Transfer Pahala Masalahnya Bukan Sunnah atau Tidak Tapi Betul-Betul Sampai Apa Tidak

Transfer Pahala Masalahnya Bukan Sunnah atau Tidak Tapi Betul-Betul Sampai Apa Tidak - Kajian Medina
Transfer pahala masalahnya bukan sunnah atau tidak tapi betul-betul sampai apa tidak.

Abdul Wahab Ahmad
1 Februari pukul 21.50 ·


Imam al-Qarafi (w. 684 H), ketika membahas tentang perbedaan ulama mengenai sampai atau tidaknya pahala amalan-amalan tertentu kepada mayit, seperti bacaan Al-Qur'an, beliau menutupnya dengan catatan:

وَهَذِهِ الْمَسْأَلَةُ وَإِنْ كَانَتْ مُخْتَلَفًا فِيهَا فَيَنْبَغِي لِلْإِنْسَانِ أَنْ لَا يُهْمِلَهَا،
فَلَعَلَّ الْحَقَّ هُوَ الْوُصُولُ إلَى الْمَوْتَى فَإِنَّ هَذِهِ أُمُورٌ مُغَيَّبَةٌ عَنَّا،
وَلَيْسَ الْخِلَافُ فِي حُكْمٍ شَرْعِيٍّ إنَّمَا هُوَ فِي أَمْرٍ وَاقِعٍ هَلْ هُوَ كَذَلِكَ أَمْ لَا،
وَكَذَلِكَ التَّهْلِيلُ الَّذِي عَادَةُ النَّاسِ يَعْمَلُونَهُ الْيَوْمَ يَنْبَغِي أَنْ يُعْمَلَ وَيُعْتَمَدَ فِي ذَلِكَ عَلَى فَضْلِ اللَّهِ تَعَالَى وَمَا يُيَسِّرُهُ وَيُلْتَمَسَ فَضْلُ اللَّهِ بِكُلِّ سَبَبٍ مُمْكِنٍ وَمِنْ اللَّهِ الْجُودُ وَالْإِحْسَانُ هَذَا هُوَ اللَّائِقُ بِالْعَبْدِ.
الفروق للقرافي = أنوار البروق في أنواء الفروق (3/ 194)

Intinya: Walau ada perbedaan dalam masalah ini, tapi sebaiknya kita tetap melakukannya, bukan mengabaikannya. Bisa jadi yang bener adalah sampai ke mayit. Kalau ga sampai pun ga apa, karena khilafnya itu tentang sampai atau tidaknya, bukan hukumnya bagaimana.
--------------------------------

Di tempat lain, al-Hafizh Ibnu Hajar, ketika mengomentari (atau membantah) pendapat yang mengatakan bahwa menancapkan pelepah kurma basah di sisi kuburan adalah kekhususan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam karena beliau tahu orang yang di dalam kubur itu diazab atau tidak, sedangkan kita tidak tahu, maka jawaban beliau:

لا يلزم من كوننا لا نعلم أيعذب أم لا أن لا نتسبب له في أمر يخفف عنه العذاب أن لو عذب، كما لا يمنع كوننا لا ندري أرحم أم لا أن لا ندعو له بالرحمة.
فتح الباري لابن حجر (1/ 320)

Intinya, ketika kita tidak tahu apakah orang yang dikubur diazab atau tidak, bukan berarti kita tidak mencari cara agar ia diringankan azabnya seandainya ia diazab. Jika pun tidak diazab di dalamnya, ya ga ada masalah. Hal ini sebagaimana ketika kita tidak tahu apakah seseorang dirahmati oleh Allah atau tidak, bukan berarti kita tidak mendoakan rahmat untuknya.
----------
Saya suka logika semacam ini.

