Menurut mayoritas ulama dari kalangan ahli fiqh dan hadits, masalah al-jarh (celaan) dan at-ta’dil (pujian) terhadap person tertentu, termasuk masalah ijtihadiyyah (terbuka adanya pintu ijtihad bagi ulama yang punya kompenten di dalamnya). Karena masalah ini sebenarnya berkutat pada penilaian para ulama’ kepada orang tertentu sesuai dengan informasi dan ilmu yang sampai kepada mereka perihal orang yang dinilai. Bisa jadi sebagian ulama’ akan menilai bagus ( ta’dil ), tapi ulama yang lain akan menilai buruk ( jarh ). Hal ini persis sebagaimana perbedaan pendapat yang terjadi dalam masalah fiqh.
Imam At-Tirmidzi- rahimahullah- (w. 279 H) berkata :
وَقد اخْتلف الْأَئِمَّة من أهل الْعلم فِي تَضْعِيف الرِّجَال كَمَا اخْتلفُوا فِي سوى ذَلِك من الْعلم
“Dan sungguh para imam dari kalangan para ulama’ telah berselisih pendapat dalam masalah melemahkan seseorang, sebagaimana mereka telah berselisih pendapat dalam perkara selain itu dari ( masalah ) ilmu agama.”[Al-‘Ilal Ash-Shaghir : 756].
Dengan demikian, maka terkadang seorang imam mengambil hadits dari seorang rawi ( periwayat hadits ) yang dia pandang sebagai seorang yang tsiqah ( kepercayaan ), akan tetapi ternyata rawi itu telah dilemahkan oleh imam yang lain. Misalnya, apa yang dinyatakan oleh Imam At-Tirmidzi –rahimahullah- berikut :
ذكر عن شعبة أنه ضعف أبا الزبير المكي وعبد الملك بن أبي سليمان وحكيم بن جبير وترك الرواية عنهم ثم حدث شعبة عمن هو دون هؤلاء في الحفظ والعدالة حدث عن جابر الجعفي وإبراهيم بن مسلم الهجري ومحمد بن عبيد الله العرزمي وغير واحد ممن يضعفون في الحديث
“Beliau (Imam At-Tirmidzi) menyebutkan dari Syu’bah sesungguhnya beliau telah melemahkan Abu Az-Zubair Al-Makky, Abdul Malik bin Abi Sulaiman, Hakim bin Jubair dan meninggalkan meriwayatkan hadits dari mereka. Kemudian Syu’bah meriwayatkan hadis dari rawi yang berada di bawah mereka ( yang telah disebutkan ) dalam hafalan dan keadilan. Beliau meriwayatkan hadits dari Jabir Al-Ju’fy, Ibrahim bin Muslim A-Hajari, Muhammad bn ‘Ubaidillah Al-‘Arzami dan selain mereka dari orang-orang yang telah dilemahkan dalam hadits.”[Al-‘Ilal Ash-Shaghir :756].
Maksud ucapan Imam At-Tirmidzi –rahimahullah-, bahwa Imam Syu’bah telah melemahkan sekelompok orang dan tidak mengambil riwayat dari mereka. Akan tetapi beliau justru meriwayatkan hadits dari para rawi yang lebih rendah derajatnya dari para rawi yang beliau telah lemahkan. Dan mereka telah dilemahkan oleh para ulama’ ahli hadits yang lain.
Artinya, imam Syu’bah tetap meriwayatkan hadits yang dilemahkan oleh para ulama’ yang lain. Karena beliau masih memandang mereka para rawi yang tsiqah ( kepercayaan ) dan layak di ambil ilmunya. Ini sebagai bukti, bahwa para imam berselisih dalam menilai seseorang. Dan ini perkara yang tidak bisa kita ingkari.
Jika telah jelas perkara ini termasuk perkara ijtihadiyyah, maka konsekwensinya ada dua :
(1). Tidak boleh memaksakan suatu pendapat kepada orang lain.
(2). Menghormati orang lain yang memiliki pendapat yang berbeda.
Dua hal di atas juga berlaku ketika berbeda pendapat dalam masalah fiqh. Dengan kita memahami masalah ini secara benar, insya Allah kita akan bisa bersikap lebih bijak dan hikmah. Semoga Allah memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita sekalian. Amin..
Wallahu a’lam bish shawab
__Abdullah Al-Jirani
*****
# Muraja’ah pelajaran “Syarah Ilal At-Tirmidzi”
Abdullah Al Jirani
18 jam ·
#Abdullah Al Jirani