An-Nawawi Sang Wali dan Karya-Karyanya

AN-NAWAWI SANG WALI DAN KARYA-KARYANYA; Sebuah Resensi

Oleh; Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)

Judul yang saya pilih untuk buku ini adalah “An-Nawawi Sang Wali dan Karya-Karyanya”. Sempat terpikir untuk memilih judul yang lebih “cetar” semisal “An-Nawawi Pendekar Ahlussunnah”, atau “An-Nawawi Pendekar Mazhab Asy-Syafi’i”, atau “An-Nawawi Sang Pembasmi bid’ah” atau judul semisal. Hanya saja, akhirnya saya memilih judul yang lebih mencerminkan isi meskipun kurang “cetar” di telinga.

Penyebutan An-Nawawi sebagai “Sang Wali” dalam judul ini adalah bentuk husnuzan kepada beliau bahwa beliau adalah salah satu dari kekasih-kekasih Allah. Dengan demikian, beliau adalah salah satu orang salih dalam sejarah umat Islam yang layak untuk diteladani dalam ilmu dan amal. Buku ini memang serius mengekspolarasi dua hal itu, yakni aspek keilmuan An-Nawawi dan aspek amal beliau. Sudah diketahui, din seseorang diketahui kualitasnya apakah baik ataukah tidak hanyalah dilihat dari dua kriteria ini; ilmu dan amal.

Adapun frasa “dan Karya-Karyanya”, maka buku ini juga bersungguh-sungguh meresensi semua kitab-kitab An-Nawawi yang telah dicetak dan tersebar luas di dunia Islam. Dengan demikian, kaum muslimin menjadi lebih mengenal pemetaan kitab-kitab An-Nawawi sehingga paling tidak memiliki landasan kuat pada saat ingin mengkaji kitab-kitab An-Nawawi, terutama ketika hendak memutuskan ingin mengkaji dari kitab mana dulu.

Adapun An-Nawawi yang dimaksud dalam buku ini, tentu saja kemasyhuran beliau sudah tidak perlu lagi untuk dikenalkan. An-Nawawi adalah pengarang kitab-kitab populer yang dikaji jutaan kaum muslimin di berbagai tempat. Beliaulah pengarang kitab Riyadhu Ash-Sholihin, Al-Arba’in, Al-Adzkar, At-Tibyan, dan puluhan kitab populer lainnya.

Lihatlah bagaimana pujian Ibnu Azh-Zhohir terkait kualitas keilmuan An-Nawawi. Ibnu Azh-Zhohir menegaskan bahwa keilmuan An-Nawawi sesungguhnya telah berada di atas keilmuan Ibnu Ash-Sholah, seorang ulama besar ahli hadis dan ahli fatwa dalam mazhab Asy-Syafi’i. Ibnu Al-‘Atthor menukil ucapan Ibnu Azh-Zhohir sebagai berikut,

مَا وَصَلَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّيْن ابْنُ الصَّلاَحِ إِلى مَا وَصَلَ إِلَيْهِ الشَّيْخُ مُحْيِي الدِّيْن مِنَ العِلْمِ وَالفِقْهِ وَالحَدِيْث وَاللُّغَة وَعُذُوْبَةِ اللَّفْظِ وَالعِبَارَة”

Artinya: “Syekh Taqiyyuddin Ibnu Ash-Sholah belum mencapai kualitas ilmu yang dicapai oleh syekh Muhyiddin (An-Nawawi), yakni dalam hal ilmu fikih, ilmu hadis, ilmu bahasa, kefasihan lafaz, dan kefasihan ungkapan.”

