Dalam perdebatan akidah, seringkali didapatkan argumen yang melawan logika sehat. Yang saya maksud dengan logika sehat adalah kesimpulan logis dari sebuah premis yang sangat jelas. Misalnya:
Mengatakan bahwa A pasti B sedangkan B pasti C. Kesimpulan logisnya adalah A pasti C. Zaid adalah manusia, manusia pasti akan mati. Kesimpulan logisnya adalah Zaid pasti akan mati. Kesimpulan logis ini adalah kesimpulan yang bersifat pasti dan tak bisa dibantah. Dengan logika semacam ini, manusia dapat berkomunikasi setiap hari secara efektif.
Namun anehnya kadang ada yang menolak kesimpulan semacam ini. Misalnya ada yang berkata bahwa Allah itu bisa dilihat dengan mata di akhirat. Di tempat lain dia juga berkata bahwa yang bisa dilihat mata manusia pastilah bervolume (jisim). Kesimpulan logisnya adalah dia meyakini bahwa Allah bervolume (jisim). Tapi kemudian secara ajaib dan keluar dari seluruh aturan logika sehat dia berkata: "Kapan saya berkata begitu? Jangan memfitnah saya seolah berkeyakinan begitu". Tetapi ketika diminta menjelaskan, maka dia mengulangi lagi dua premis bahwa Allah bisa dilihat dan bahwa yang bisa dilihat pastilah punya volume tetapi menolak disimpulkan bahwa menurutnya Allah bervolume.
Sikap aneh yang tidak logis bukan? Meskipun aneh tapi nyata dan bahkan banyak saat ini. Imam Ahmad pernah menyatakan bahwa siapa yang mengatakan bahwa Allah adalah jisim (sesuatu yang bervolume) yang tak sama dengan jisim lain, maka ia kafir. Akhirnya pada takut blak-blakan mengakui kesimpulan ucapannya sendiri meskipun merupakan kesimpulan yang jelas mengarah ke situ.
Abdul Wahab Ahmad
1 Februari pukul 23.12 ·
#Abdul Wahab Ahmad