Ahmad Ikhwani
1 Februari pukul 20.22


Komentar

Achmad S :
Ini adalah penjelasan sebagian ulama syafiiyah yang menjelaskan qoul nya Al-Imam Asy-Syafi’iy. Dalam hal ini Al-Imam An-Nawawi lebih memilih pendapat bahwa bacaan Al-Quran itu sampai kepada mayit dengan cara berdoa kepada Allah untuk menyampaikan pahalanya kepada si mayit. Berikut ini perkataan Al-Imam An-Nawawi di dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab :

والمختار الوصول إذا سأل الله أيصال ثواب قراءته، وينبغى الجزم به لانه دعاء، فإذا جاز الدعاء للميت بما ليس للداعى، فلان يجوز بما هو له أولى، ويبقى الامر فيه موقوفا على استجابة الدعاء، وهذا المعنى لا يخص بالقراء بل يجرى في سائر الاعمال، والظاهر أن الدعاء متفق عليه انه ينفع الميت والحى القريب والبعيد بوصية وغيرها. ( المجموع, ج : 15, ص : 522

pendapat pilihan kami adalah sampainya pahala bacaan jika seseorang meminta kepada Allah untuk menyampaikan pahalanya. Karena ini termasuk doa. Dan doa itu termasuk perkara yang disepakati kebolehannya dan si mayit mendapatkan manfaat dari doa tersebut

Yoppy Ilham :
Pahami dulu maksud Qaul Mahsyur menurut Imam An-Nawawi. Jangan menyimpulkan seenaknya yang kesimpulannya berbeda dengan maksud Imam An-Nawawi dan ulama Madzhab Syafi'i.
Syaikhul Islam al-Imam Zakariyya al-Anshari dalam dalam Fathul Wahab :

أما القراءة فقال النووي في شرح مسلم المشهور من مذهب الشافعي أنه لا يصل ثوابها إلى الميت وقال بعض أصحابنا يصل وذهب جماعات من العلماء إلى أنه يصل إليه ثواب جميع العبادات من صلاة وصوم وقراءة وغيرها وما قاله من مشهور المذهب محمول على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع بل قال السبكي الذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت نفعه وبين ذلك وقد ذكرته في شرح الروض

“Adapun pembacaan al-Qur’an, Imam an-Nawawi mengatakan didalam Syarh Muslim, yakni masyhur dari madzhab asy-Syafi’i bahwa pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayyit, sedangkan sebagian ashhab kami menyatakan sampai, dan kelompok-kelompok ‘ulama berpendapat bahwa sampainya pahala seluruh ibadah kepada mayyit seperti shalat, puasa, pembacaan al-Qur’an dan yang lainnya. Dan apa yang dikatakan sebagai qaul masyhur dibawa atas pengertian apabila pembacaannya tidak di hadapan mayyit, tidak meniatkan pahala bacaannya untuknya atau meniatkannya, dan tidak mendo’akannya bahkan Imam as-Subkiy berkata ; “yang menunjukkan atas hal itu (sampainya pahala) adalah hadits berdasarkan istinbath bahwa sebagian al-Qur’an apabila diqashadkan (ditujukan) dengan bacaannya akan bermanfaat bagi mayyit dan diantara yang demikian, sungguh telah di tuturkannya didalam syarah ar-Raudlah”. (Fathul Wahab bisyarhi Minhajit Thullab lil-Imam Zakariyya al-Anshari asy-Syafi’i [2/23]).

Syaikhul Islam al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj :

قال عنه المصنف في شرح مسلم: إنه مشهور المذهب على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو القارئ ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع له

“Sesungguhnya pendapat masyhur adalah diatas pengertian apabila pembacaan bukan dihadapan mayyit (hadlirnya mayyit), pembacanya tidak meniatkan pahala bacaannya untuk mayyit atau meniatkannya, dan tidak mendo’akannya untuk mayyit” (Tuhfatul Muhtaj fiy Syarhi al-Minhaj lil-Imam Ibn Hajar al-Haitami [7/74].)