Lihat pula pujian Abu Al-Mafakhir terkait kesalihan, kewalian dan sikap hidup bertakwa An-Nawawi. Beliau mengandaikan, seandainya Al-Qusyairi hidup di zaman An-Nawawi, pastilah beliau akan menjadikan An-Nawawi sebagai contoh, panutan dan teladan utama dalam ilmu pembersihan jiwa dan pribadi seorang kekasih Allah. Ibnu Al-‘Atthor menukil ucapan Abu Al-Mafakhir sebagai berikut,

قَالَ لِيْ شَيْخُنَا القَاضِيْ أَبُوْ الْمَفَاخِرِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْقَادِرِ الأَنْصَارِيُّ رَحِمَهُ اللهُ “لَوْ أَدْرَكَ القُشَيْرِيُّ صَاحِبُ “الرِّسَالَةِ” شَيْخَكُمْ وَشَيْخَهُ ؛ لَمَا قَدَّمَ عَلَيْهِمَا فِيْ ذِكْرِهِ لِمَشَايِخِهَا أَحَداً؛ لِمَا جُمِعَ فِيْهِمَا مِنَ الْعِلْمِ، وَالْعَمَلِ، وَالزُّهْدِ، وَالْوَرَعِ، وَالنُّطْقِ بِالحِكَمِ، وَغَيْرِ ذلِكَ”.

Artinya: “Guru saya, Al-Qodhi Abu Al-Mafakhir Muhammad bin Abdul Qodir Al-Anshori rahimahullah berkata, ‘Seandainya Al-Qusyairi, pengarang kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah sempat bertemu guru kalian (An-Nawawi) dan gurunya, pastilah beliau tidak akan mengunggulkan seorang pun sebelum keduanya karena keduanya telah menghimpun ilmu, amal, zuhud, warak, mengucapkan kata-kata hikmah, dan lain-lain.’”

Memang, sungguh susah mengingkari ketinggian ilmu dan kualitas kesalihan An-Nawawi. Berkahnya kitab-kitab beliau, diakuinya beliau sebagai ulama internasional lintas mazhab, tersebarnya ilmu beliau di seluruh penjuru dunia, dan dimanfaatkannya ilmu beliau selama berabad-abad adalah bukti tak terbantahkan untuk berhusnuzon bahwa beliau adalah salah satu dari kekasih-kekasih Allah. Bahkan para pengkritik An-Nawawi sekalipun, mulai dari saat beliau masih hidup, setelah beliau wafat sampai zaman sekarang ini, mau tidak mau tetap tidak kuasa untuk tidak menaruh hormat seraya menundukkan kepala karena takzim, mengakui kemuliaan dan ketinggian pribadi An-Nawawi. Ibnu Taimiyyah yang dikenal mengkririk keras paham Asy’ariyyah sekalipun, tidak pernah dikenal satu hurufpun menulis tentang An-Nawawi dengan nada menyerang, gaya menghantam, apalagi merendahkan pribadi An-Nawawi. Ada kesan bahwa Ibnu Taimiyyah sangat segan dan sangat hormat kepada An-Nawawi, padahal jarak beliau dengan An-Nawawi sangatlah dekat (Usia Ibnu Taimiyyah sekitar 15 tahun saat An-Nawawi wafat pada tahun 676 H).

Terkait penyebab saya memutuskan untuk menulis kitab ini, ada dua hal utama yang mendorong saya. Pertama: Ingin mempopulerkan orang-orang salih. Kedua: Mengenalkan kitab-kitab An-Nawawi dan segala kitab yang bercabang darinya, supaya ilmu-ilmu berharga beliau bisa tersebar luas di tengah-tengah umat, terutama kaum muslimin di Indonesia.

Terkait motivasi pertama, sunggguh sangat menyedihkan jika di zaman canggih saat ini banyak orang Islam yang tidak mengenal pribadi-pribadi hebat dalam sejarah umat Islam. Generasi muda sekarang, oleh karena rapat dan intimnya mereka dengan media sosial berbasis internet, hari ini lebih banyak mengenal para Youtuber, Selebgram, Aktivis Tiktok, artis korea dan aktor-aktor Hollywood. Akan tetapi jika ditanya, siapa itu An-Nawawi, kebanyakan bengong karena sama sekali tidak mengenalnya. Oleh karena itu, saya berharap dengan karya ini mudah-mudahan ke depan bangkit sejumlah pemuda Islam yang peduli dengan umatnya, lalu berkreasi membuat konten-konten bermutu untuk mengisi media sosial dan membanjiri informasi pengguna internet dengan sejarah hidup orang-orang salih seperti An-Nawawi ini. Cepat atau lambat apa yang sering membombardir otak manusia akan berpengaruh terhadap prinsip hidup, perilaku dan cara berfikirnya.

