Shalat di Pesawat

Shalat di Pesawat - Kajian Medina
Shalat di Pesawat

Di atas pesawat dimana kita tidak bisa turun, apakah tetap shalat atau tidak?

Jawabnya kalau masih bisa dihindari, sebaiknya hindari saja. Jangan paksakan shalat di pesawat. Naum kalau sekiranya tidak bisa dihindari, baru lah kita 'terpaksa' shalat di atas pesawat.

1. Masih Bisa Menghindari

Contohnya sebagaimana yang saya alami sendiri, terbang dari Tokyo jam 11 siang dan mendarat di Denpasar Bali jam 17.15 sore. Sementara waktu shalat maghrib jam 18.15 sore.

Berarti masih bisa shalat jama' ta'khir Zhuhur dan Ashar di Denpasar. Toh masih ada waktu Ashar saat mendarat.

Pernah juga terbang dari Cengkareng jam 04.10 dan mendarar di Surabaya jam 05.15. Sementara matahari di Surabaya terbit jam 05.45. Masih ada 30 menit untuk shalat Shubuh.

Namun perlu diingat bahwa kebolehan menjama ini mensyaratkan dua hal.

Pertama, kita harus riset dulu jadwal shalat di masing-masing tempat. Jangan sampai meleset dari perhitungan. Tapi santai saja, Google dengan mudah bisa ditanya-tanyai masalah beginian. Insyaallah akurat.

Kedua, segera shalat di Bandara, dimana saja, meski tidak ketemu mushalla. Jangan sampai kita terhambat dalam antrian bagasi, imigrasi atau pun urusan sepele lain

Ketiga, usahakan sudah wudhu sejak masih di pesawat, atau bawa botol semprotan air. Jadi begitu ada pojokan, bisa langsung mlipir. Tidak harus ribut cari toilet atau musholla.

Keempat, bila cari musholla tidak ketemu, salah satu triknya kita bisa masuk restoran dan pesan 1 meja. Lalu shalatnya di samping meja dekat troli bagasi.

2. Tidak Bisa Menghindari

Namun ketika sama sekali tidak bisa disetting dengan jama', maka kita terpaksa shalat di atas pesawat.

Untuk itu ada beberapa masalah penting yang harus dipahami dengan baik. Misalnya masalah syarat sah shalat yaitu : wudhu', waktu shalat dan arah qiblat. Lalu masalah rukun shalat yaitu berdiri, ruku' dan sujud.

a. Wudhu'

Kenapa kita berwudhu' dan tidak tayammum saja?

Pertama, karena selama masih ada air, belum dibenarkan tayammum. Sedangkan di pesawat, air justru tersedia, baik di botol atau di toilet. Banyak orang yang gagal paham kaidah ini karena tidak pernah belajar ilmu fiqih.

Kedua, karena bawa-bawa tanah ke pesawat justru lebih ribet. Dan belum tentu ingat juga. Kalau pun bawa tanah, mau digelar dimana untuk tayammumnya? Ini juga masalah tersendiri.

Maka kita berwudhu di toilet saja. Jangan bilang tidak bisa. Lha wong buang air besar saja bisa, masak hanya cuci muka, tangan, usap kepala dan cuci kaki tidak bisa?

Ada baiknya habis wudhu di toilet, kita keringkan westafel dan cerminnya pakai tisu, biar nanti kalau ada orang masuk tidak terkesan jorok.

Bagaimana orang satu pesawat disuruh antri tolilet semua? Jangan-jangan airnya habis?

Sebenarnya pertanyaan ini rada mengada-ada. Tapi baik lah, mungkin saja hal itu terjadi. Mengingat kebiasaan orang kita kalau wudhu' suka tidak hemat air.

Solusinya kalau begitu masing-masing bawa botol sprayer. Bentuknya kecil dan masuk handbag, bahkan masuk saku baju. Semprot kan tetes-tetes air itu beberapa kali dan biarkan airnya mengalir membahasi kulit, lalu ratakan ke semua anggota wudhu'.

Tidak ada salahnya saat semprot-semprot itu kita lakukan dengan hati-hati, agar penumpang lain yang duduk di samping kita tidak kecipratan tetes air.

(Bersambung)

Ahmad Sarwat
23 Oktober pukul 07.41 ·

sambungan dari artikel Pelajaran Dasar Shalat dan terkait dengan artikel Waktu Shubuh di Pesawat

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.