Aini Aryani membagikan sebuah kenangan.
30 Juli pukul 04.04 ·
Oleh: Aini Aryani Mufid
Sebagian wanita ada yg mengalami Vagina Flatuence atau keluar angin dari kemaluannya. Konon, itu bisa terjadi pasca bersenggama. Atau bisa juga akibat kendurnya otot vagina, sehingga tidak bisa mencegah masuknya angin ke dalam, yang kemudian keluar lagi seperti lazimnya orang buang angin dari dubur.
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan bahwa hal itu tidak membatalkan dan sebagian lagi menyatakan sebaliknya.
1. Pendapat Pertama
Mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan sebagian riwayat dari mazhab Al-Hanabilah berpendapat bahwa keluarnya udara lewat kemaluan depan, baik laki-laki atau perempuan TIDAK MEMBATALKAN wudhu'.
Sebab udara yang keluar tidak dari jalan yang seharusnya, yakni dubur. Dan angin tersebut dianggap tidak bersumber dari dalam perut sebagaimana yang umumnya terjadi saat buang angin (kentut).
Az-Zaila'i (w. 743 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah menuliskan dalam kitabnya, Tabyinul Haqaiq, sebagai berikut :
وَالرِّيحُ الْخَارِجُ مِنْ قُبُلِ الْمَرْأَةِ وَذَكَرِ الرَّجُلِ لَا يَنْقُضُ الْوُضُوءَ لِأَنَّهُ اخْتِلَاجٌ وَلَيْسَ بِرِيحٍ
Angin yang keluar dari vagina wanita dan juga kemaluan laki-laki tidak membatalkan wudhu, karena itu hanyalah ikhtilaj dan bukan angin. [1]
Ibnu Abdin (w. 1252 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah menuliskan dalam kitabnya, Radd Al-Muhtar 'ala Ad-Dur Al-Mukhtar, sebagai berikut :
لا ينقض خروجُ ريح مِن قُبُل وَذَكر ؛ لأنه اختلاج ؛ أي ليس بريح حقيقة ، ولو كان ريحا فليست بمنبعثة عن محل النجاسة فلا تنقض
Keluarnya angin dari kemaluan wanita dan laki-laki tidak membatalkan wudhu karena itu bukan angin yang hakiki. Kalau seandainya itu berupa angin, maka angin itu tidak keluar dari tempat najis (dubur), maka tidak membatalkan. [2]
Seorang mufti kontemporer dari Arab Saudi Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin mengatakan: “Yang demikian ini tidak membatalkan wudhu, karena angin tersebut tidak keluar dari tempat najis seperti angin yang keluar dari dubur,” [3].
2. Pendapat Kedua
Dalam hal ini mazhab Syafii dan sebagian ulama dari madzhab Hambali berpendapat bahwa keluarnya angin lewat kemaluan depan, baik laki-laki atau perempuan BISA MEMBATALKAN wudhu'.
Al-khatib As-Syirbini dalam kitabnya Mughni al-Muhtaj berpendapat bahwa sesuatu yang keluar lewat dzakar lelaki maupun vagina wanita merupakan hadats yang mewajibkan wudhu.
Pendapat ini senada dengan apa pendapat Ibnu Qudamah dalam kitab beliau Al-Mughni sebagaimana dikutip dalam al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyyah sebagai berikut:
وَقَال الشَّافِعِيَّةُ وَهُوَ رِوَايَةٌ أُخْرَى عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ: إِنَّ الْخَارِجَةَ مِنَ الذَّكَرِ أَوْ قُبُل الْمَرْأَةِ حَدَثٌ يُوجِبُ الْوُضُوءَ . ، لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ وُضُوءَ إِلاَّ مِنْ صَوْتٍ أَوْ رِيحٍ
"Ulama dari madzhab as-Syafi'iyah dan salah satu riwayat dari ulama madzhab al-Hanabilah : Sesuatu yang keluar dari dzakar lelaki atau vagina wanita adalah hadats yang mewajibkan wudhu', sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW "Tidak wajib berwudhu kecuali jika mendengar suara atau mencium bau". [4]
KESIMPULAN
Dari pendapat para ulama di atas, kita dapat menarik benang merah. Yakni jika vagina flatuence yang terjadi pada seorang wanita benar-benar dipastikan memang angin yang keluar, dan bersumber dari udara yang berasal dari dalam perut sebagaimana kentut, maka wudhunya batal, sebagaimana yang disampaikan oleh ulama dari madzhab as-Syafi'iyyah dan sebagian ulama dari madzhab al-Hanabilah.
Namun tidak batal jika angin yang keluar itu hanya sekedar hasil ketupan yang diakibatkan tertutupnya vagina setelah sempat terbuka, seperti bunyi ketiak ketika dihimpit dengan tangan yang menyebabkan bunyi dari himpitan tersebut.
Begitu pula jika ragu apakah itu angin yang keluar dari vagina atau bukan, wudhu dan shalatnya tidak batal, karena biasanya hal itu disebabkan oleh rasa waswas dari setan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh ulama dari madzhab al-Hanafiyah, al-Malikiyah dan sebagian dari ulama madzhab al-Hanabilah.
Sebuah hadits riwayat Abu Hurairah RA mengisahkan seseorang yg merasakan sesuatu di dalam perutnya namun dia ragu apakah keluar sesuatu darinya atau tidak:
(لاَ يَخْرُجُ –اَيْ مِنَ الصَّلاَةِ- حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا اَوْ يَجِدَ رِيْحًا (رواه البخاري)
“Janganlah dia keluar (dari shalatnya) sehingga dia mendengar bunyi atau dia mencium bau (buang anginnya) itu.” (HR Al-Bukhari)
Wallahu a'lam bishshawab.
Aini Aryani
[1]. Az-Zaila'i, Tabyinul Haqaiq, jilid 1 hal. 8
[2]. Ibnu Abdin, Radd Al-Muhtar 'ala Ad-Dur Al-Mukhtar, jilid 1 hal. 136
[3]. Fatawa wa rasail Syaikh ibn Utsaimin Jilid 4 hal. 197
[4]. As-Syirbini, Mughnil Muhtaj jilid 1, hal. 32
Aini Aryani
30 Juli 2017 ·
#Aini Aryani