Terkait motivasi kedua, saya melihat An-Nawawi mencapai tingkat keterkenalan yang tinggi di negeri kita. Hanya saja, kitab-kitab beliau yang populer baru beberapa saja. Hal ini tentu sungguh sayang. Ada puluhan karya beliau baik yang sudah tercetak maupun yang masih berupa manuskrip. Dengan karya buku ini saya berharap banyak ilmu beliau yang nantinya lebih banyak tersebar. Syukur-syukur jika ada sejumlah pemuda cerdas dan bersemangat untuk dinnya yang berminat mentahqiq kitab-kitab An-Nawawi yang masih berupa manuskrip. Patut dicatat, semua kitab yang saya resensi dalam buku ini saya sertakan pula data lokasi manuskripnya. Dengan begitu siapapun yang berminat meneliti dan menerbitkan manuskrip itu, paling tidak beliau mendapatkan data awal yang penting untuk dikembangkan dan dieksplorasi lebih jauh.

Lagi pula, siapapun yang mengkaji kitab An-Nawawi, berarti An-Nawawi adalah salah satu gurunya. Seorang guru kata An-Nawawi adalah seorang ayah dalam din. Bahkan jasa guru lebih besar daripada jasa ayah biologis. Sebab guru menyelamatkan seseorang di akhirat, semantara ayah biologis umumnya hanya menjaga keselamatan anak di dunia saja. Salah satu hak guru adalah dikenal lebih dalam, dihormati dan didoakan. Jadi penulisan buku ini juga dimaksudkan untuk memenuhi hak-hak An-Nawawi sebagai guru kita bersama.

Lebih dari itu, Allah memerintahkan untuk mencintai karena Dia. Tentu saja mencintai karena Allah adalah cinta kepada orang-orang salih. Oleh karena itu, buku ini juga bisa diharapkan sebagai wasilah untuk mencintai An-Nawawi karena Allah. Sebab, tidak mungkin orang akan mencintai jika tidak mengenali.

Tentu saja buku-buku terkait biografi An-Nawawi yang ditulis dalam bahasa Arab jumlahnya lumayan banyak. Hanya saja, buku yang mengulas biografi An-Nawawi dan karya-karyanya dalam bahasa Indonesia, sepertinya masih langka atau bahkan masih belum ada sama sekali. Oleh karena itu, saya juga berharap buku ini bisa menjadi rujukan paling lengkap dalam bahasa Indonesia bagi siapapun yang ingin mengenal An-Nawawi lebih dalam.

Adapun sumber referensi buku ini, ada banyak kitab yang saya manfaatkan. Kitab Tuhfatu Ath-Tholibin karya Ibnu Al-‘Atthor adalah referensi utama yang saya gunakan. Alasannya, kitab itu adalah kitab tertua yang menulis biografi An-Nawawi dan penulisnya adalah murid An-Nawawi sendiri, bahkan murid kesayangan beliau. Selain itu saya juga memanfaatkan kitab Al-Manhal Al-‘Adzbu Ar-Rowiyy karya As-Sakhowi dan Al-Minhaj As-Sawiyy karya As-Suyuthi. Trio kitab ini adalah sumber utama semua karya-karya tentang biografi An-Nawawi sesudahnya. Tidak mungkin orang yang mengkaji biografi An-Nawawi bisa melepaskan diri dari tiga kitab ini. Karya ulama kontemporer juga saya manfaatkan. Terutama sekali dua karya, yakni karya Ad-Daqr yang berjudul Al-Imam An-Nawawi Syekhu Al-Islam wa Al-Muslimin wa Umdatu Al-Fuqoha’ wa Al-Muhadditsin dan karya Al-Haddad yang berjudul Al-Imam An-Nawawi wa Atsaruhu fi Al-Hadits wa ‘Ulumihi. Tentu saja masih banyak lagi referensi yang lainnya yang semuanya saya tulis secara lengkap pada bab khusus dalam buku ini yang saya beri judul Rujukan Biografi An-Nawawi. Secara keseluruhan daftar pustaka yang saya pakai untuk menyusun buku ini adalah 152 referensi.

