Meski hafal Quran di usia amat muda, Imam Asy-Syafi'i ternyata juga menghafal Al-Muwatha', kitab hadits karya Imam Malik. Kejadiannya jauh sebelum beliau nantinya jadi muridnya langsung di Madinah.
Dan tidak hanya Quran Sunnah, ternyata beliau juga sudah menghafal syi'ir jahili, bahkan untuk itu beliau tinggal di perkampungan Bani Huzail. Sehingga beliau termasuk orang yang punya level teramat tinggi dalam penguasaan sastra arab.
Kemampuan sastra arab ini nantinya membantu beliau dalam memahami teks Quran dan Sunnah secara mendalam dan mendetail.
Pada waktunya nanti beliau juga mempelajari kekuatan nalar dan logika yang dikembangkan dalam mazhab Hanafi. Sehingga akhirnya beliau disepakati sebagai peletak dasar ilmu ushul fiqih sekaligus ilmu hadits, selain posisi beliau sebagai pendiri mazhab fiqih juga.
Maka pelajaran yang kita ambil dari profil sosok beliau adalah : wajib kuasai semua ilmu keislaman. Bukan cuma berhenti sekedar menghafal Quran. Sementara tidak tahu apa-apa tentang ilmu keislaman lainnya. Ini namanya musibah.
Seharusnya lembaga pendidikan untuk anak kita seperti TPA/TK/TQ, SDIT, SMPIT, pesantren, kuttab atau apapun lah namanya, kudu punya kurikulum lengkap, harus ada pelajaran Quran, hadits, fiqih, ushul fiqih, tafsir, nahwu, sharaf, sastra arab, sirah nabawiyah, imla', khat, tarikh dan lainnya.
Jangan sampai lahir generasi Qurani, tapi tidak tahu bagaimana cara tayammum dan mandi janabah, tidak bisa bedakan mana najis dan mana hadats. Dan mirisnya, juga gak bisa bahasa Arab. Tidak bisa menulis arab, tidak bisa baca kitab.
Jangan sampai salah kaprah. Semua ilmu keislaman kudu kita ajarkan, wajib kita wariskan kepada generasi berikutnya. Siapa tahu nantinya mereka yang akan jadi ulama masa depan.
Jangan rampas kesempatan mereka untuk menjadi ulama. Ini amanah, hati-hati, jangan salah dalam melangkah. Jangan cuma ikut trend.
Ahmad Sarwat, Lc.MA
Ahmad Sarwat
15 April pukul 22.01 ·
#Ahmad Sarwat