Muly Adin :
TAFSIR Surah an-Najm ayat 39

( وَاَنْ لَيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعَى (النجم: ٣٩

“Dan bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”(QS,an-Najm:39)

1. Syekh Sulaiman bin Umar Al-‘Ajili menjelaskan

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ هَذَا مَنْسُوْخُ الْحُكْمِ فِي هَذِهِ الشَّرِيْعَةِ أَيْ وَإِنَّمَا هُوَ فِي صُحُفِ مُوْسَى وَاِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِمَا السَّلاَمِ بِقَوْلِهِ “وَأَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِيَّتَهُمْ” فَأُدْخِلَ اْلأَبْنَاءُ فِي اْلجَنَّةِ بِصَلَاحِ اْللأَبَاءِ. وَقَالَ عِكْرِمَةُ إِنَّ ذَلِكَ لِقَوْمِ إِبْرَاهِيْمَ وَمُوْسَى عَلَيْهِمَا السَّلَامُ وَأَمَّا هَذِهِ اْلأُمَّةُ فَلَهُمْ مَا سَعَوْا وَمَا سَعَى لَهُمُ غَيْرُهُمْ (الفتوحات الإلهية,٤.٢٣٦)

“Ibnu Abbas berkata bahwa hukum ayat tersebut telah di-mansukh atau diganti dalam syari’at Nabi Muhammad SAW. Hukumnya hanya berlaku dalam syari’at Nabi Ibrahim AS dan Nabi Musa AS, kemudian untuk umat Nabi Muhammad SAW kandungan QS. Al-Najm 39 tersebut dihapus dengan firman Allah SWT وَأَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِيَّتَهُمْ Ayat ini menyatakan bahwa seorang anak dapat masuk surga karena amal baik ayahnya. Ikrimah mengatakan bahwa tidak sampainya pahala (yang dihadiahkan) hanya berlaku dalam syari’at Nabi Ibrahim AS dan Nabi Musa AS. Sedangkan untuk umat Nabi Muhammad SAW mereka dapat menerima pahala amal kebaikannya sendiri atau amal kebaikannya sendiri atau amal kebaikan orang lain” (Al-Futuhat Al-Ilahiyyah, Juz IV, hal 236)

2. Menurut Mufti Mesir Syekh Hasanain Muhammad Makhluf :

وَأَمَّا قَوْلُهُ تَعَلَى وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ اِلاً مَاسَعَى فَهُوَ مُقَيًدٌ بِمَا إِذَالَمْ يَهَبِ الْعَامِلُ ثَوَابَ عَمَلِهِ لِغَيْرِهِ وَمَعْنىَ ألْاَيَةِ أَنًهُ لَيْسَ يَنْفَعُ الْإِنْسَانَ فِي الْأَخِرَةِ إِلًا مَا عَمِلَهُ فِي الدُّنْيَا مَالَمْ يَعْمَلْ لَهُ غَيْرُهُ عَمَلًا وَيَهَبَهُ لَه فَاِّنَهُ يَنْفَعُهُ كَذَلِكَ (حكم الشريعة الإسلامية في مأتم الأربعين : ٢٣-٢٤ )
“Firman Allah SWT وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ اِلاً مَاسَعَى perlu diberi batasan, yaitu jika orang yang melakukan perbuatan baik itu tidak menghadiahkan pahalanya kepada orang lain. Maksud ayat tersebut adalah, bahwa amal seseorang tidak akan bermanfaat di akhirat kecuali pekerjaan yang telah dilakukan di dunia bila tidak ada orang lain yang menghadiahkan amalnya kepada si mayit. Apabila ada orang yang mengirimkan ibadah kepadanya, maka pahala amal itu akan sampai kepada orang yang meninggal dunia tersebut” (Hukm Al-Syari’ah Al-Islamiyah fi Ma’tam Al-Arbai’n, 23-24)

3. Menurut Syekh Muhammad Al-Arabi:

أُرِيْدُ اْلِإنْسَانُ اْلكَافِرُ وَأَمَّا اْلمُؤْمِنُ فَلَهُ مَاسَعَى أَخُوْهُ (اسعاف المسلمين والمسامات,٤٧)

“Yang dimaksud dengan kata “al-insan” ialah orang kafir. Sedangkan manusia yang beriman, dia dapat menerima usaha orang lain. (Is’af Al-Muslimin wa Al-Muslimat, 47).

