Kemuliaan Kalimat Tauhid

Kemuliaan Kalimat Tauhid - Kajian Medina
KEMULIAAN KALIMAT TAUHID

Sungguh tragis, peringatan hari santri yang seharusnya diwarnai dengan hal-hal positif, justru ternodai oleh pembakaran kain hitam yang bertuliskan kalimat tauhid “LAA ILAHA ILLALLAH” yang dilakukan oleh oknum tertentu. Dengan alasan apapun, dengan tujuan apapun, siapapun yang melakukannya, dan organisasi apapun yang menaunginya, perbuatan tersebut tidak bisa untuk dibenarkan. Ini merupakan cara-cara anarki yang tidak pernah diajarkan oleh agama Islam yang senantiasa mengajarkan sifat rahmat (kasih sayang) kepada pemeluknya. Perbuatan inipun tidak dibenarkan oleh NKRI sebagai negara hukum. Dimana hak-hak seluruh warga negara dilindungi dan dijamin oleh undang-undang. Jikapun ada pelanggaran, harusnya diproses sesuai hukum yang berlaku, bukan main hakim sendiri.

Kalimat tauhid merupakan milik, simbol dan syi’ar bagi seluruh umat Islam, bukan milik pribadi atau ormas tertentu saja. Dan ini perkara yang dimaklumi oleh kita semua. Kalau kebetulan ada ormas tertentu yang menjadikannya sebagai simbol mereka, bukan berarti menjadikannya sebagai sesuatu yang khusus untuk mereka saja. Kalau kita melihat sejarah, sejak zaman perjuangan mengusir penjajah, kalimat seperti ini sudah banyak digunakan. Baik tertulis di lambang organisasi, atau bendera, atau ikat kepala dan yang lainnya.

Kalimat tauhid, merupakan kalimat yang harus dimuliakan oleh seluruh umat Islam. Karena kalimat ini merupakan kalimat yang membedakan antara imam dan kekafiran. Yang mana setiap orang berharap untuk bisa mengucapkannya kelak menjelang sakaratul maut. Kalimat ini juga kalimat yang akan menjadi pembuka pintu Surga. Keimanan itu memiliki banyak cabang, dan yang tertinggi adalah kalimat Laa Ilaha Illallah.

Jikapun pembakaran itu merupakan perwujudan sikap antipati kepada kelompok tertentu –yang dianggap memiliki kesalahan -, tetap hal ini tidak bisa dibenarkan. Kalaulah kelompok itu memiliki kesalahan-kesalahan, hendaknya diluruskan dan diberikan kritik yang baik dengan cara santun dan bermartabat. Jangan justru yang dihabisi dan dikorbankan sesuatu yang tidak memiliki kaitan “secara langsung” dengannya. Apa kalau ada seorang yang menjadikan Al-Qur’an untuk “dalih” dalam rangka membenarkan kesalahannya, lalu kita akan membakar Al-Qur’an tersebut ?! tentu tidak. Yang diluruskan itu pemikirannya, bukan Al-Qur’annya yang dibakar.

Dalam prasangka besar kami, para ulama’ yang menjadi afiliasi para pelaku-pun tidak akan setuju dengan perbuatan pembakaran tersebut, alih-alih mendapatkan restu. Apalagi mereka dikenal sebagai para ulama’ yang sangat jauh dari sifat-sifat seperti itu. Konsisten itu penting. Jangan sampai kita senantiasa menyerukan slogan “anti radikal”,“anti anarki”, “Cinta NKRI”, “Pancasilais” dan yang lainnya, namun kita menjadi orang pertama yang melanggarnya. Ini namanya “kabura maqtan” (kebohongan besar) di sisi Allah Jalla Jalaluh. Kalau alasannya ingin menunjukkan “cinta NKRI”, itu salah jalan namanya. Cinta NKRI tidak akan bisa diwujudkan dengan membakar kalimat tauhid. Karena berdirinya negeri ini tidak pernah lepas dari kalimat tauhid .

Solo, 14 Safar 1440 H
Abdullah Al-Jirani

Abdullah Al Jirani memperbarui statusnya.
7 jam ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.