Menghadiahkan Pahala untuk Mayit Melalui Niat di Hati atau Dengan Melafadzkan?

Menghadiahkan Pahala untuk Mayit Melalui Niat di Hati atau Dengan Melafadzkan? - Kajian Medina
السؤال :
إهداء الثواب للميت من خلال النية بالقلب أم بالتلفظ؟

Pertanyaan:
Menghadiahkan pahala untuk mayit (cukup) melalui niat di hati atau (harus) dengan melafadzkan/mengungkapkannya?

الجواب :
Jawaban:

الحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا رسول الله

اتفق الفقهاء على أن مكان النية القلب ولا يشترط التلفظ بها في العبادات، وإنما ذهب الحنفية في المختار والشافعية والحنابلة في المذهب إلى أن التلفظ بالنية في العبادات سنة ليوافق اللسان القلب، ولذلك من تصدق أو حج أو اعتمر ونوى وصول ثواب ذلك العمل إلى الميت وصله إن شاء الله وإن لم يتلفظ بنيته.

Para pakar fiqh telah bersepakat bahwa tempat niat adalah hati dan tidak disyaratkan mengungkapkannya dalam masalah ibadah. Hanya saja, Madzhab Hanafi dalam pendapat yang terpilih, madzhab Syafii dan Madzhab Hanbali berpendapat bahwa talafudz bin niyat (mengungkapkan niat) dalam ibadah itu hukumnya sunnah agar menepatkan lisan dengan hati. Karenanya, orang yang bersedekah, berhaji, atau berumrah disertai niat sampainya pahala amal-amal itu kepada mayit, Allah akan menyampaikannya, In sya allah, meskipun ia tidak melafadzkan niatnya.

يقول الشبراملسي رحمه الله: "الحاصل أنه إذا نوى ثواب قراءة له، أو دعا عقبها بحصول ثوابها له، أو قرأ عند قبره: حصل له مثل ثواب قراءته، وحصل للقارئ أيضا الثواب، فلو سقط ثواب القارئ لِمُسقط - كأن غلب الباعث الدنيوي كقراءته بأجرة - فينبغي أن لا يسقط مثله بالنسبة للميت" اهـ "نهاية المحتاج" (6/92)

Asy-Syibramalisi Rahimahullah berkata: Kesimpulannya adalah bahwa jika ia meniatkan pahala bacaan al-Quran untuk mayit, atau ia berdoa mengiringi pembacaan itu dengan doa mendapatkan pahala bacaan al-Quran itu untuk mayit, atau ia membaca al-Quran di sisi kuburnya: maka si mayit akan mendapat semisal pahala bacaannya, sementara si pembaca juga mendapat pahala itu juga. Karenanya, andainya gugur pahala si pembaca karena terjatuh dalam kesalahan -seperti jika motivasi terbesarnya adalah duniawi seperti pembacaan itu disebabkan upah- maka, seyogyanya tidak gugur semisal (pahala)nya sehubungan dengan mayit. (Nihayatul Muhtaj: 6/92).

ويقول ابن قيم الجوزية رحمه الله: "فإن قيل: فهل تشترطون في وصول الثواب أن يهديه بلفظه أم يكفي في وصوله مجرد نيه العامل أن يهديها إلى الغير؟ قيل: السنة لم تشترط التلفظ بالإهداء في حديث واحد، بل أطلق الفعل عن الغير كالصوم والحج والصدقة، ولم يقل لفاعل ذلك: وقل اللهم هذا عن فلان ابن فلان، والله سبحانه يعلم نية العبد وقصده بعمله، فإن ذكره جاز، وإن ترك ذكره واكتفي بالنية والقصد وصل إليه، ولا يحتاج أن يقول: اللهم إني صائم غدا عن فلان ابن فلان" انتهى. كتاب "الروح".

Ibnul Qayyim al-Jauziyah Rahimahullah mengatakan:
Jika ditanyakan: Apakah disyaratkan sampainya pahala itu jika dihadiahkan dengan melafadzkannya atau cukup hanya dengan niat pelaku untuk menghadiahkannya kepada orang lain?
Dikatakan: As-Sunnah tidak mensyaratkan melafadzkan penghadiahan ini dalam satu hadis pun, bahkan memutlakkan amal dari orang lain seperti puasa, haji, dan shadaqah. Dan ia tidak mengatakan kepada pelaku demikian ini: Dan katakanlah: Allahumma hadza ‘an fulan Ibn fulan (Ya Allah, ini dari fulan Ibn fulan). Allah mengetahui niat seorang hamba sekaligus tujuannya dengan amalnya itu. Karenanya, jika ia menyebutkannya (berdoa seperti itu) maka hukumnya boleh. Dan jika ia tidak menyebutkannya, namun mencukupkan dengan niat dan tujuan itu maka akan sampai kepadanya dan tidak perlu mengatakan:
Allahumma innî shâimun ghadan ‘an fulan ibn fulan (Ya Allah, sesungguhnya saya akan berpuasa esok hari untuk fulan Ibn fulan). Kitab ar-Ruh.

Wallahu a’lam

والله أعلم.

Alih bahasa dari:

https://www.aliftaa.jo/Question.aspx…

Nur Hasim
3 jam ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.