Di antara sekian banyak tafsir QS. Al-Najm, 39 yang paling mudah dipahami, sekaligus dapat dijadikan landasan yang kuat untuk tidak mempertentangkan antara ayat dan hadits yang tegas menjelaskan bahwa seseorang yang meninggal dunia dapat menerima manfaat dari amalan orang yang hidup, adalah tafsir dari Abi Al-Wafa’ Ibnu ‘Aqil Al-Baghdadi Al-Hanbali (431-531 H) sebagai berikut:

اَلْجَوَابُ الْجَيِّدُ عِنْدِيْ أَنْ يُقَالَ أَلْإِنْسَانُ بِسَعْيِهِ وَحُسْنِ عُشْرَتِهِ إِكْتَسَبَ اَلْأَصْدِقَاءَ وَأَوْلَدَ اْلأَوْلَادَ وَنَكَحَ اْلأَزْوَاجَ وَأَسْدَى اْلخَيْرَوَتَوَدَّدَ إِلَى النَّاسِ فَتَرَحَّمُوْا عَلَيْهِ وَأَهْدَوْا لَهُ اْلعِبَادَاتِ وَكَانَ ذَلِكَ أَثَرُسَعْيِهِ (الروح, صحيفه: ١٤٥)

“Jawaban yang paling baik menurut saya, bahwa manusia dengan usahanya sendiri, dan juga karena pergaulannya yang baik dengan orang lain, ia akan memperoleh banyak teman, melahirkan keturunan, menikahi perempuan, berbuat baik, serta menyintai sesama. Maka, semua teman-teman, keturunan dan keluarganya tentu akan menyayanginya kemudian menghadiahkan pahala ibadahnya (ketika telah meninggal dunia). Maka hal itu pada hakikatnya merupakan hasil usahanya sendiri.” (Al-Ruh, 145).

Dr. Muhammad Bakar Ismail, seorang ahli fiqh kontemporer dari Mesir menjelaskan:

وَلَا يَتَنَافَى هَذَا مَعَ قَوْلِهِ تَعَالَى فِى سُوْرَةِ النَّجْمِ وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلاَّمَاسَعَى فَإِنَّ هَذَا التَّطَوُّعَ يُعَدُّ مِنْ قَبِيْلِ سَعْيِهِ فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ بَارًا بِهِمْ فِى حَيَاتِهِ مَا تَرَحَّمُوْا عَلَيْهَ وَلَاتَطَوَّعُوْا مِنْ أَجْلِهِ فَهُوَ فِى الْحَقِيْقَةِ ثَمْرَةٌ مِنْ ثِمَارِ بِرِّهِ وَإِحْسَانِهِ (الفقه الوضح,ج: ١,ص: ٤٤٩)

“Menghadiah pahala kepada orang yang telah mati itu tidak bertentangan dengan ayat وان ليس للإنسا الإماسعى karena pada hakikatnya pahala yang dikirimkan kepada ahli kubur dimaksud merupakan bagian dari usahanya sendiri. Seandainya ia tidak berbuat baik ketika masih hidup, tentu tidak akan ada orang yang mengasihi dan menghadiahkan pahala untuknya. Karena itu sejatinya, apa yang dilakukan orang lain untuk orang yang telah meninggal dunia tersebut merupakan buah dari perbuatan baik yang dilakukan si mayit semasa hidupnya.” (Al-Fiqh Al-Wadlih, juz I, hal 449).
Dari penjelasan para ulama ahli tafsir di atas jelaslah bahwa QS. Al-Najm ayat 39 bukanlah dalil yang menjelaskan tentang tidak sampainya pahala kepada orang yang sudah meninggal, QS. Al-Najm ayat 39 tersebut bukanlah ayat yang melarang kita untuk mengirim pahala, do’a, shodaqoh kepada orang yang telah meninggal.
Wallahu a'lam


