Sebelum memulai membaca tulisan ini, mulailah dengan berbaik sangka terlebih dahulu terutama kepada para ulama kita. Soal sepakat atau tidak sepakat itu urusan masing-masing. Mengapa saya angkat tema ini? Sebab saya membaca sebuah status, di mana dengan mudahnya ia dan ustadznya melabeli ahli bid'ah kepada orang yang mengaku melihat Nabi. Saya tidak terburu-buru mempercayai orang yang mengaku melihat Nabi itu, tapi menafikan pendapat itu dari kalangan para ulama, maka harus berhati-hati.
Jangan terburu-buru memvonis demikian kawan. Tentu kita tidak sedang membahas orang tertentu. Namun kita akan sampaikan bahwa ternyata ada pula ulama yang berpandangan melihat Nabi dalam keadaan terjaga itu bisa terjadi sebagai karamah baginya. Siapa saja ulama yang berpandangan demikian? Menurut penelusuran penulis yang ilmunya masih amat sedikit ini, di antara ulama tersebut adalah:
1. Al-Imām Abul Abbas Al-Qurthubi rahimahullāh (bukan yang pengarang tafsir). Beliau pernah memberikan kesaksian di atas sumpahnya, bahwa beliau pernah mimpi melihat Nabi dan juga pernah melihat Nabi dalam keadaan sadar/terjaga.
Di dalam kitabnya yang berjudul Al-Mufhim lima Asykala min Talkhisi Shahih Muslim, juz 6, hlm. 24-25. Panjang jika diterjemahkan, langsung ke intinya saja. Lihat garis yang berwarna BIRU di screenshot kitab di bawah:
Beliau rahimahullāh berkata:
"Dan sungguh DEMI ALLĀH, saya melihat Nabi dalam keadaan sadar persis keadaannya sebagaimana aku melihat dalam mimpiku tanpa ada tambahan dan pengurangan sedikitpun..."
Bagaimana tanggapan kita mendengar pengakuan beliau rahimahullāh? Apa lantas kita cap beliau sebagai pendusta, ahli bid'ah, sombong, atau apa? Silakan berpikir sendiri. Berhati-hatilah menuduh ulama sekelas beliau rahimahullāh. Meski kita tidak sepakat misalnya.
2. Al-Imām Ibnu Hajar rahimahullāh. Siapa yang tidak kenal dengan beliau? Imamnya para ahli hadits. Beliau pun mengakui bahwa para Wali yang diberikan karamah, terkadang mampu melihat Nabi shallallāhu 'alaihi wa sallam secara sadar. Beliau rahimahullāh berkata (Lihat ss kitab di bawah yang berwarna HIJAU):
"Adapun orang yang baru melihat Nabi setelah wafatnya Nabi dan belum dikubur, maka yang rajih ia bukanlah disebut sahabat. Jika
tidak akan sangat banyak disebut sahabat
orang yang melihat jasad Nabi yg mulia di
dalam makamnya yang agung, walaupun di
masa sekarang ini. Demikian juga seorang yang
DIBUKAKAN hijabnya dari PARA WALI Allāh
sehingga mampu melihat Nabi secara langsung
dengan jalan karomah dari Allāh. Karenanya merupakan hujjah bahwa orang yang disebut
sahabat adalah bagi orang yang melihat Nabi
sebelum dimakamkannya dan masih hidup..." [Fathul Bāriy, juz 7, hlm. 4]
3. Untuk menambah referensi dalam hal ini, silakan dibaca kitab karangan Al-Imām as-Suyūthī rahimahullāh yang berjudul:
تنوير الحلك في رؤية النبي و الملك - الإمام الحافظ جلال الدين السيوطي.
Kitabnya bisa dibaca di sini:
https://archive.org/details/TanwirHalak
___________
Kesimpulan:
1. Sebagian ulama ada yang berpendapat demikian, yakni bisa saja terjadi. Di atas hanya 3 pandangan ulama Ahlus Sunnah yang dapat disebutkan. Masih ada lagi yang lainnya.
2. Soal sepakat atau tidak sepakat silakan saja. Asal jangan mudah memvonis orang dengan ahli bid'ah, kafir, dan sebagainya.
3. Seandainya benar, maka para ulama menganggap itu adalah karomah yang diberikan kepada wali Allāh. Tentu bukan sembarangan orang yang ngaku-ngaku sebagai wali tapi jauh dari syari'at Islam misalnya. Allāhu a'lam.
Robi Maulana Saifullah
10 Desember pukul 17.13 ·
Sumber : https://www.facebook.com/robymaulana87/posts/1172412236245112
#Robi Maulana Saifullah