A’isyah radhiallalllahu anha mengisahkan: Suatu hari ada seorang lelaki datang menjumpai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala beliau menyaksikan kedatangan lelaki itu, beliau bersabda:
( بئس أخو العشيرة وبئس ابن العشيرة ) .
“Ia adalah sejelek-jelek anggota kabilah dan sejelek-jelek keturunan satu kabilah”.
Namun demikian, betapa mengejutkan, tatkala lelaki itu telah masuk ke rumah dan duduk, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyambutnya dengan wajah yang riang dan ramah alias bermanis muka kepadanya.
Sikap Nabi ini tentu saja mengherankan istri beliau tercinta ‘Aisyah radhiallallahu anha, sehingga setelah lelaki itu pergi, segera ‘Aisyah menanyakan perihal sikap beliau ini:
Wahai Rasulullah , tatkala engkau melihat lelaki itu dari kejauhan engkau berkata tentangnya demikian demikian, namun setelah bertatap muka, engkau bermanis wajah dan menyambutnya dengan ramah?
Menjawab keheranan istri tercinta ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
( يا عائشة متى عهدتني فحاشا إن شر الناس عند الله منزلة يوم القيامة من تركه الناس اتقاء شره)
Wahai ‘Aisyah, sejak kapan engkau mendapatkan aku HOBI BERTUTUR KATA KEJI? Sejatinya sejelek-jelek manusia di sisi Allah ialah orang yang dijauhi oleh masyarakat luas karena mereka menghindari kejelekannya (tutur katanya yang jelek)” (Riwayat Bukhari)
Silahkan dinilai sendiri.
Semoga mencendaskan.
Dr Muhammad Arifin Badri
15 Juni pukul 21.36 ·
Kasus yang sama, beda manhaj.
Perbedaan sikap dalam menghadapi satu perkara:
ada manhaj lemah lembut alias mengalah, alias maslahat.
ada manhaj konfrontatif, anda jual saya beli.
ada pula manhaj preventif sehingga terbiasa sedia payung sebelum hujan, haruskah saling menyesatkan?
Semoga menggugah dan mencerdaskan.
Dr Muhammad Arifin Badri
15 Juni pukul 16.59 ·
#Dr Muhammad Arifin Badri