Imam Abu Hanifah memiliki manhaj bahwa Al Qur’an yang semua ayatnya bersifat mutawatir tidak boleh ditakhshish (dipersempit) kandungannya dengan dalil dalil yang bersifat zhanni semisal hadits ahad.
Karena itu Al Hanafiyah meyakini bahwa shalat boleh membaca ayat apa saja walau satu ayat, dan tidak harus baca al fatihah, berdasarkan keuman ayat:
فاقرءوا ما تيسر من القرآن
Maka bacalah seberapapun dari al Qur’an yang mudah bagimu ( Al Muzammil 20)
Sedangkan mayoritas ulama’ memiliki manhaj (metode berdalil) bahwa Al Qur’an boleh disempitkan maknanya oleh dalil dalil yang bersifat zhanni semisa hadits ahad.
Karenanya mayoritas ulama berpendapat bahwa bacaan al fatihah adalah salah satu rukun shalat.
Hal ini berdasarkan hadits:
” لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ ”
Tiada Shalat Bagi Siapa Yang Tidak Membaca Pembuka Al-Quran (Fatihah)”.
(Riwayat Imam Bukhari)
Perbedaan manhaj di atas tidak menyebabkan mayoritas ulama’ menuduh sesat imam Abu Hanifah dan pengikutnya.
Alasannya: karena motivasi Imam Abu Hanifah dalam menetapkan kaedah di atas adalah dalam rangka mengagungkan dalil, bukan menuruti nafsu atau fanatisme semata.
Menurut beliau hadits ahad tidak dapat mengantarkan kepada satu kebenaran yang bersifat meyakinkan, namun sebatas praduga kuat.
Dengan kaedah di atas beliau berusaha mengagungkan dalil dan kesucian Al Qur’an dan memproteksi dalil dari kealpaan atau kesalahan perawi hadits ahad, baik yang disengaja atau tidak disengaja.
Tujuan dan maksud ini juga diamini oleh seluruh ulama’ yang menyelisihi beliau, namun tujuan tersebut diaplikasikan dalam bentuk menggabungkan kedua dalil tanpa meninggalkan salah satunya.
Jadi, perbedaan manhaj ternyata tidak serta merta menjadi dosa yang tak terampunkan, namun tetap harus dipilah dan dipilih sesuai dengan kadar dan latar belakang yang mendasari perbedaan tersebut.
Kalau anda bertanya: lalu bagaimana caranya membedakan antara perbedaan manhaj yang tak terampuni dari yang harus ditoleransi?
Nantikan jawabannya pada edisi selanjutnya, insyaAllah.
Bersambung ......
Dr Muhammad Arifin Badri
12 Juni pukul 13.53 ·
#Dr Muhammad Arifin Badri