Faisal Ahp : Harusnya kmrn titip tanya ke Rasulullah, sampe ga kl kirim pahala bacaan Alqur'an, krn umat juga sudah menjadi kebiasaan kirim pahala bacaan Alfatihah kepada Nabi...
Dari dulu sampe skrg kan banyak yg ngaku bisa ketemu Rasulullah, baik keadaan mimpi maupun secara nyata, biasanya yg ngaku2 itu dari kalangan habib dan kiyai, tapi kok ga teringat mereka nanya masalah2 keumatan ya, yg banyak diperselisihkan dan diperdebatkan......

Abdul Wahab Ahmad : Faisal Ahp kalau percaya pada mimpi, maka baca kitab ar-Ruh karya Ibnul Qayyim. Jelas di situ beliau cerita bahwa pahala nyampe ke ahli kubur

Ardi Anto Mf : q dpt komen di tetangga....
Menurut yai ini gimna ... bener atau gk ...?
dalam kitab tuhfatul muhtaj fi syarhil minhaj jilid 7 hal 74

حمل جمع عدم الوصول الذي قال عنه المصنف في شرح مسلم: إنه مشهور المذهب على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو القارئ ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع له أما الحاضر ففيه خلاف منشؤه الخلاف في أن الاستئجار للقراءة على القبر يحمل على ماذا فالذي اختاره في الروضة أنه كالحاضر في شمول الرحمة النازلة عند القراءة له، وقيل محملها أن يعقبها بالدعاء له، وقيل أن يجعل أجره الحاصل بقراءته للميت وحمل الرافعي على هذا الأخير الذي دل عليه عمل الناس وفي الأذكار أنه الاختيار قول الشالوسي إن قرأ ثم جعل الثواب للميت لحقه وأنت خبير أن هذا كالثاني صريح في أن مجرد نية وصول الثواب للميت لا يفيد ولو في الحاضر، ولا ينافيه ما ذكره الأول؛ لأن كونه مثله فيما ذكر إنما يفيده مجرد نفع لا حصول ثواب القراءة الذي الكلام فيه، وقد نص الشافعي والأصحاب على ندب قراءة ما تيسر عند الميت والدعاء عقبها أي؛ لأنه حينئذ أرجى للإجابة، ولأن الميت يناله بركة القراءة كالحي الحاضر

Ternyata pendapat imam nawawi yang menyatakan bahwa qoul masyhur imam syafii yang menyatakan tidak sampainya pahala alquran yang dibacakan itu jika tidak diniatkan dan tidak didoakan agar pahalanya diberikan pada mayyit... Namun jika diniatkan dan atau dibacakan doa di belakangnya... Maka ulama jumhur sepakat sampai pada mayyit...

Abdul Wahab Ahmad  : Ardi Anto betul itu.

Yoppy Ilham : Ardi Anto
Syaikhul Islam al-Imam Zakariyya al-Anshari dalam dalam Fathul Wahab :

أما القراءة فقال النووي في شرح مسلم المشهور من مذهب الشافعي أنه لا يصل ثوابها إلى الميت وقال بعض أصحابنا يصل وذهب جماعات من العلماء إلى أنه يصل إليه ثواب جميع العبادات من صلاة وصوم وقراءة وغيرها وما قاله من مشهور المذهب محمول على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع بل قال السبكي الذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت نفعه وبين ذلك وقد ذكرته في شرح الروض

