Dalil vs Hadits

Dalil vs Hadits - Kajian Medina
Dalil vs Hadits

Tidak sedikit kalangan muslim yang tidak bisa membedakan antara dalil dengan hadits. Memang keduanya kadang jadi satu, namun tidak selalu begitu. 

Ada kalanya dalil atas suatu hukum tidak pakai hadits, tapi malah langsung pakai ayat Al-Quran. Maksudnya pakai ayat Qur'an saja pun sudah cukup. Haditsnya malah dibuang karena mansukh. 

Misalnya orang mati yang punya hutang puasa. Di dalam hadits diperintahkan keluarga berpuasa untuk almarhum. Namun kemudian turun ayat Qur'an yang mencabut keberlakuan hadits itu dan diganti dengan bayar fidyah saja. 

وعلى الذين يطيقونه فيدية طعام مسكين

Ada kalanya suatu hukum cukup didasari pakai qiyas. Misalnya larangan wanita nifas untuk mengerjakan shalat, tawaf, sentuh mushaf, melafazkan Qur'an, berdiam di masjid. 

Semua itu tidak ada haditsnya langsung. Tapi larangan itu berlalu karena diqiyaskan dengan larangan bagi wanita haidh. 

Sebagaimana tidak ada perintah untuk mencuci 7 kali najis babi. Haditsnya cuma menyebutkan najis anjing. Namun para ulama Mazhab Syafi'i mengqiyaskan najis babi  dengan najis anjing. 

Bagi mereka yang tidak pernah mengenyam jalur pendidikan ilmu keislaman secara baku, ilmu terkait qiyas dan berfungsi jug sebagai dalil tentu saja terasa asing dan aneh.

Dalam kepala mereka, yang tergambar bahwa dalil itu hanya sebatas Qur'an dan Sunnah saja. Belasan dalil lainnya benar-benar blank, lost,  kosong, empty, hampa. 

Makanya walaupun sudah disebutkan berbagai macam dalil yang menjadi dasar hukum, kalau belum ketemu matan hadits, masih terus tanya : dalilnya mana? 

Mirip dengan kejadian yang saya alami waktu seminggu bertugas liputan di Istambul Turki. Makanan hotel itu semua enak, mewah, mahal dan super sekali. 

Tapi dasar perut saya perut Melayu, tetap saja cari nasi juga. Padahal roti tersedia beraneka rupa, dengan keju, daging, dan saladnya. Tapi selama belum ketemu nasi, rasanya tuh kayak belum makan. 

Saat itu saya bilang sama teman di sebelah. Kalau ada yang jual nasi Padang, biar harganya sejuta satu bungkus, tetap mau saya beli. Isi bebas, rendang, telor, perkedel, sayur nangka, daun singkong,apa aja boleh, terserah.

Yang penting nasinya. Emang dasar perut Melayu. Kalau belum kena nasi, tetap belum makan. 

Hehe

Ahmad Sarwat

20 Desember 2020 pada 08.53  · 

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.