@abdullah al-jirani
Kami sengaja menyusun judul di atas dengan kata “atau”, bukan dengan kata “versus”. Karena keduanya tidak bermusuhan yang layak untuk diadu mana yang lebih baik dan mana yang harus dibuang, akan tetapi dua opsi yang bisa diambil salah satunya berdasarkan pertimbangan situasi dan kondisi. Bisa jadi ngaji kitab lebih cocok dari ngaji tematik, dan bisa juga sebaliknya. Tidak harus ini dan tidak harus itu, tapi fleksibel.
Untuk kondisi audiens yang memiliki pendidikan rendah, kemampuan berfirkir yang kurang, pekerja berat, banyak kesibukan, frekwensi ngaji kurang , umur yang tidak muda lagi, tidak biasa berfikir jlimet dan detail, maka yang cocok bagi mereka ngaji tematik. Satu tema untuk satu pertemuan dengan penyampaian yang simple, bahasa yang mudah dipahami, tidak perlu banyak menyampaikan dalil/argumentasi, perlu dibumbuhi dengan berbagai hal di luar materi, seperti cerita, sedikit humor, komunikasi dengan audiens di tengah penyampaian materi, ada kesempatan tanya jawab, dan disampaikan dengan rileks. Setiap pulang ngaji, audiens telah memahami suatu permasalahan untuk segera diamalkan.Type audiens seperti ini targetnya paham, lalu pengamalan. Nggak muluk-muluk.
Adapun audiens yang rata-rata memiliki pendidikan cukup, memiliki kemampuan berfikir cukup, bukan type orang sibuk atau pekerja berat, memiliki banyak waktu longgar, usia masih relatif muda, biasa berfikir njlimet, senang menghafal, dan memiliki idealisme yang tinggi, maka yang cocok bagi mereka adalah ngaji kitab. Dibacakan sebuah kitab berbahasa Arab dari kata perkata, dari kalimat per kalimat. Lalu dijelaskan secara detail, ilmiyyah, dengan menampilan berbagai dalil dan argument. Untuk bisa mengambil faidah dari kajian seperti ini, butuh kesabaran dan keistiqamahan. Karena sifatnya bersambung/berseri. Biasanya, output metode kajian seperti ini lebih berbobot, memiliki pemahaman yang baik, sempurna, detail, dan penguasaan yang bagus.
Terkadang memadukan antara dua metode tersebut bisa menjadi pilihan yang bijak. Ngaji tematik, tapi berpedoman dari sebuah kitab. Maksudnya, pegangannya kitab, akan tetapi penyampaiannya dengan metode tematik. Misalnya : menyebutkan sebuah hadis, lalu penjelasannya disampaikan secara tematik hasil ringkasan atau kesimpulan kitab yang menjelaskan hadis tersebut. Mungkin bisa kita istilahkan dengan “semi tematik”.
Masyarakat secara umum, lebih cocok dengan metode kajian tematik, atau semi tematik. Karena mereka tidak punya target yang muluk-muluk. Yang penting paham, lalu diamalkan. Adapun ngaji kitab secara murni (maksudnya : membaca isi kitab bahasa Arab dari kata per kata), cocok untuk kalangan tertentu saja. Terlepas dari itu semua, baik ngaji tematik, atau semi tematik, atau kitab, masing-masing memili kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, pilihlah mana yang paling cocok dengan menimbang situasi dan kondisi yang ada.
YANG PALING IDEAL, orang-orang yang telah terjaring dalam kajian-kajian tematik, hendaknya bisa melanjutkan untuk menekuni kajian-kajian kitab agar pemahamannya lebih sempurna, teratur, dan lengkap. Sehingga diharapkan akan lahir kader-kader dakwah yang nantinya bisa menyampaikan ilmunya kepada yang lain. Terkhusus bagi mereka yang mampu, usianya relatif muda, punya semangat, serta idealisme yang tinggi. Semoga bermanfaat.
Abdullah Al Jirani
25 Juli pukul 08.31 ·
#Abdullah Al Jirani