Mulai Puasa, Ikut Ru'yah Hilal Negara Mana?

Mulai Puasa, Ikut Ru'yah Hilal Negara Mana? - Kajian Medina
MULAI PUASA, IKUT RU’YAH HILAL NEGARA MANA ?

Oleh : Abdullah Al Jirani

Sebentar lagi, insya Allah kita akan kedatangan tamu agung dan special. Tamu tersebut adalah bulan Ramadhan, syahrul mubarak ( bulan yang penuh berkah ). Sebuah bulan yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam seluruh dunia. Namun begitu, ada masalah yang menjadi perdebatan dan perselisihan rutin setiap tahunnya. Kapan kita mulai puasa ? ikut hilal negara Saudi, ataukah masing-masing negara memiliki hilal sendiri-sendiri ?

Dalam madzhab Imam Asy-Syafi’i, setiap negara dan yang berada di sekitarnya (satu iklim) memiliki mathla’ (tempat keluarnya) hilal sendiri-sendiri. Imam An-Nawawi –rahimahullah- membuat judul bab dalam “Shahih Muslim” (2/765) yang berbunyi :

بَابُ بَيَانِ أَنَّ لِكُلِّ بَلَدٍ رُؤْيَتَهُمْ وَأَنَّهُمْ إِذَا رَأَوُا الْهِلَالَ بِبَلَدٍ لَا يَثْبُتُ حُكْمُهُ لِمَا بَعُدَ عَنْهُمْ

“Bab penjelasan, sesungguhnya setiap negeri memiliki ru’yah sendiri-sendiri. Dan seungguhnya apabila mereka melihat hilal di suatu negeri, hukumnya tidak tetap (tidak berlaku) bagi negeri yang jauh dari mereka.”

Imam Muslim –rahimahullah- (w. 261H) telah meriwayatkan sebuah hadits dari Kuraib –radhiallahu ‘anhu- beliau berkata :

أَنَّ أُمَّ الْفَضْلِ بِنْتَ الْحَارِثِ، بَعَثَتْهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ، قَالَ: فَقَدِمْتُ الشَّامَ، فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا، وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضَانُ وَأَنَا بِالشَّامِ، فَرَأَيْتُ الْهِلَالَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ، ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فِي آخِرِ الشَّهْرِ، فَسَأَلَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلَالَ فَقَالَ: مَتَى رَأَيْتُمُ الْهِلَالَ؟ فَقُلْتُ: رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ، فَقَالَ: أَنْتَ رَأَيْتَهُ؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ، وَرَآهُ النَّاسُ، وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ، فَقَالَ: " لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ، فَلَا نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلَاثِينَ، أَوْ نَرَاهُ، فَقُلْتُ: أَوَ لَا تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ؟ فَقَالَ: لَا، هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Sesungguhnya Ummu Al-Fadhl bintu Al-Harits mengutusnya kepada Mu’awiyyah di negeri Syam. Beliau berkata : “Akupun tiba di Syam, dan aku tunaikan kebutuhannya (ummu Al-Fadhl). Saat aku di Syam, tampaklah hilal Ramadhan kepadaku. Aku melihat hilal Jum’at malam. Kemudian aku datang ke Madinah di akhir bulan. Aku bertanya kepada Abdullah bin Abbas –radhiallahu ‘anhuma-, kemudian beliau menyebutkan hilal, lalu bertanya : “Kapan kalian melihat hilal ?” Aku menjawab : “Kami melihat Jum’at malam.” Beliau bertanya : “Kamu melihatnya ?” Aku jawab : “Ya, dan manusia juga melihatnya. Maka manusia (penduduk Syam) berpuasa dan Mu’awiyyah pun berpuasa (dengan hilal tersebut).” Ibnu Abbas berkata : “Akan tetapi kami melihatnya Sabtu malam. Maka kami terus puasa sampai kami sempurnakan tiga puluh hari atau kami melihatnya (hilal Syawwal).” Aku bertanya : “Apakah tidak cukup ru’yahnya Mu’awiyah dan puasanya (untuk kalian)?” Beliau menjawab: “Tidak, demikianlah Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan kami.” [ H.R Muslim : 1087 ].