“Adapun pembacaan al-Qur’an, Imam an-Nawawi mengatakan didalam Syarh Muslim, yakni masyhur dari madzhab asy-Syafi’i bahwa pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayyit, sedangkan sebagian ashhab kami menyatakan sampai, dan kelompok-kelompok ‘ulama berpendapat bahwa sampainya pahala seluruh ibadah kepada mayyit seperti shalat, puasa, pembacaan al-Qur’an dan yang lainnya. Dan apa yang dikatakan sebagai qaul masyhur dibawa atas pengertian apabila pembacaannya tidak di hadapan mayyit, tidak meniatkan pahala bacaannya untuknya atau meniatkannya, dan tidak mendo’akannya bahkan Imam as-Subkiy berkata ; “yang menunjukkan atas hal itu (sampainya pahala) adalah hadits berdasarkan istinbath bahwa sebagian al-Qur’an apabila diqashadkan (ditujukan) dengan bacaannya akan bermanfaat bagi mayyit dan diantara yang demikian, sungguh telah di tuturkannya didalam syarah ar-Raudlah”. (Fathul Wahab bisyarhi Minhajit Thullab lil-Imam Zakariyya al-Anshari asy-Syafi’i [2/23]).

Syaikhul Islam al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj :

قال عنه المصنف في شرح مسلم: إنه مشهور المذهب على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو القارئ ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع له

“Sesungguhnya pendapat masyhur adalah diatas pengertian apabila pembacaan bukan dihadapan mayyit (hadlirnya mayyit), pembacanya tidak meniatkan pahala bacaannya untuk mayyit atau meniatkannya, dan tidak mendo’akannya untuk mayyit” (Tuhfatul Muhtaj fiy Syarhi al-Minhaj lil-Imam Ibn Hajar al-Haitami [7/74].)

Faisal Ahp : Kirim pahala bacaan Alqur'an, dalil sharihnya ga ada, praktek Nabi dan salafus sholeh ga ada, padahal dimasa mereka banyak umat islam yg meninggal bahkan keluarga Nabi sendiri.
Dizaman ulama mazhab ini menjadi perkara khilafiyah ijtihadiyah, hanya ijtihad ulama yg blm pasti kebenarannya.
Bahkan dipostingan ini bahwa Imam Al-Qarafi sendiri mengatakan yg dapat kita simpulkan bahwa ini sifatnya untung2an, kiriman pahala bisa sampai bisa juga tidak.
Tapi kok sekarang jadi dibudayakan, malah seakan membangun loyalitas dan permusuhan diatasnya, bahkan sampai mengeluarkan biaya untuk itu.
Knp ga dibudayakan saja yg jelas2 ada tuntunannya dari Nabi, ada jaminan bahwa itu manfaat dan pasti diterima, seperti sedekah, do'a, wakaf, istighfar utk orangtua, dsb, dan pelaksanaannya juga yg sesuai dengan syariat.

Ardi Budiman : Faisal Ahp praktekkkan saja yg sampeyan yakini bro..dan biarkan orang lain pada keyakinannya.

Mahasantri NQ Praya : Faisal AhpKok sibuk ama sttus org 😂

Muly Adin : Mahasantri NQ Praya komenan pak Faisal Ahp diatas juga merupakan salah satu bentuk dakwah pendaku salafi yg ikutan ts "untung²an", klo dijawab sukur toh klo ngga pun ga rugi bagi dia.Segala bentuk bantahan pendapat dia akan dianggap sebagai perdebatan yang dia menghindar darinya (makanya sanggahan ga akan dibalas). Segala ucapan "benar" yg keluar dari selain syaikhnya/ustadznya akan dianggap sebagai syubhat, kecuali bila sudah terklarifikasi (oleh ustadz/syaikhnya juga). Jadi... ya... ga akan nyambung.

Abdul Wahab Ahmad : Faisal Ahp tahlil yang membudaya itu isinya mendoakan muslim lain yang meninggal dan bersedekah atas nama muslim yang meninggal. Seperti anda bilang, ini jelas tuntunannya dari Nabi. Kenapa anda protes?

Transfer Pahala Masalahnya Bukan Sunnah atau Tidak Tapi Betul-Betul Sampai Apa Tidak - Kajian Medina

Mahasantri NQ Praya : Abdul Wahab AhmadMereka memang biasa plin-plan syaikh..

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.