Bolehkah Menggabungkan Niat Aqiqah dengan Qurban?

Bolehkah Menggabungkan Niat Aqiqah dengan Qurban? - Kajian Medina
BOLEHKAH MENGGABUNGKAN NIAT AQIQAH DENGAN QURBAN ?

Oleh : Abdullah Al-Jirani

Sebagaimana telah kita maklumi bersama, bahwa ada sebuah kaidah di kalangan ulama’, apabila dua perkara memiliki jenis yang sama dan maksud dari keduanya tidak berbeda, maka secara umum, salah satu dari keduanya bisa dimasukkan kepada yang lainnya. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Imam Asy-Syuyuthi –rahimahullah- beliau berkata :

القاعدة التاسعة: إذا اجتمع أمران من جنس واحد، ولم يختلف مقصودهما، دخل أحدهما في الآخر غالبًا..

Kaidah kesembilan : Ada dua perkara dari jenis yang satu berkumpul, sedangkan maksud kedunya tidak berbeda, maka secara umum, salah satu dari keduanya masuk kepada yang lain.” [Al-Asybah wa An-Nadzair : 126].

Kemudian beliau memberikan beberapa contoh untuk kaidah tersebut, diantaranya : menggabungkan shalat tahiyyatul masjid dengan shalat sunnah qabliyyah Subuh, mandi junub dengan mandi jum’at, dan yang lainnya. Secara umum, aqiqah dan berqurban memiliki kesamaan-kesamaan. Baik dari sisi hukum-hukum yang ada di dalamnya, ataupun maksud dari keduanya. Seperti dalam hal kriteria hewan yang sah digunakan (baik dari jenis hewan, umur, serta kesempurnaan dari beberapa cacat), hukum keduanya (sama-sama sunnah), bertujuan untuk sedekah, dan sisi-sisi yang lainnya.

Imam Zakariyya Al-Anshari –rahimahullah- (w. 926 H) berkata :

وَالْعَقِيقَةُ كَالْأُضْحِيَّةِ فِي الْحَقِيقَةِ فِي سُنِّيَّتِهَا، وَجِنْسِهَا وَسِنِّهَا وَسَلَامَتِهَا، وَالْأَفْضَلِ مِنْهَا، وَالْأَكْلِ وَالتَّصَدُّقِ وَالْإِهْدَاءِ وَقَدْرِ الْمَأْكُولِ مِنْهَا وَامْتِنَاعِ بَيْعِهَا وَتَعَيُّنِهَا إذَا عُيِّنَتْ وَاعْتِبَارِ النِّيَّةِ وَغَيْرِ ذَلِكَ

“Hakikatnya, aqiqah seperti berqurban dalam hal hukum sunnahnya, jenisnya, umurnya, keselamatannya (dari cacat), yang paling utama darinya, memakannya, menyedekahkannya, menghadiahkannya, kadar yang dianjurkan memakan darinya, larangan menjualnya,....”[Al-Ghurarul Bahiyyah fi Syarhil Bahjatul Wardiyyah : 5/171].

Oleh karena itu, sebagian ulama berpendapat bolehnya menggabungkan niat aqiqah dengan berqurban. Ini merupakan pendapat Malikiyyah, (sebagian) ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah. Imam Syamsud Din Ar-Ramli –rahimahullah- (w. 1004 H) berkata :

وَلَوْ نَوَى بِالشَّاةِ الْمَذْبُوحَةِ الْأُضْحِيَّةَ وَالْعَقِيقَةَ حَصَلَا خِلَافًا لِمَنْ زَعَمَ خِلَافَهُ

“Seandainya seorang meniatkan seekor kambing yang akan disembelih untuk berqurban dan aqiqah (sekaligus), maka keduanya telah terealisasi, lain halnya dengan seorang yang menyangka sebaliknya.” [Nihayatul Minhaj Ila Syarhil Minhaj : 8/145].

Imam Al-Bujairimi –rahimahullah- berkata :

وَلَوْ نَوَى بِهَا الْعَقِيقَةَ، وَالضَّحِيَّةَ حَصَلَا عِنْدَ شَيْخِنَا

“Seandainya seorang meniatkannya untuk aqiqah dan berqurban, maka keduanya sudah teralisasi menurut guru kami (Syaikh Muhammad Al-Isymawi). “[Hasyiyah Al-Bujairimi : 4/302].

Telah diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri –rahimahullah- beliau berkata :

«إِذَا ضَحَّوْا عَنِ الْغُلَامِ، فَقَدْ أَجْزَأَتْ عَنْهُ مِنَ الْعَقِيقَةِ»

“Apabila mereka berkurban atas nama seorang anak, maka sungguh telah mencukupi baginya (anak tersebut) dari Aqiqah.”[ Mushannaf Ibnu Abi Syaibah : 5/117].

Diriwayatkan pula dari Hisyam bin Urwah dan Ibnu Siri keduanya menyatakan :

«يُجْزِئُ عَنْهُ الْأُضْحِيَّةُ مِنَ الْعَقِيقَةِ»

“Berkurban mencukupi baginya dari aqiqah.” [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah : 5/116].

Sebagian ulama Syafi’iyyah yang lain, seperti Imam Ibnu Hajar Al-Haitami –rahimahullah-, beliau berpendapat tidak boleh menggabungkan niat aqiqah dan berqurban. Beliau beralasan, karena masing-masing merupakan ibadah sunah yang memiliki tujuan yang berbeda. Kalau berqurban, merupakan dhiyafah ‘amah (jamuan yang bersifat umum), sedangkan aqiqah merupakan dhiyafah khashah (jamuan yang bersifat khusus). Simak kitab (Tuhfatul Minhaj : 9/370).

Kami pribadi, lebih memilih pendapat pertama, yaitu yang membolehkan untuk menggabungkan niat aqiqah dengan qurban. Selain merupakan pendapat jumhur (mayoritas ulama), juga merupakan pendapat sebagian ulama Syafi’iyyah sebagaimana telah berlalu penyebutan nama-nama mereka.

Selain itu, pendapat ini juga telah difatwakan oleh para imam besar dari generasi tabi’in, seperti Al-Hasan Al-Bashri, Hisyam bin Urwah, dan Ibnu sirin. Imam An-Nawawi dalam “Al-Majmu” juga mengisyaratkan akan bolehnya seorang menggabungkan niat berbeda dalam perserikatan satu ekor sapi/onta. Dari sisi penerapan kaidahpun lebih tepat. Namun begitu, kami tetap menghormati jika ada yang berpendapat berbeda dengan pendapat yang kami yakini. Karena hal ini masuk masalah khilafiyyah ijtihadiyyah yang kita harus saling menghormati.

Wallahu a’lam

****

Abdullah Al Jirani
19 Juli (5 jam · lalu)

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.