Bolehkah Berqurban Dengan Hewan Yang Bunting?

Bolehkah Berqurban Dengan Hewan Yang Bunting? - Kajian Medina
BOLEHKAH BERQURBAN DENGAN HEWAN YANG BUNTING ?

Yang mu’tamad (pendapat terpilih) dalam madzhab Syafi’i, bahwa berqurban dengan hewan yang sedang bunting/hamil tidak sah. Hal ini dikarenakan “bunting/hamil”  itu sendiri termasuk cacat yang berpengaruh pada hewan qurban. Diantara para ulama Syafi’iyyah yang menyatakan bahwa kehamilan merupakan cacat, adalah Abu Hamid Al-Ghazali, Al-‘Amrani, An-Nawawi dalam Al-Muhadzdzab, dan yang lainnya.

Adapun menurut Imam Ibnu Ar-Rif’ah dari ulama Syafi’iyyah, berqurban dengan hewan yang sedang bunting sah secara mutlak. Menurut beliau, kehamilan tidak termasuk cacat yang berpengaruh terhadap keabsahan qurban. Selain itu, jika kondisinya kurus, bisa ditutupi dengan anak yang ada di perut induknya. Namun alasan Ibnu Ar-Rif’ah ini disanggah oleh pendapat pertama. Menurut pendapat pertama, cacat pada hewan qurban itu tidak bisa dikompensasi dengan sesuatu yang lain. Selain itu, mengkompensasi dengan janin yang ada di perut induk, merupakan sesuatu yang spekulatif, bisa lahir dalam kondisi yang layak makan, tapi juga bisa tidak.

Disebutkan oleh Syaikh Zainuddin Al-Malibari Asy-Syafi’i (w.987 H) dalam “Fathul Mu’in”, hlm. (303) :

والمعتمد عدم إجزاء التضحية بالحامل خلافا لما صححه ابن الرفعة

“Pendapat mu’tamad (terpilih), berqurban dengan hewan yang sedang bunting tidak  tidak sah, berbeda dengan pendapat Ibnu Ar-Rif’ah yang mengesahkannya.” 

Keterangan di atas juga disetujui oleh Syaikh Abu Bakar Syatha (w.1302) dalam “I’anah Ath-Thalibin” (3/378) dimana setelah beliau membawakan ucapan di atas, beliau menyatakan :

أي لأن الحمل ينقص لحمها.وضابط العيب هو ما نقص لحما.

“Artinya, dikarenakan kehamilan merupakan sesuatu yang mengurangi daging qurban. Dan parameter cacat adalah sesuatu yang mengurangi (kwantitas dan kwalitas) daging qurban.”

Pengarang kitab “Kifyatul Akhyar”, hlm. (531) , yaitu syaikh Taqiyyuddin Al-Hishni (w. 829 H) cenderung kepada pendapat yang menyatakan tidak sah. Namun, beliau menambahkan keterangan, bahwa jika hewan qurban yang sedang bunting tersebut dalam kondisi gemuk, maka dipastikan sah. Jika dalam kondisi kurus, maka tidak sah. Yang paling aman, hindari untuk berqurban dengan hewan yang sedang bunting. Wallahu a’lam.

Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi kita sekalian dan menjadi amal jariyyah bagi penulisnya.

12 Zulqa'dah 1441 H
Abdullah Al-Jirani

•|Referensi tambahan :
Tuhfatul Muhtaj (9/351), Fathul Wahab (2/232), Mughni Muhtaj (6/128) dan lainnya.
•| Foto : Menanti senja di sudut desa.

Abdullah Al Jirani
2 Juli 2020· Dibagikan kepada Publik

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.