Membincang Khilafah

Membincang Khilafah - Kajian Medina
MEMBINCANG KHILAFAH

Oleh: Abdul Wahab Ahmad

Karena bahasan khilafah sedang ramai di beranda, maka saya buat tanya jawab singkat yang terdiri dari intinya inti dalam topik ini. Bahasan yang bukan inti saya buang. Selamat membaca:

- Apakah ada istilah khilafah dalam Islam?

+ Ada. Itu istilah lama.

- Apakah ada praktek sejarah Khilafah?

+ Ada sejak lama.

- Apakah ada tata cara baku untuk berkhilafah? Misalnya sistemnya harus begini, struktur pemerintahannya harus begini, mekanisme suksesinya harus begini dan sebagainya? Atau singkatnya adakah konstitusi khilafah?

+ Tak ada sama sekali. Itu semua ijtihad masing-masing orang di tiap zaman.

- Apakah praktek sejarah yang ada menjadi dalil bahwa praktek demikian adalah wajib?

+ Sama sekali tidak. Dalam Ushul Fiqh, jangankan hanya praktek saja, andai ada perintah resmi pun dari Allah dan Rasulullah tentang suatu hal, bukan berarti lantas hal itu pasti wajib. Bisa jadi kesimpulan akhirnya hanya sunnah atau ibahah (kebolehan). Padahal perintah resmi tentang wujud konkret konstitusi khilafah tak ada sama sekali, jadi tidak tepat bila tetiba disimpulkan wajib begini dan wajib begitu secara syar'i.

Namun kita hargai ijtihad yang ada dari para ulama tentang hal ini dalam porsinya sebagai produk ijtihad, bukan sebagai nash al-Qur’an dan Hadis yang tak boleh ditolak sedikit pun atau dikembangkan menjadi model yang berbeda.

- Apakah praktek khilafah yang terjadi dalam sejarah tak bisa menjadi dalil bahwa itulah praktek yang diajarkan islam?

+ Sebagai praktek sejarah, maksimal hal itu hanya menjadi dalil bahwa khilafah boleh dipraktekkan demikian. Tapi salah besar bila kemudian disimpulkan bahwa hanya itu saja praktek yang direstui Islam.

Untuk mentakhsis atau mentaqyid hukum (membatasi pemberlakuan hukum pada aspek tertentu yang spesifik), dibutuhkan dalil kongkrit berupa nash ayat atau hadis, tak bisa hanya dengan praktek. Ilustrasinya, kalau dalam prakteknya Nabi hanya pernah naik unta dan kuda, bukan berarti boleh disimpulkan bahwa naik sepeda diharamkan. Kesimpulan maksimal dari praktek Nabi tersebut hanyalah naik unta dan kuda diperbolehkan.

- Apakah menolak khilafah berarti menolak al-Qur’an dan hadis?

+ Harus dibedakan antara menolak pokok dan menolak cabang. Pokok di sini adalah kata "khalifah". Bila menolak keberadaan kata ini, maka barulah bisa disebut menolak al-Qur’an dan hadis yang menyebutkannya. Seperti kata shalat disebutkan dalam al-Qur’an, menolaknya berarti menolak al-Qur’an. Adapun menolak konsep khilafah yang ditawarkan oleh tokoh tertentu, itu tak bisa disimpulkan sebagai penolakan terhadap al-Qur’an/hadis. Sama seperti menolak shalat ala Imam Malik bukan berarti menolak Al-Qur’an/hadis meskipun Imam Malik menyusun aturan shalat sesuai petunjuk keduanya. Masih ada shalat ala Imam lainnya yang bisa dipakai sebagai acuan. Demikian juga praktek dan pemahaman tentang khilafah secara detail tidaklah tunggal sebab itu adalah hasil ijtihad yang tak lain adalah cabang, bukan pokok.

Sebagai sebuah konstitusi bernegara, khilafah merupakan hal yang sangat kompleks sehingga perbedaan pendapat dalam setiap detailnya tak bisa dihindari. Sangat gegabah bila perbedaan yang ada lantas dimaknai sebagai menolak al-Qur’an atau hadis.

- Bagaimana dengan khilafah ala manhajin nubuwwah, apakah juga boleh ditolak atas nama produk ijtihad?

+ Kata "Ala manhajin nubuwwah" adalah merek dagang bagi kelompok tertentu yang selalu membawakannya sebagai distingsi/pembeda dengan kelompok lain. Secara hakikat, semua kelompok muslim mengaku konsep pemerintahannya sudah sesuai dengan manhaj Rasul. Tak ada satu pun yang mengaku sesuai manhaj setan, iblis, hawa nafsu, orang kafir dan sebagainya. Khawarij, salah satu sekte teroris muslim, dalam sejarahnya mempunyai khalifah sendiri dari kalangan mereka sendiri, dan mereka pun terkenal dengan klaim sepihaknya sebagai kelompok yang paling tegak mengikuti al-Qur’an dan yang paling berhukum dengan hukum Allah. Namun demikian, beda jauh antara klaim dan fakta objektif.

Sebagai merek dagang, maka "ala manhajin nubuwwah" tak lebih dari sekedar jargon sebagai "kecap nomer satu di dunia." Boleh saja kelompok manapun memakai jargon ini sebagai distingsi kelompok, tapi itu tak menjadikannya kebal dari kritik atau lebih spesial dari yang lain.

Yang bisa menjadi spesial ketika misalnya ada hadis sahih bahwa Rasulullah mengatakan: "Ikutilah kelompoknya si A sebab konsepnya secara detail adalah sesuai dengan manhajku". Namun tak pernah ada hadis semacam ini sehingga semuanya adalah klaim sepihak. Kalaupun diterima bahwa konsep yang ditawarkan betul-betul sesuai dengan manhaj Rasulullah, maka bukan berarti bahwa hanya itulah satu-satunya konsep yang sesuai dengan manhaj Rasulullah.

- Penggiat konsep khilafah biasanya mengkritik berbagai sistem pemerintahan di dunia. Nyaris tak ada sistem yang luput dari kritik mereka. Apakah itu tak membuktikan bahwa sistem khilafah yang mereka tawarkan adalah lebih baik?

+ Mengkritik dagangan orang lain tak lantas menjadikan dagangannya sendiri lebih baik. Begitu.

Semoga bermanfaat.

Abdul Wahab Ahmad
18 Juni 

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.