Imam An-Nawawi –rahimahullah- (w. 676 H) berkata :

فِيهِ حَدِيثُ كُرَيْبٍ عَنِ بن عَبَّاسٍ وَهُوَ ظَاهِرُ الدَّلَالَةِ لِلتَّرْجَمَةِ وَالصَّحِيحُ عِنْدَ أَصْحَابِنَا أَنَّ الرُّؤْيَةَ لَا تَعُمُّ النَّاسَ بَلْ تَخْتَصُّ بِمَنْ قَرُبَ عَلَى مَسَافَةٍ لَا تُقْصَرُ فِيهَا الصَّلَاةُ وَقِيلَ إِنِ اتَّفَقَ الْمَطْلَعُ لَزِمَهُمْ وَقِيلَ إِنِ اتَّفَقَ الْإِقْلِيمُ وَإِلَّا فَلَا

“Di dalam bab ini terdapat hadits Kuraib dari Ibnu Abbas, dan ia (hadits ini) sangat jelas penunjukkannya untuk bab. Dan yang shahih (benar) menurut para ashab kami (para fuqaha’ Syafi’iyyah), sesungguhnya ru’yah tidak menyeluruh untuk semua manusia. Bahkan khusus untuk orang yang dekat di atas jarak yang shalat tidak boleh diqashar (diringkas). Ada yang mengatakan : Jika sama matlaknya, maka mengharuskan. Ada yang mengatakan : Jika sama iklimnya (daerahnya), maka mengharuskan. Kalau tidak maka tidak mengharuskan.” [Syarah Shahih Muslim : 7/197].

Imam An-Nawawi –rahimahullah- (w. 676 H) berkata :

إذَا رَأَوْا الْهِلَالَ فِي رَمَضَانَ فِي بَلَدٍ وَلَمْ يَرَوْهُ فِي غَيْرِهِ فَإِنْ تَقَارَبَ البلدان فحكمهما حكم بَلَدٌ وَاحِدٌ وَيَلْزَمُ أَهْلُ الْبَلَدِ الْآخَرِ الصَّوْمُ بِلَا خِلَافٍ. وَإِنْ تَبَاعَدَا فَوَجْهَانِ مَشْهُورَانِ فِي الطَّرِيقَتَيْنِ (أَصَحُّهُمَا) لَا يَجِبُ الصَّوْمُ عَلَى أَهْلِ البلد الاخرى وَبِهَذَا قَطَعَ الْمُصَنِّفُ وَالشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَالْبَنْدَنِيجِيّ وَآخَرُونَ وَصَحَّحَهُ الْعَبْدَرِيُّ وَالرَّافِعِيُّ وَالْأَكْثَرُونَ

“Apabila mereka melihat hilal di bulan Ramadhan di suatu negara dan mereka tidak melihatnya di negera lain, maka jika dua negara berdekatan, maka hukum keduanya seperti hukum satu negara. Wajib bagi penduduk negara yang lain untuk berpuasa tanpa ada perselisihan. Jika keduanya berjauhan, maka ada dua pendapat yang masyhur di dua metode. Yang paling shahih dari keduanya : tidak wajib berpuasa atas penduduk negara yang lain. Dan pendapat ini telah dipastikan oleh pengarang (Asy-Syirazi), Syaikh Abu Hamid, Al-Bandaniji, dan yang selain mereka. Dan dishahihkan pula oleh Al-‘Abdari, Ar-Rafi’i, dan mayoritas (ulama’ Syafi’iyyah).” [Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 6/273].

Oleh karena itu, kita sebagai rakyat Indonesia mengikuti ru’yah hilal pemerintah kita, bukan ikut hilal Saudi Arabia atau negara lain yang tidak satu mathla’ dengan Indonesia. Insya Allah sore ini akan diadakan ru’yah hilal. Jika nanti pemerintah mengumumkan telah terlihat hilal tanggal satu bulan Ramadan, maka besok kita mulai puasa dan nanti malam kita mulai salat Tarawih.Barakallahu fiikum.

Abdullah Al Jirani
5 Mei pukul 18.13 · 

Related Posts

Ayo Belajar Islam

"Ayo belajar ilmu fiqih, agar tidak mudah menyalahkan orang dan tidak gampang bilang bid'ah kepada sesama muslim." "Ayo belajar fiqih ihktilaf, agar tidak merasa paling benar sendiri." "Ayo belajar perbandingan mazhab, agar tidak merasa selain kami sesat." (Kajian Medina)

Kajian Medina

Blog Kajian Medina : Cerdaskan Umat Lewat Kajian Khilafiyah, Ikhtilaf dan Ukhuwah oleh Ustadz dan Tokoh Sebagai Pencerahan Menuju Persatuan Islam Ahlus Sunnah Waljamaah.