Tajsim Adalah Fitrah Bagi Mujassim, Bukan Bagi Yang Lain

Tajsim Adalah Fitrah Bagi Mujassim, Bukan Bagi Yang Lain - Kajian Medina
TAJSIM ADALAH FITRAH BAGI MUJASSIM, BUKAN BAGI YANG LAIN

Syaikh Ibnu Taymiyah seperti biasa berulang kali mencoba meyakinkan bahwa pemikiran tajsim (keyakinan bahwa Allah berupa jisim) adalah bagian dari fitrah. Ini salah satu penjelasan beliau:

ومعلوم أن كون البارئ ليس جسمًا ليس هو مما تعرفه الفطرة والبديهة

"Sudah maklum bahwasanya keberadaan Tuhan tidak sebagai jisim adalah bukan apa yang diketaui oleh fitrah dan kejelasan pemahaman" (Bayan Talbis al-Jahmiyah)

Beliau mengatakan itu dalam rangka menolak keyakinan Imam Ahlussunnah Wal Jama'ah, ar-Razi, yang menyusun banyak argumen untuk menolak tafsiran-tafsiran tajsim pada ayat atau hadis yang berbicara tentang sifat. Sudah maklum bahwa Ahlussunnah Wal Jama'ah menetapkan semua sifat Tuhan yang dinyatakan oleh Allah dan Rasulullah, tetapi tidak dalam makna jismiyah. 

Allah memang punya 'ain, yad, wajh, dan lainnya tapi maknanya bukan jisim; Allah memang nuzul dan istawa tetapi bukan dalam makna pergerakan jisim. Alasannya sebab Allah memang bukan jisim sehingga semua teks itu tak bisa dimaknai sebagai makna yang berlaku pada jisim. Demikian adalah akidah Ahlussunnah wal Jama'ah yang dinyatakan oleh Imam ar-Razi dan lain-lain. Dan inilah yang ditolak oleh Syaikh Ibnu Taymiyah dengan alasan fitrah di atas.

Untuk mendukung klaimnya di atas, Syaikh Ibnu Taymiyah kemudian menukil pendapat sekelompok Ahli Kalam yang ia puji sebagai pendapat yang lebih sesuai fitrah dan akal. Ia berkata:

وطوائف كثيرة من أهل الكلام يقدحون في ذلك كله، ويقولون: بل قامت القواطع العقلية على نقيض هذا المطلوب، وأن الموجود القائم بنفسه لا يكون إلا جسمًا، وما لا يكون جسمًا لايكون إلا معدومًا. ومن المعلوم أن هذا أقرب إلى الفطرة والعقول من الأول

"Banyak golongan Ahli Kalam yang mengkritik argumen itu semua (argumen bahwa Allah bukan jisim). Mereka berkata: Dalil-dalil rasional yang meyakinkan telah bertentangan dengan kesimpulan ini (kesimpulan bahwa Allah bukan jisim). Dan sesunggunya SESUATU YANG WUJUD, YANG INDEPENDEN DENGAN DIRINYA SENDIRI, PASTILAH BERUPA JISIM. DAN APA YANG BUKAN JISIM BERARTI PASTI TIDAK WUJUD. Sudah diketahui bahwa pendapat ini lebih dekat pada fitrah dan akal daripada pendapat pertama (yang menolak makna jisim)."  (Bayan Talbis al-Jahmiyah)

Ada dua hal yang perlu digarisbawahi dari pernyataan Ibnu Taymiyah di atas:

1. Paham tajsim (menganggap Allah sebagai jisim) adalah fitrah manusia. Ya barangkali ini memang benar, tapi bagi para mujassim saja. Fitrahnya seorang mujassim memang tajsim sebab dia tak bisa berpikir bahwa ada wujud selain jisim. Sama seperti fitrahnya ateis adalah tak bertuhan sebab ia tak bisa berpikir ada wujud selain apa yang tampak dan bisa diobservasi di alam semesta ini. Sedangkan fitrahnya Ahlussunnah Wal Jama'ah meyakini bahwa tidak mungkin Allah berupa jisim.

Fitrah manusia yang sesungguhnya adalah kosong putih bersih tidak tahu apa-apa, seperti dinyatakan al-Qur'an dan hadis. Semua pemikiran yang kemudian mengisi kekosongan itu (seperti paham tajsim di atas) sejatinya bukan fitrah. Kalaupun ada sebuah pemikiran yang dianggap fitrah, maka pemikiran lainnya juga harus dianggap fitrah pula sehingga banyak sekali ragam fitrah.

2.  Siapa kelompok Ahli Kalam yang berkata bahwa segala yang wujud pasti berupa jisim sehingga kalau bukan jisim berarti tidak wujud itu? Kelompok ini sering sekali dipuji dan dicocoki oleh syaikh Ibnu Taymiyah di berbagai tempat, tapi tak disebut namanya. Adakah pengikut Ibnu Taymiyah yang tahu identitas mereka? 

Bila tidak tahu, saya beri tahu bahwa kelompok itu adalah kelompok Ahli Kalam Mujassimah seperti Karramiyah dan Hisyamiyah. Merekalah yang berulang kali mempropagandakan bahwa sesuatu yang wujud pastilah berupa jisim. Mereka pula lah yang secara tak berdasar mendefinisikan kata "jisim" sebagai "wujud" agar tak terkesan negatif. Mereka inilah yang diikuti pendapatnya oleh Syaikh Ibnu Taymiyah, tentu saja tanpa disebut namanya.

Ketika terpojok dalam diskusi, para pengikutnya sering berdalih bahwa pernyataan pro akidah tajsim itu hanya menukil saja, bukan pendapat pribadi Ibnu Taymiyah. Padahal sudah sejelas matahari bahwa Ibnu Taymiyah berada di pihak mereka.

Abdul Wahab Ahmad
10 Juli 2020 pada 07.28 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.