1. Asy'ariyah tidak pernah mengingkari sifat uluw Allah, karena sifat tersebut ada dalam al-Qur'an dan as-Sunnah. Dipastikan dusta besar apabila ada orang yang menyebut Asy'ariyah muta'akhirin mengingkari sifat uluw Allah. Tapi dusta itu selalu berulang-ulang hingga sekarang.
2. Asy'ariyah muta'akhirin menta'wil sifat uluw Allah bermakna uluw makanah wa rutbah [ketinggian kedudukan]. Bukan uluw bersifat materi atau hissi, sehingga difahami Allah memiliki tempat [mereka biasanya beda-beda faham dalam masalah ini], Allah memiliki arah hissiyah, Allah memiliki jarak antara makhluk [arsy atau langit], Allah memiliki had [sisi kanan, kiri dan bawah] atau Allah lebih dekat kepada orang yang diatas gunung daripada yang dibawah. Itu semua adalah keyakinan yang diingkari oleh Asy'ariyah.
3. Asy'ariyyah mutaqaddimin dalam uluw Allah memang tidak banyak menta'wil sebagaimana Asy'ariyah muta'akhirin. Mereka menetapkan nash sesuai zhahir kalam-nya [ingat zhahir kalam bukan zhahir lughat] dan menghilangkan lazim-lazim jisim dan pengaruh karekteristik makhluk. Misal ucapan mereka: "Allah istiwa' di atas arsy atau tinggi di atas makhluk-Nya [terjemah bisa diperdebatkan] tanpa jarak antara Allah dan makhluk-Nya, tanpa had, tanpa bersemayam [istiqrar], tanpa jihah, tanpa tempat, tanpa menempel, dan lazim-lazim jisim lainnya".
Dan akidah ini tidak sama dengan akidah mereka yang meyakini Allah di langit atau di atas arsy, memiliki arah dan tempat [tempat dan arah Allah di langit sebagaimana mereka fahami dari kisah isra' dan mi'raj], memiliki jarak [masafah] secara hissi atau materi, yang diatas gunung lebih dekat daripada yang dibawah, memiliki had [sisi bawah, kanan dan kiri], bersemayam [istiqrar] di atas langit dan lazim-lazim jisim yang lain. Mereka juga menetapkan zhahir lughowi terhadap nash-nash mutasyabihat yang melazimkan tasybih.
4. Asy'ariyah mutaqaddimin yang disebut ada Imam al-Asy'ari, Imam Abul Hasan ath-Thabari, Imam Ibn Furak, Imam al-Baqillani dan lain-lain menetapkan sifat uluw Allah sebagaimana zhahir kalam, bukan zhahir lughawi. Sementara "mereka" dalam banyak tulisan memaknai mutasyabihat sesuai zhahir lughawi, bukan zhahir kalam. Dan tentunya ada perbedaan besar antara keduanya, tetapi yang saya lihat, mereka selalu mencampur adukkan kedua istilah tersebut tanpa mampu membedakan.
Hidayat Nur
15 Februari 2020.
#Hidayat Nur