Benarkah Melafadzkan Niat Bukan Termasuk Madzhab Syafi’i?

Benarkah Melafadzkan Niat Bukan Termasuk Madzhab Syafi’i? - Kajian Medina
Benarkah melafadzkan niat bukan termasuk madzhab Syafi’i ?

Ada pernyataan berbunyi demikian : “Melafadzkan niat ketika shalat, itu pendapat sebagian ulama Syafi’iyyah, nggak semua, bukan pendapat imam Syafi’i (?). Imam An-Nawawi saja menyalahkan (?) pendapat ulama Syafi’iyyah yang melafadzkan niat ketika shalat.”

Dalam pernyataan di atas terdapat beberapa kekeliruan fatal, yaitu :

Pertama : Pernyataan bahwa melafadzkan niat bukan madzhab Syafi’i, merupakan pernyataan yang tidak benar. Bagaimana bukan termasuk madzhab Syafi’i, sedangkan Imam Syafi’i sendiri mengamalkannya. Sebagaimana disebutkan oleh Imam Abu Bakar bin Muqri’ (wafat : 381 H) beliau berkata :

أَخْبَرَنَا ابْنُ خُزَيْمَةَ، ثنا الرَّبِيعُ قَالَ:كَانَ الشَّافِعِيُّ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْخُلَ فِي الصَّلَاةَ قَالَ: بِسْمِ اللَّهِ، مُوَجِّهًا لَبَيْتِ اللَّهِ مُؤْدِيًا لِفَرْضِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ اللَّهُ أَكْبَرُ

“Ibnu Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, (dia berkata) Ar-Rabi’ telah menceritakan kepada kami : Adalah Asy-Syafi’i apabila hendak masuk ke dalam sholat, beliau berkata : Bismillahi muwajihan libaitillai mu’adiyan lifardhillahi ‘azza wa jalla Allahu akbar (Dengan menyebut nama Alloh, dalam kondisi menghadap kiblat, dalam rangka menunaikan kewajiban yang Alloh perintahkan..kemudian membaca takbir (pembukaan).” [ Al-Mu’jam karya Ibnu Muqri’ no : 317 halaman : 121 ].

Kedua : Pernyataan yang menyatakan : Bahwa Imam An-Nawawi menyalahkan pendapat ulama yang membolehkan melafadzkan niat, juga tidak benar. Bahkan imam An-Nawawi bukan hanya membolehkan, tapi menganjurkan. Imam An-Nawawi (w.676 H) menyatakan :

وَمَحَلُّ النِّيَّةِ الْقَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ نُطْقُ اللِّسَانِ بِلَا خِلَافٍ وَلَا يَكْفِي عَنْ نِيَّةِ الْقَلْبِ بِلَا خِلَافٍ وَلَكِنْ يُسْتَحَبُّ التَّلَفُّظُ مَعَ الْقَلْبِ

“Niat tempatnya di hati dan tidak disyaratkan untuk diucapkan dengan lisan, tanpa ada perselisihan. Tidak cukup (mengucapkan niat) saja tanpa niat dalam hati, tanpa ada perselisihan. Akan tetapi DIANJURKAN UNTUK MELAFADZKANNYA bersamaan dengan (niat) yang ada di dalam hati.” [Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab , jilid : 6, hlm. 289].

Kesimpulannya, melafadzkan niat dalam arti sekedar untuk membantu mewujudkan niat yang ada di dalam hati, merupakan perkara yang dianjurkan di dalam madzhab Syafi’i. Sehingga pernyataan di atas bisa jadi merupakan fitnah dan kebohongan terhadap madzhab Syafi’i, Imam Syafi’i, Imam An-Nawawi, ulama Syafi’iyyah, serta masyarakat Indonesia yang mayoritas bermadzhab Syafi’i. Fitnah dan kebohongan merupakan dosa yang sangat besar yang bisa menjatuhkan pelakukan kepada kefasikan.

Semoga tulisan singkat dan sederhana ini bermanfaat untuk kita sekalian. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Disusun oleh : Abdullah Al-Jirani

***
Foto : Perpustakaan masjid Haram, Mekah, KSA.

Abdullah Al Jirani
3 Juni 2020· 

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.