sir al-Maktum fi Mukhathabatin Nujum tidak shahih dinisbatkan kepada beliau. Bahkan disebutkan, kitab tersebut dibuat-buat atas nama beliau”.
Ditambah lagi pernyataan Ibn Khaldun, bahwa ar Razi bukan pakar dalam disiplin ilmu tersebut.
Maksud "Tasykikat” diatas adalah bahwa ar-Razi sering menampilkan syubhat-syubhat penyelisih agama dan akidah dengan sangat detail dan menyampaikan hujjah Ahlussunnah belakangan, sehingga yang membaca terkadang sudah terpapar keraguan terlebih dahulu. Inilah yang dikritik dari ar-Razi. Jadi, hanya masalah methode dalam menolak syubhat aliran sesat saja.
Kelima:
Banyak Salafi berhujjah dengan ucapan yang dinisbatkan kepada Ibn Hajar al-Asqallani dalam Lisan al-Mizan berikut:
أوصى بوصية تدل على أنه حسن اعتقاده
“Ar-Razi berwasiyat dengan wasiyat yang menunjukkan dia memperbagusi akidahnya”.
Dengan ucapan ini, Salafi beranggapan bahwa ar-Razi telah bertaubat dari akidah Asy’ariyyah dan ilmu kalam.
Menjawab "syubhat" ini adalah hasil penelitian Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah yang mentahqiq dan mengkomparasikan manuskrip kitab Lisan al-Mizan dengan sejumlah manuskrip-manuskrip yang ada. Hasilnya, ucapan tersebut tidak ada dalam manuskrip Lisan Mizan dan hanya sebuah tulisan pinggir di salah satu manuskrip yang sangat tidak tepat apabila dinisbatkan kepada al-Hafizh Ibn Hajar.
Keenam:
Bukti bahwa beliau tidak merujuk akidahnya adalah ucapan beliau sendiri sebagaimana dalam Thabaqat al-Athibba’ (hlm. 469) dan Thabaqat Syafi’iyyah (8/90) saat beliau hendak meninggal:
وأما الكتب العلمية التي صنّفتها أواستكثرت من إيراد السؤالات على المتقدمين فيها، فمن نظر في شيء منها فإن طابت له تلك السؤالات فليذكرني في صالح دعائه على سبيل التفضل والإنعام، وإلا فليحذف القول السيئ فإني ما أردت إلا تكثير البحث وتشحيذ الخاطر
“Adapun kitab-kitab ilmiyyah yang telah aku tulis atau aku sampaikan banyak soalan-soalan kepada ulama yang terdahulu, maka barang siapa yang melihat dan dapat melegakan hatinya, maka ingatlah diriku dalam doa baiknya sebagai anugerah dan nikmat. Jika tidak demikian, maka buanglah ucapan yang buruk. Aku memperbanyak hal itu tiada maksud lain kecuali memperbanyak pembahasan dan mengasah pemikiran”.
Ketujuh:
Komentar Ibn Hajar al-Asqallani dalam Lisan al-Mizan terhadap Imam ar-Razi:
والفخر كان من أئمة الأصول، وكتبه في الأصلين شهيرة سائرة، وله ما يُقبل وما يُرد
“Fakhruddin ar-Razi adalah imam (panutan) dalam akidah. Kitabnya dalam ushul fikih dan ushuluddin sangat terkenal dan beredar. Dia memiliki pendapat yang diterima dan ditolak”.
Ini adalah penilaian yang inshaf dari seorang al-Hafizh Ibn Hajar!
Kedelapan: [Penutup]
Komentar ar-Razi yang beliau tulis dalam kitabnya, I'tiqadat Muslimin wal Musyrikin:
وهذه الكتب بأسرها تتضمن شرح أصول الدين وإبطال شبهات الفلاسفة وسائر المخالفين، وقد اعترف الموافقون والمخالفون أنه لم يصنف أحد من المتقدمين والمتأخرين مثل هذه المصنفات، وأما المصنفات الأخر التي صنفناها في علم آخر فلم نذكرها هنا، ومع هذا فإن الأعداء والحساد لا يزالون يطعنون فينا وفي ديننا، مع ما بذلنا من الجد والإجتهاد في نصرة اعتقاد أهل السنة والجماعة، ويعتقدون أني لست على مذهب أهل السنة والجماعة، وقد علم العالمون أنه ليس مذهبي ولا مذهب أسلافي إلا مذهب أهل السنة والجماعة، ولم تزل تلامذتي ولا تلامذة والدي في سائر أطراف العالم يدعون الخلق إلى الدين الحق، والمذهب الحق، وقد أبطلوا جميع البدع. وليس العجب من طعن هؤلاء الأضداد الحساد، بل العجب من الأصحاب والأحباب كيف قعدوا عن نصري والرد على أعدائي؟!
"Kitab-kitab ini semuanya mengandung penjelasan dasar-dasar agama dan membatalkan syubhat-syubhat kaum falsafat dan yang menyelisihi akidah haq. Pihak yang pro dan yang kontra denganku pun sepakat bahwa tidak ada satupun ulama' mutaqaddimin dan muta'akhirin yang mengarang kitab seperti kitab-kitab ini. Adapun karya yang lain yang telah aku susun dalam disiplin ilmu lain, maka tidak aku sebutkan disini. Bersamaan dengan ini, para musuh dan pendengki tak pernah berhenti mencelaku dan mencala agamaku, padahal aku telah curahkan kemampuan dan kesungguhan untuk membela akidah Ahlussunah wal Jama'ah. Mereka meyakini jika aku bukan penganut madzhab Ahlussunnah wal Jama'ah. Orang-orang tahu bahwa madzhabku dan madzhab pendahuluku hanyalah Ahlussunnah wal Jama'ah. Murid-muridku dan murid-murid ayahku diberbagai penjuru wilayah mengajak masyarakat untuk mengikuti agama yang haq dan madzhab yang haq serta membatalkan semua bid'ah. Tidak mengherankan orang-orang yang menentang dan hasad [kepadaku], tetapi yang mengherankan mengapa para murid dan ahbab tidak ada yang bergerak menolongku dan menolak musuh-musuhku?!".
Ternyata ar-Razi sebagaimana ulama' lain juga diuji dengan kelompok yang hasad dan suka membuat fitnah.
Semoga Allah merahmati semuanya. Amin
Hidayat Nur
21 Juli 2020 pada 15.58 ·
#Hidayat Nur