Terdapat sebuah atsar yang diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa beliau mengatakan, “Perkara-perkara baru ada dua macam: Pertama, perkara baru yang bertentangan dengan Kitab (Al Quran), Sunnah, Atsar atau Ijma’, ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua, perkara baru yang baik dan tidak bertentangan dengan salah satu dari hal-hal tersebut, ini adalah perkara baru yang tidak tercela.”
Ucapan Imam Syafi’i di atas diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam kitabnya Manaqib Asy Syafi’i dengan sanad sebagai berikut (lihat gambar di bawah):
- Muhammad bin Musa bin Al Fadhl alias Abu Sa’id bin Abi Amr alias Ash Shairafi
- Abul Abbas Al Ashamm
- Ar Rabie’ bin Sulaiman
- Imam Syafi’i
Sumber: Manaqib Syafi’i, Al Baihaqi 1/468-469: https://archive.org/stream/waqmnsh/01_mnsh#page/n467/mode/2up
Al Baihaqi dalam kitabnya yang lain berjudul Al Madkhal Ila As Sunan, juga meriwayatkan atsar yang sama dengan menyebut nama “Abu Said bin Abi Amr” (lihat gambar di bawah).
Sumber: Al Madkhal Ila As Sunan, Al Baihaqi, halaman 206: https://archive.org/stream/FP26504/26504#page/n205/mode/2up
Atsar ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam kitabnya, Tabyin Kadzibil Muftari, dari Abu Sa’d (yang benar: Sa’id) bin Abi Amr.” (lihat gambar di bawah)
Sumber: Tabyin Kadzibil Muftari, Ibnu Asakir, halaman 97: https://archive.org/stream/Tabyin_Kathib_Almufteri#page/n106/mode/2up
Adz Dzahabi dalam kitabnya, Tarikh Al Islam, juga menukil riwayat tersebut lalu mengatakan, “Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dari Ash Shadafi (yang benar: Ash Shairafi) darinya (yaitu Al Asham).” (lihat gambar di bawah)
Sumber: Tarikh Al Islam, Adz Dzahabi, 5/170: https://archive.org/stream/FP105731/05_105735#page/n170/mode/2up
Kalau kita perhatikan sanad di atas, maka kita mendapati bahwa seluruh perawinya adalah para imam yang tsiqat (terpercaya) dan sanadnya muttashil (bersambung), sehingga Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawanya menshahihkan atsar tersebut (lihat gambar di bawah).
Sumber: Majmu Fatawa, Ibn Taimiyah 20/163: https://archive.org/stream/mfsiaitmmfsiaitm/mfsiaitm20#page/n162/mode/2up
Namun, Syaikh Salim Al Hilali dalam kitabnya, Al Bid’ah wa Atsaruha, mengaku tidak berhasil menemukan biografi Muhammad bin Musa Al Fadhl (begitu ia menulis, padahal yang lebih tepat adalah Muhammad bin Musa bin Al Fadhl).
Sumber: Al Bid’ah wa Atsaruha, Salim Al Hilali h. 107: http://archive.org/stream/bd3ah#page/n109/mode/2up
Mungkin kesalahan dalam menulis nama itu akhirnya menjadikannya tidak berhasil menemukan biografinya.
Biografi Muhammad bin Musa bin Al Fadhl alias Abu Said bin Abi Amr alias Ash Shairafi bisa kita jumpai dalam kitab Tarikh Al Islam karya Adz Dzahabi (lihat gambar di bawah).
Sumber: Tarikh Al Islam, Adz Dzahabi, 9/369: https://archive.org/stream/FP105731/09_105739#page/n368/mode/2up
Demikian, semoga catatan kecil ini bermanfaat.
Danang Kuncoro Wicaksono
Sumber : https://danangsyria.wordpress.com/2017/09/09/atsar-imam-syafii-tentang-pembagian-bidah/ (09/09/2017)
#Danang Kuncoro Wicaksono