Syaikh Muqbil bin Hadi –rahimahullah- berpendapat kalau menggambar makhluk bernyawa itu haram mutlak. Demikian juga –secara gari besar- pendapat murid-murid beliau dari para ulama’ Yaman. Oleh karena itu, mereka tidak mau sama sekali untuk direkam video, difoto, masuk TV. Mereka hanya mau dalam kondisi-kondisi darurat seperti KTP, Paspor, dan yang semisalnya. Kalaupun didapatkan gambar atau video mereka, kemungkinan besar tanpa sepengetahuan beliau, atau dalam kondisi terntu yang sulit untuk dihindari.
Namun begitu, murid-murid mereka yang ada di Indonesia sudah banyak yang menyelisihi pendapat di atas. Walupun awalnya –ketika baru pulang dari Yaman- demikian keras tidak mau difoto atau video, tapi tidak dengan sekarang. Sudah banyak yang mau difoto, divideo, masuk TV, bahkan sudah punya channel Youtub tanpa ada persyaratan “darurat” yang dipasang oleh para guru mereka.
Syaikh Muqbil bin Hadi –rahimullah dan murid-murid beliau dari ulama’ Yaman berpendapat bahwa demokrasi (termasuk di dalamnya ikut memberikan suara dalam pemilu) haram mutlak. Mereka begitu gencar menjelaskan masalah ini kepada umat. Bahkan diantara mereka, yaitu syaikh Muhammad bin Abdullah Al-Imam mengarang sebuah buku khusus dalam masalah ini yang berjudul “Tanwir Adz-Dzulumat...”. Pendapat ini diikuti sebagian murid-murid beliau di Indonesia.
Yang aneh,...
Saat “anda” menyelesihi syaikh Muqbil dalam hukum gambar, maka dianggap biasa dan tidak apa-apa. Tapi giliran “orang lain” menyelisihi pendapat syaikh Muqbil dalam hal memberikan suara dalam pemilu dianggap apa-apa (bermasalah), bahkan orangnya layak disesatkan, dihizbikan, dan dihinakan, atau minimal dianggap tidak kokoh. Lha memang bedanya dimana, mas ?? kan keduanya merupakan produk ijtihad ?
Yang lebih aneh,.....
Pendapat ulama’ Madinah seperti syaikh Ibnu Utsaimin, syaikh bin Baz, Syaikh Abdul Muhsin Al-Al-Abbad, Syaikh Shalih Fauzan, dan yang lainnya yang membolehkan ikut memberikan suara dalam pemilu dalam rangka mengaplikasikan kaidah “mengambil mudharat yang paling ringan dari dua mudharat yang ada”, dianggap pendapat aneh......Apa tidak kebalik ?
Saat “anda” mengikuti ulama’ Madinah dalam hukum gambar, maka dianggap hal biasa dan tidak apa-apa. Tapi saat “orang lain” mengikuti ulama’ Madinah dalam hukum memberikan suara dalam pemilu, dianggap sesat atau minimal tidak kokoh. Intinya, kalau “anda” harus benar, sedangkan “orang lain” harus salah. Kalau “anda” harus boleh, dan kalau “orang lain” harus tidak boleh. Begti maunya ?
Saya hanya pesan, mari membiasakan diri untuk ilmiyyah, adil dan konsisten. Tidak perlu terlalu ngegas, khawatir lima tahun ke depan pendapat anda telah berubah. Bisa malu. Wassalam...
Abdullah Al Jirani
-----
#konsistenituberat
#inkonsistenitucacatlogika
Abdullah Al Jirani
2 menit ·
#Abdullah Al Jirani