Adapun gambaran isinya, secara umum saya membaginya menjadi tiga bagian.

Pertama: Biografi An-Nawawi
Kedua: Resensi karya-karya An-Nawawi
Ketiga: Keteladanan amal An-Nawawi

Untuk biografi, saya mengupas banyak hal dari beliau. Mulai dari lingkungan hidup, kelahiran, nasab, keluarga, masa kecil, keputusan beliau tidak menikah, bentuk fisik, sifat, perjalanan intelaktual, guru-guru, murid-murid, bidang kepakaran beliau, peran beliau dalam mazhab Asy-Syafi’i, pemikiran beliau, akidah beliau, sampai sikap beliau terhadap politik dan khilafah.

Terkait resensi kitab, saya memberikan perhatian tinggi terhadap kitab-kitab beliau yang sudah dicetak. Dalam resensi itu saya bahas makna judul kitab, validitas penisbahan kitab kepada An-Nawawi, motivasi penulisan kitab, pujian ulama terhadap kitab, gambaran isi, sistematika kitab, kitab-kitab yang terpancar darinya, data lokasi manuskrip, dan data penerbitan kitab. Adapun kitab yang masih berupa manuskrip, maka saya hanya membahasnya sekilas dan saya kumpulkan dalam satu tulisan khusus. Kitab-kitab yang diragukan atau dipastikan bukan karangan An-Nawawi (tapi diklaim ditulis An-Nawawi) juga saya bahas dalam satu tulisan tersendiri.

Adapun kelemahan kitab ini, sebagian saya singgung dalam pengantar penulis. Minimal ada dua hal yang saya beri catatan

Pertama: Dalam hal dhobt nama kitab dan nama ulama. Tentu saja saya sudah berusaha menulis dhobth nama secara akurat. Hanya saja, saya akui bahwa pada beberapa nama kitab, terutama kitab-kitab cabang yang berasal dari kitab induk tertentu kadang-kadang saya hanya bertaklid pada satu dua referensi. Sangat dimungkinkan ada kekurang tepatan pelafalan pada nama-nama tersebut ketika sudah ditransliterasi dalam bahasa Indonesia.

Kedua; Informasi-informasi tentang An-Nawawi yang bersifat pernak-pernik, lathoif, dan nukat. Sangat besar peluang ada informasi yang bersinggungan dengan An-Nawawi yang belum saya catat dalam buku ini meskipun saya telah menggunakan 152 referensi untuk menyusun buku ini.

Oleh karena itu, saya sangat membutuhkan peran para alim, para ulama, para kyai, dan para syaikh untuk memberikan masukan, tambahan dan koreksi, baik masukan yang bersifat teknis maupun substansi sehingga dalam terbitan berikutnya bisa diperbaiki.

Buku ini dicetak dengan ketebalan 902 halaman dan saya memberikan keseriusan ekstra saat menyusunnya. Sekitar satu tahun penuh saya habiskan untuk menuntaskannya.

Buku ini dicetak dengan sampul hard cover dengan ukuran 23,5 X 15,5 oleh penerbit Pustaka Yazku tahun 1441 H/2019.

رحم الله النووي رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين
Versi Situs: http://irtaqi.net/…/nawawi-sang-wali-dan-karya-karyanya-se…/

4 Rabi’ul Akhir 1441 H

Muafa
1 Desember pukul 19.32 ·

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.